Chereads / My Love is Different / Chapter 7 - Tidak Punya Privasi

Chapter 7 - Tidak Punya Privasi

"Halo, teman-teman, aku di sini mau berbagi cerita, nih. Kemarin aku baru sakit, biasa penyakit lama aku kambuh lagi. Nyebelin banget kan, terus dua puluh empat jam dirawat di rumah sakit. Boleh pulang hari ini, aku mau bawain tips atau tutorial, cara kita biar bisa bahagia walaupun kita lagi sedih, yang pertama kita itu harus ingat untuk apa, sih, kita bahagia, dan yang kedua kita itu wajib bahagia. Bahagia itu adalah kewajiban, setiap manusia yang hidup harus bahagia. Ke tiga, hak kita bahagia, kenapa harus sedih kalau kita bisa bahagia?" Ucap Bagas di depan layar ponselnya.

"Mas Bagas lagi ngapain?"

"Aduh, Bibi, aku lagi ngerekam video mau aku upload di YouTube gitu."

"Emang Mas Bagas mau jadi youtuber?"

"Ya, enggak, iseng aja, dari pada waktu kosong."

"Oh ya, Mas, tadi nyonya sama mbak Arum pesan kalau Mas Bagas udah lebih baikan, disuruh tetap istirahat di rumah aja, takut aja nanti tahu-tahu perutnya sakit lagi. Nyonya Rossa sama Mbak Arum lagi keluar sebentar, beli bahan makanan untuk masak nanti malam, pak Surya pesan masakan jawa gitu lo, saya tadi sedikit lupa."

"Biarin, emang aku pikirin. Lagipula, ya, Bi, tahu enggak, sih, kayaknya mereka berdua itu enggak baik baik banget. Orangnya kayak masang topeng gitu, nanti kalau enggak ada apa-apa tahu-tahu aku disiksa gimana?"

"Aduh, Mas Bagas, jangan mikir yang enggak-enggak, ya, enggak mungkin dong, nyonya Rossa itu orangnya baik. Buktinya kemarin yang masak itu juga nyonya, terus mau juga 'kan yang jemput mas Bagas ke rumah sakit."

"Itu terpaksa karena disuruh sama ayah."

"Aduh, Mas, jangan berburuk sangka, yang kita juga enggak tahu, takut aja ternyata memang nyonya Rossa itu orangnya baik, nanti malah jadi fitnah."

"Dibilangin kok enggak percaya, masa ada, sih, ibu tiri yang baik? Ibu tiri Cinderella aja jahat banget, ibu tiri di film-film India juga jahat, ibu tiri di drama drama Korea juga jahat, enggak ada yang baik. Apalagi di sinetron Indonesia, udah bawaannya, tuh, pengen banget nyiksa anak tirinya."

Bagas berburuk sangka kepada Rossa lantaran dia belum mengetahui seperti apa Rossa. Terlebih Bagas selalu berpikir jika gara-gara Rossa hubungan pernikahan orang tuanya bercerai. Nyatanya Rossa dan Surya baru bertemu beberapa bulan yang lalu, dan memutuskan untuk menjalin hubungan serius dalam hidup rumah tangga. Perceraian antara Surya dan Marina telah terjadi dua tahun yang lalu.

"Ya, sudah, Mas, saya mau lanjutin beres-beres dapur, kalau Mas Bagas butuh apa-apa, langsung panggil saya aja, ya, Mas."

"Beres," sahut Bagas sambil memainkan ponselnya, "Ayo, kita lanjutin lagi!" ucap Bagas pada dirinya sendiri.

Belum sempat Bagas melanjutkan rekaman videonya, Surya telah pulang membawa beberapa kresek berisi bahan makanan yang akan dimasak Rossa. "Halo, Gas, kamu udah baikan?"

"Ayah ini aneh, 'kan aku emang udah pulang dari rumah sakit. Itu apa, sih, yang di bawah, ribet banget kayaknya?"

"Bi, Bibi!" panggil Surya kepada asisten rumah tangganya itu, "Tolong, ya, ini dibawa ke dapur. Ini semua pesanannya nyonya Rossa jangan sampai rusak."

Bibi datang dengan segera lalu membawa seluruh belanjaan nyonya Rossa menuju dapur. "Baik, Pak, siap."

"Ayah mau banget sih disuruh belanja sebanyak itu? Emang kita mau masak apa? Mau ada acara ulang tahun atau penyambutan nyonya baru atau apa?"

Bagas mulai ingin tahu dengan apa yang Surya lakukan. Sepertinya memang jarang terlihat Surya mau disuruh belanja banyak sekali kebutuhan rumah tangga. Namun, tidak untuk kali ini, Surya malah yang mau repot-repot belanja sendiri untuk kebutuhan Rossa memasak.

"Ya, enggak apa dong, sekali-kali ayah 'kan juga mau jadi suami yang baik untuk istri."

"Ngapain, sih, baik sama dia, belum tentu juga dia baik sama kita."

"Kalau dia enggak baik, pasti dia enggak mau ngerawat kamu waktu sakit."

"Aku enggak dirawat sama dia. Aku tuh di rumah sakit dirawat sama dokter dan suster, terus dia pagi-pagi datang bawain pakaian, jaket, sepatu, dan makanan terus bawa aku pulang, gitu aja, ngerawatnya di mana, coba?"

"Dasar, ya, anak zaman sekarang itu emang sulit-sulit untuk disadarkan."

"Wajar namanya juga anak-anak, kalau udah dewasa namanya orang tua, yang sulit untuk meminta izin pada anaknya."

"Jadi, kamu mengungkit tentang ayah yang tidak minta izin ketika mau menikah lagi?"

Bagas tersenyum puas. "Aku enggak ngomong, jadi aku enggak perlu klarifikasi. Ayah sendiri yang ngerasa dan ayah sendiri yang bertanya pada diri ayah, ya, silakan dijawab sendiri."

Surya bingung tidak bisa lagi menanggapi putranya yang sudah diluar batas. Benar adanya Bagas memang membutuhkan kasih sayang dari seorang ibu setelah dua tahun bercerai dari Marina. Bagas membutuhkan perhatian dari wanita yang bisa membimbingnya ke arah lebih baik.

"Ayah enggak mau marah sama kamu karena ayah ingat kalau kamu masih sakit dan dokter kamu bilang kondisimu memang tidak baik-baik saja. Jadi, ayah mohon kamu enggak usah macam-macam, ngerti?"

"Satu lagi, kenapa, sih, ayah ngizinin itu cewek masuk kamar aku sembarangan?"

"Maksud kamu siapa?"

"Siapa lagi kalau enggak anak dari nyonya itu. Cewek itu masuk kamarku tanpa seizinku, katanya udah dapat izin dari ayah. Sejak kapan aku ngasih ayah izin untuk masuk kamarku sembarangan? Rasanya di rumah ini tuh kayak enggak ada privasi gitu, semuanya bisa dilakuin dengan mudah."

"Bagas, jaga cara bicara kamu! Tidak sopan bicara dengan orang tua seperti itu."

"Ayah, kalau ayah itu orang tua pasti ayah bisa memposisikan diri ayah. Jangan sampai aku selalu menganggap ayah itu tidak berpihak kepadaku dan terlebih ketika aku yakin kalau ayah memang tidak benar-benar menginginkan aku ada di rumah ini."

"Bagas cukup, ya, kamu jangan bikin ayah semakin emosi."

"Kenapa ayah mau emosi? Ya, emosi aja, marah aja, ya, enggak ada yang ngelarang ayah marah di sini. Ayah aja nikah juga enggak ada yang ngelarang, ngapain ayah marah kok takut ada yang ngelarang?"

Surya mencoba mendinginkan pikirannya. Dia tidak ingin tersulut emosi dengan putranya sendiri yang masih labil, namun ucapan-ucapan dari Bagas benar-benar membuat hatinya hancur. Bagas tidak tahu yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan keluarganya. Surya juga tidak ingin membukanya sekarang karena mungkin akan membuat Bagas semakin sakit dan membenci keluarganya.

"Apa yang terjadi, di luar terdengar sangat gaduh ,"ucap Rossa yang baru saja masuk rumah dengan panik.

"Rossa, kamu sudah sampai?"

"Mas Surya, jangan terlalu keras kepada Bagas."

"Rossa, dia juga butuh dikerasi biar dia tahu diri, tidak selalu menghina kamu dan juga anakmu."

"Tidak masalah, Mas, semuanya butuh penyesuaian," ucap Rossa dengan lembut.

"Basi, enggak penting," sahut Bagas sambil bangkit dari sofa lalu menuju kamarnya, masuk, dan membanting pintu dengan kerasnya.

Rossa dan Surya hanya bisa memandangnya dengan tatapan kekecewaan.

***