"Iya dari aku, gimana? Suka?" tanya Irgi.
Cika hanya mengucapkan terima kasih dalam hatinya tanpa mengucapkannya di depan Irgi. Suasana kembali hening, sampai akhirnya Cika menyelesaikan tugasnya. Dengan segera Cika menunjukkan kepada Irgi bahwa ia telah berhasil menyelesaikan tugasnya. Irgi melihat hasil kerja Cika, kemudian ia tersenyum dan mengelus-elus kepala Cika. Sampai akhirnya, Cika bingung dengan sikap yang sedang Irgi tunjukkan.
"Sudah ya, gue ke kelas duluan," ucap Cika.
Tanpa menoleh lagi ke Irgi, Cika dengan segera kembali ke kelasnya. Sementara Irgi merasa bahwa rasa kesal dalam hati Cika belum juga usai. Akhirnya Irgipun memilih untuk kembali ke parkiran dan melajukan sepeda motornya untuk meninggalkan halaman fakultas dan keluar dari kampusnya.
Tetapi, dari kejauhan Cika memperhatikan raut wajah kecewa yang ditunjukkan oleh Irgi, mungkin karena Cika yang tidak merespon ucapan Irgi dengan baik, padahal Irgi sudah berusaha untuk tidak meninggalkannya begitu saja.
"Apa gue salah ya?" tanya Cika kepada dirinya sendiri.
Di kos.
Hanya ada Elen dan Fany yang pada saat itu sedang sibuk menatap layar laptopnya masing-masing. Sampai akhirnya tanpa sengaja Fany menoleh kepada Elen. Ia melihat Elen yang pada saat itu hanya terbengong dengan tatapan kosong ke layar laptopnya.
"Kenapa Len?" tanya Fany.
Elen tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Jujur saja, ada masalah?" tanya Fany.
Dengan terpaksa karena tidak ingin membohongi sahabatnya yang pada saat itu tengah ada di tahap pemulihan kondisinya, Elen menjelaskan bahwa ia sedang bingung dnegan tawran yang diberikan oleh Lucky.
Setelah bercerita panjang kali lebar, Elen mengakhiri ceritanya kepada Fany. Akhirnya, Fany memberikan saran agar Elen mau menerima tawaran dari Lucky. Selain Karenna benefitnya yang lumayan fantastic, hal ini juga menjadi jalan, apa bila memang ada jalannya untuk Elen dan Lucky bersama.
Dengan sedikit lelucon, Fany berceletuk, "Siapa tahu dia emang jodoh lo."
"Dih mana mungkin, gak mau gue sama orang kayak dia!" ucap Elen.
Terlihat dengan jelas penolakan dari uacapan Elen disertai dengan raut wajah Elen yang tidak bisa menerima Lucky dengan semua sifat buruknya. Sebab beberapa kejadia membuat Elen berpikir bahwa Lucky adalah laki-laki tidak tahu berterima kasih dan Elen tidak akan merasakan kenyamanan yang sama seperti pasangan pada umumnya ketika bersama dengan Lucky.
Pembahasan itu berakhir.
Tepat pukul 12.50, hari ini Elen ada jadwal mata kuliah Lucky. Ia datang ke kelas dengan santai tidak ada rasa terburu-buru takut terlambat, padahal sudah telat 3 menit dari waktu yang telah dijadwalkan.
"Tok tok tok," Elen mengetuk pintu kelas.
Ia melihat ke meja dosen, belum ada Lucky datang. Ia segera duduk di bangku yang biasa menjadi tempat duduknya, tepat di depan meja dosen. Masih dnegan tatapan kosong, sampai pada akhirnya, Lucky datang dengan membawa laptop, setelah itu berdiri tepat di depan Elen.
"Selamat pagi," sapa Lucky.
Semua mahasiswanya menjawab, "Pagi Pak."
Sebelum kembali ke mejanya, Lucky membungkukkan tubuhnya dan setengah berbisik ke Elen bahwa nanti setelah mata kuliah Lucky ingin mendengar ajwaban Elen dengan segera. Mendengar suara Lucky yang berdengung di telinganya, Elen merasa detak jantungnya berubah meningkat secara drastic.
Mata kuliah yang diampu oleh Lucky berakhir.
Sebelum meninggalkan kelas, Lucky berkata, "Elen saya tunggi di ruangan saya."
Semua mata menatap Elen.
Sementara Elen masih dengan kebingungan apa yang harus ia berikan kepada Lucky ketika Lucky mempertanyakan keputusan Elen?
Dengan wajah bingung dan tangan yang terus bergemetar, Elen melangkahkan kakinya dan mengikuti langkah kaki Lucky dari belakang. Saat sampai di ruangan Lucky, Elen hanya berdiri dan bingung harus bersikap seperti apa. Untuk pertama kalinya, Elen merasakan detak jantungnya berdebar kencang pasca putus dari mantan pacar terakhirnya.
"Silahkan duduk," ucap Lucky.
Mendnegar intruksi yang diberikan oleh Lucky, dengan segera Elen duduk di tempat duduk yang berhadapan langsung dengan meja Lucky. Masih dnegan tatapan samraut dan wajah yang bingung. Akhirnya Lucky memulai pembicaraan.
"Bagaimana? Apakah kamu bersedia? Saya harap jawabanmu tidak mengecewakan saya," ucap Lucky.
"Sebenarnya ada yang lebih kompeten dalam hal ini, seharusnya anda bisa mencari perempuan yang memang mengampuni dan menyanggupi untuk melakukan hal ini, sepertinya anada salah orang, saya tidak bisa melakukannya," ucap Elen tiba-tiba.
"Kamu menyalahkan saya? Kamu bilang saya yang tidak bisa menilai orang?" tanay Lucky dengan suara tinggi.
Saat mendengar Lucky yang membalas perkataan Elen dengan suara tinggi, sontak saja Elen kaget dan terdiam.
"Berani-beraninya kamu menyelahkan saya. Kamu ini mahasiswa saya, jika saya mau, saya juga bisa memberikan nilai E untuk nilaimu di mata kuliah saya agar kamu harus mengulangnya lagi di semester depan," ucap Lucky.
Lucky memberikan ancaman.
Tiba-tiba Elen mendengar suara meja yang dipukul.
"Eh iya maaf, Pak," ucap Elen tiba-tiba.
Ternyata semua yang terjadi hanyalah ilusinasi Elen saja, akibat rasa takut yang berlebihan. Akhirnya, Elen memikirkan hal-hal yang aneh-aneh. Padahal hal itu tidak terjadi kepadanya. Dan Lucky masih dalam emosi yang enjoy tidak menggebu-gebu dan marah seperti dalam ilusinasinya.
Pertanyaan yang sama diajukan untuk kedua kalinya, Elen terdiam dan hanya menatap bola mata Lucky yang sedang menunggu jawaban terlontar dari mulut Elen yang pada saat itu terus saja terbungkam rapat.
"Iya," jawab Elen tiba-tiba.
"Terima kasih, silahkan tandatangani perjanjian ini," ucap Lucky.
Lucky menyodorkan sebuah surat perjanjian yang kemarin sudah ia beritahukan kepada Elen, dan pada saat itu Elen baru menyadari bahwa dirinya baru saja menyetujui permintaan Lucky untuk menjadikan dirinya sbegaai pacara sewaan Lucky selama 1 bulan.
"Pak, bukan begitu maksud saya," ucap Elen.
Elen berusaha untuk mentidakkan apa saja yang ia katakan sebelumnya, tetapi Lucky menganggap bahwa jawaban pertama adalah jawaban yang ia setujui. Dengan terpaksa tangan Elen mengambil pulpen yang telah Lucky berikan kemudian, menempatkan tanda tangannya di kertas persetujuan itu.
"Lusa nenek dan kakek saya akan datang ke kota, saya akan menjemput kamu untuk ikut saya ke bandara menjemput mereka, saya harap kamu bisa menjaga sikapmu, dan tunjukkan bahwa kamu bahagia dengan saya," ucap Lucky.
Sontak saja, ini baru selesai menandatangani sebuah perjanjian, dan sudah ada tugas yang harus Elen lakukan bersama dengan Lucky, ini adalah beban yang sangat tidak Elen inginkan. Elen adalah orang yang tidak bisa berpura-pura dalam hal apapun, sebab dalam hidupnya ia sangat menolak drama dan kemunafikan.
Tetapi kali ini ia malah dituntut untuk berpura-pura bahagia dengan seorang dosen muda yang sejak kehadirannya di kampus sudah mengganggu ketenangan dirinya. Satu hal yang masih mengganggu dalam pikiran Elen.
"Bapak, jangan pernah mengambil kesempatan dalam kesempitan saat bersama dengan saya!" ucap Elen mengancam.