Chereads / My Love is Different / Chapter 12 - Cekcok Belum Usai

Chapter 12 - Cekcok Belum Usai

Hari ini, hari pertama Bagas mengikuti ospek di kampusnya. Dia mempersiapkan semuanya, sedetail mungkin, mulai dari buku, permen, ballpoint, minuman, dan juga obat, telah tersimpan rapi di dalam ransel hitamnya. Rasanya Bagas sudah tidak sabar bertemu banyak teman baru di kampusnya. Sebagai calon mahasiswa, pasti Bagas memiliki banyak mimpi yang telah dia rencanakan jauh-jauh hari. Berharap masa kuliahnya dapat berjalan baik layaknya seperti di film-film.

Sejalan dengan Bagas, Arum pagi-pagi sekali akan berangkat ke kampusnya. Dia akan melalui harinya yang berat, lantaran menjadi anggota dari BEM universitas, pastinya memiliki banyak tugas dan tanggung jawab. Terlebih ketika masa ospek seperti saat ini, dia dituntut untuk bisa menjadi kakak tingkat yang baik dalam membimbing adik tingkatnya untuk masa orientasi kampus.

"Ma, aku berangkat duluan, ya."

"Kamu enggak bareng sama Bagas?"

"Enggak, Ma, 'kan kita enggak sejalan. Aku bisa telat, lagipula mungkin Bagas juga masih tidur. Anaknya manja banget, nyebelin."

"Gimanapun juga, dia itu adik kamu, harus baik dengannya. Jangan bilang yang enggak-enggak, nanti kalau papa Surya dengar dia bisa sedih lo." Rossa terus mendukung Arum untuk menyayangi adiknya, dia berharap Arum bisa mengubah sikapnya semakin perhatian dan baik kepada adik tirinya itu.

"Oke," jawab Arum sambil mengambil sepotong roti bakar dan cepat-cepat meminum susu coklat di gelas kesayangannya itu.

"Pelan-pelan, jangan buru-buru gitu, nanti kamu bisa tersedak lo."

"Aman, Ma, enggak bakal tersedak. Aku berangkat dulu, ya, Ma."

"Hati-hati, ya, sayang, kalau acara kampus udah selesai kamu buruan pulang, ya, bantu mama masak untuk makan malam."

"Beres, Ma. Sayang mama, bye, Ma!"

"Sayang Arum, hati-hati sayang!"

mereka saling melambaikan tangan. Ikatan antara Arum dan Rossa begitu kuat. Mereka ibu dan anak yang saling menyayangi, terlalu banyak luka yang pernah terlewati bersama sehingga ikatan itu semakin kuat. Tidak dapat dipungkiri, kehidupan mereka cukup berat ketika belum mengenal Surya dan sekarang semua lambat namun pasti bisa lebih baik lagi. Arum sulit menjadi kakak yang baik untuk adik tirinya. Berbeda dengan Rossa yang tetap berusaha menjadi ibu sambung yang baik untuk Bagas.

Tidak lama kemudian, Bagas turun dari kamarnya. Dia telah bersiap untuk menapaki langkah baru di kampus. Pakaiannya pun ala calon mahasiswa, kemeja putih dan celana bahan hitam, terlihat lebih tampan dan rapi dengan sepatu kulit hitam yang mengkilat.

"Halo, Bagas, sarapannya udah siap, nih. Mama dengar hari ini kamu bakalan ospek, jadi pagi-pagi banget sebelum mama berangkat kerja, mama udah nyiapin semuanya," sambut Rossa dengan wajah berseri menatap putra tirinya itu.

Bagas tidak lantas duduk menikmati sajian sarapan itu. Dia melihat sekitar lalu bertanya hal yang sangat aneh untuk ditanyakan. "Jadi Arum sudah berangkat?"

"Maksud kamu, Kak Arum?" Tanya Rossa mengoreksi pertanyaan dari Bagas.

Bagas pun mengangguk tanpa mau mengulangi pertanyaannya lagi.

"Iya, Arum sudah berangkat beberapa menit yang lalu. Seandainya saja tadi kamu lebih cepat turunnya, pasti kalian bisa berangkat bersama."

"Enggak apa-apa, aku bisa kok berangkat sendiri."

"Enggak, kata ayah, kamu harus diantar dulu di hari pertama ospek. Jadi, mama sudah berencana ngantar kamu ke kampus sebelum mama ke kantor."

"Aku bisa berangkat sendiri. Aku juga enggak mau ngerepotin banyak orang," tungkas Bagas dengan ketus.

"Ya, enggak ada yang direpotkan, sebagai seorang mama harus bisa dong jadi superhero untuk anak-anaknya."

"Tapi, aku bukan anakmu," sahut Bagas dengan cepat.

Ucapan Bagas itu sangat menyakitkan. Terdengar getir di telinga Rossa, ada tangis yang coba Rossa sembunyikan mendengarkan ucapan dari anak tirinya itu. Namun, ada rasa tidak ingin menyerah dengan keadaan, dia ingin tetap berjuang mendapatkan hati Bagas untuk bisa menerimanya sebagai mama sambung. Sekalipun Bagas mengucapkan kata-kata yang sakit untuk didengar, tetapi tidak ada masalah untuk Rossa. Namanya juga hubungan baru, pasti masih ada penyesuaian dan berusaha berharap semuanya tidak akan sia-sia di kemudian hari.

"Enggak masalah kalau sekarang kamu belum menganggap mama sebagai mama keduamu tapi mama selalu menganggap kamu sebagai anak mama. Karena kamu memang tidak pernah lahir dari rahim mama tapi kamu lahir dari hati mama." Ungkap Rossa memberikan penjelasan kepada anak tirinya itu dengan senyum menghiasi wajah manisnya.

"Terserah, aku tetap mau berangkat kuliah sendiri."

"Bagas, tolong berikan mama satu kesempatan. Jadi, sesuai dengan pesan ayahmu, kamu harus diantar ke kampus, kalau memang kamu membenci mama, itu tidak masalah, tapi tolong hargai permintaan ayahmu."

Mendengarkan ucapan dari Rossa yang mengatasnamakan Surya, ya, tidak dapat Bagas pungkiri dia harus menerima apa yang menjadi aturan surya dan keinginan ayahnya itu. Mau tidak mau dia menerima untuk diantar ke kampus pagi itu, walaupun hati sedikit dongkol. Bagas tidak menyukai hal itu, namun Bagas mencoba untuk memainkan perannya dengan baik.

"Aku mau diantar karena itu adalah perintah dari ayah, bukan darimu."

"Oke, siap!"

Rossa bersyukur anak tirinya mau menerima keinginannya untuk diantar ke kampus. Tidak ada kata menyerah untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Sebagai seorang ibu yang pernah melahirkan anak, pastinya ada rasa bangga ketika anak bisa menghargainya, namun tidak untuk Bagas, sangat sulit untuk membuat Bagas bangga akan kehadiran dirinya.

Di dalam mobil, mereka bersiap untuk pergi ke kampus. Rossa menyalakan mobil dan melajukan mobil dengan kecepatan rata-rata. Di dalam mobil terasa sedikit tegang lantaran hanya ada mereka berdua. Rossa berusaha mencoba menghangatkan suasana dengan bertanya beberapa hal yang mungkin akan membuat Bagas menjadi lebih akrab dengannya.

"Tadi kamu sarapan roti bakar buatan mama, enak enggak?"

"Aku 'kan enggak sarapan."

"Jadi, kamu tadi enggak sarapan? kalau nanti kamu sakit gimana?" Rossa khawatir dengan putra sambungannya itu.

"Aku cuma minum susu aja, aku enggak suka roti bakar."

"Kalau kamu enggak suka roti bakar, besok mau dibuatin sarapan apa?"

"Enggak perlu, setiap pagi aku juga cuma minum susu aja."

"Ya, ini 'kan beda, kamu 'kan ospek yang membutuhkan banyak energi. Mama takut aja kalau kamu tiba-tiba sakit lagi."

"Aku lebih kuat dari apa yang orang-orang bayangkan. Jadi, tenang aja, enggak akan terjadi apa-apa kok sama aku," tungkas Bagas dengan nada kesal lantaran Rossa terus bertanya akan hal yang tidak penting bagi Bagas.

"Iya sudah, tapi kalau kamu pengen makan apa, kamu bilang aja, sebelum kita sampai ke kampus. Kita bisa mampir supermarket dulu untuk beli kudapan atau kue, misalnya."

"Tidak perlu, aku mau cepet tiba di kampus."

"Tapi, kalau kamu sakit," kalimat itu terhenti dengan paksa.

"Cukup, enggak usah dilanjutin. Aku Memang udah sakit, tapi aku masih bisa kok bertahan dengan kondisi."

"Maksudnya kamu sakit apa?" tanya Rossa sangat menghawatirkan putranya yang mengaku sakit itu.

***