Mendengar pertanyaan yang Lucky ajukan kepada Elen, sungguh membuang Elen tercengang. Tidak pernah terbayangkan dalam pikiran Elen, jika ia benar-benar menerima tawaran Lucky menjadi pacar sewaannya. Elen tidak sanggup menanggung semua pertanyaan yang akan teman-teman di kampusnya ajukan kepadanya.
"Gila lo!" ucap Elen.
Pada saat itu, emosinya memberontak. Elen menganggap bahwa ini adalah sebuah tindak ketidaksopanan dari seorang Lucky. Beberapa kejadian hari itu memuat Elen tidak suka terhadap sikap Lucky, ditambah lagi dengan tawaran yang Lucky berikan.
Seperti tidak mencerminkan sikap seorang dosen.
Melihat wajah Elen yang sudah sangat kaget, Lucky menjelaskan bahwa hal ini sengaja ia lakukan hanya untuk mengalihkan beberapa pertanyaan yang akan diajukan oleh kakeknya saat acara keluarga.
"Silahkan cari perempuan lain, Pak," ucap Elen.
Setelah mengatakan kalimat itu, Elen dengan segera mengambil tas miliknya yang ada do atas mejanya, setelah ity dengan segera bangkit dari sofa panjang itu dan melangkahkan kakinya keluar dari café itu. Tetapi, dengan sigap Lucky menarik tangan Elen. Tanpa disadari, Elen terpeleset.
Dengan sigap melihat tubuh Elen yang tidak stabil, Lucky menopang tubuh Elen. Alhasi, mata Elen dapat menatap jelas bola mata Lucky yang berbinar ketika melihatnya. Terlihat jelas moment pandang memandang anatara Lucky dan Elen, kejadian ini hanya berlangsung beberapa detik sampai ada seseorang yang sengaja berdengung ketika melihat Elen dan Lucky di café itu.
Seraya melepaskan topangannya pada tubuh Elen, Lucky berkata, "Maaf."
Beberapa mata tertuju kepada Elen dan Lucky, jujur saja saat ini adalah hal yang membuat Elen risih berada di dekat Lucky. Tanpa pikir panjang lagi, Lucky menyuruh Elen untuk duduk kembali, dan meminta Elen agar ia bersedia untuk mendengarkan kembali penjelasannya.
"Apa lagi Pak? Bapak tahu? Bapak sudah buang-buang waktu saya," ucap Elen.
"Makanya, tolong gunakan kepala dingin, jangan terburu-buru mengambil keputusan dan menolak," ucap Lucky.
Elen menghela nafasnya dan mencoba mendengar kembali penjelasan Lucky. Lucky memberitahu bahwa hal ini hanya berlangsung selama 1 bulan saja. Sebab selama 1 bulan itu kakek dan nenek Lucky akan menetap di rumah ayah Lucky. Hal ini akan menjadi beban sendiri bagi Lucky, ketika tiba-tiba saja mereka mempertanyakan tentang calon Lucky, sementara Lucky sendiri tidak punya calon.
"1 bulan?" tanya Elen terkejut.
Lucky mengangguk.
"Gak ah, gila!" ucap Elen.
Tidak lama dari itu, Lucky mengeluarkan sebuah surat yang berisi tentang kebersediaan Elen untuk menjadi pacar sewaannya dalam kurun waktu 1 bulan, setelah itu Elen dan Lucky tidak akan berhubungan apapun dalam pacara sewaan tersebut.
Sontak saja, siapa yang tidak terkejut mendapatkan sebuah surat yang sudah disediakan sebuah materai. Itu artinya, jika Elen menyetujuia apa yang sedang Lucky tawarkan dan menandatangani surat tersebut. Seceraa tidak langsung surat tersebut sudah resmi dan terdapat pernyataan bahwa tidak ada keterpaksaan baik antara pihak Elen ataupun Lucky.
Dan yang lebih membuat Elen tercengang lagi adalah benefit yang akan ia dapatkan ketika ia bersedia untuk menjadi pacar sewaan Lucky. Uang cash yang akan Lucky berikan di akhir pertemuan mereka dalam 1 bulan itu.
Melihat nominal yang ditawarkan membuat Elen bergerutu dan bertanya-tanya kepada dirinya sendiri, "500 juta?"
Nominal yang terbilang sangat besar untuk seorang mahasiswi semester akhir seperti Elen. Elen bahkann tidak pernah memagang dan membayangkan bahwa ia akan menerima uang sebanyak itu hanya dnegan pekerjaan sebagai pacar sewaannya.
"Bagaimana?" tanya Lucky.
"Beri saya waktu," jawab Elen.
Lucky terdiam dan menatap bola mata Elen, terlihat bahwa tawaran yang Lucky berikan tidak akan Elen tolak dengan mudah apa lagi saat Elen sudah melihat nominalnya. Tetapi, agar tidak terkesan terlalu memaksa, dan menahan harga dirinya di depan Elen, Lucky mengangguk mengiyakan permintaan yang Elen inginkan.
"Saya tunggu sampai besok," jawab Lucky.
Pertemuan antara Elen dan Lucky berakhir.
Keesokan harinya.
Matahari sudah terbit dan menyilaukan jendela kamar Cika. Tepat pada saat Cika membuka matanya, ia mendapatkan notif pesan dari Irgi. Rasa risih Cika terhadap Irgi semakin bertambah. Tetapi tidak mudah bagi seorang Cika untuk mengabaikan orang yang pada saat itu hendak mendekati dirinya.
Sebab menurut Cika, belum ada kesalahan yang Irgi lakukan sehingga melukai hati Cika. Sampai akhirnya, Cika berpikir bahwa ia juga tidak boleh menyakiti Irgi terlebih dulu. Alhasil, Cika tetap merespon Irgi sampai sejauh ini tetapi tidak menggunakan perasaan.
"Selamat pagi, jangan lupa kuliah paginya," tulis Irgi pada pesan singkatnya.
Terlihat ada senyum tipis yang Cika sunggingkan, ini adalah bentuk perhatian sederhana yang mungkin disukai oleh beberapa perempuan. Tetapi, perlu diperahtikan kembali bahwa tidak smeua perempuan akan menyukai perhatian seperti ini.
Bahkan ada beberapa perempuan yang merasa risih jika seorang laki-laki terus saja mengganggu dirinya dengan ucapan selamat pagi, atau hanya sekedar pesan singkat yang bertujuan untuk mengingatkan si perempuan terhadap salah satu atau beberapa kegiatan.
"Tok tok tok," terdengar suara ketokan kamar Cika.
Tidak lama kemudian, Elen masuk. Elen mengantarkan sebuah paket yang terbungkus kotak coklat kepada Cika. Cika sontak saja bingung, sebab ia merasa bahwa dirinya tidak pernah memesan barang ke toko online dalam pekan ini. Dan semua barang yang ia pesan sudah ia terima di pekan yang lalu.
Lantas paket apa yang saat ini Cika terima?
"Apaanih, salah kali. Bukan punya gue," ucap Cika.
"Buka saja dulu," ujar Elen.
Elen keluar dari kamar Cika.
Dengan rasa penasaran dan mata yang masih berkunang-kunang, Cika mencari gunting kemudian mengambil kotak coklat itu dengan segera menggunting bungkusnya. Ia melihat ada beberapa camilan sehat seperti sereal yang biasa digunakan untuk sarapan pagi dengan berbagai jenis.
"Waw," teriak Cika.
Seperti anak kecil yang tengah melihat hadiah mengejutkan, seperti itulah ekspresi Cika pada saat itu. Terlihat dengan jelas, ada sebuah bungkus sereal yang selama ini Cika inginkan, tetapi sulit ia temukan di kotanya, bahkan hanya aka nada di beberapa toko ternama saja, dan kelihatannya sangatlah mahal.
Dari sekian banyaknya tumpukan sereal, Cika menemukan sebuah surat kecil yang bertuliskan, "Jangan lupa sarapan."
Perempuan mana yang tidak senang jika diperlakukan seperti itu, bahkan ketika si perempuan tidak tahu dari siapa asalnya paket itu.
"Sebentar, aneh banget. Dari siapa ini?" pikir Cika.
Terlepas dari pikiran Cika yang masih penasaran dengan siapa si pengirim paket tersebut. Cika melanjutkan hari-harinya seperti biasa. Hari ini ada jadwal kuliah pagi, dengan segera Cika bersiap-siap. Mulai dari mandi sampai sarapan, Cika tidak berhenti bersenandung, ia terlihat sangat bahagia.
Untuk pertama kalinya setelah kejadian kemarin, Fany bersuara dan bertanya kepada Cika, "Kenapa lo?"