Fany dan Cika terkejut mendnegar ucapan elen. Bagaimana tidak? Tanpa mereka ketahui ternyata orang yang dibantu oleh Elen saat kecelakaan sampai masuk rumah sakit adalah anak dari rektor di kampusnya, orang nomor satu di kampusnya? Hal ini adalah hal yang mengejutkan? Kenpa bisa bertepatan seperti itu?
Beberapa pertanyaan ditanyakan oleh Cika dan Fanys eperti bagaimana tanggapan dari rektor setelah mengetahui bahwa Elen yang membantu semua proses masuk rumah sakit anaknya. Elen mneceritakan semuanya dengan apa adanya.
"Prok prok prok," Cika dan Fany bertepuk tangan.
Mereka kagum terhadap sosok Elen yang bisa tiba-tiba menjawab pertanyaan mereka dengan sangat bijak. Dan Elen adalah orang yang sangat jarang untuk bersimpati kepada seseorang. Lantas kenapa saat malam itu Elen malah mempunyai niat untuk membantu Lucky? Dan tepat sekali Lucky adalah anak dari rektor di kampusnya.
Elen juga menceritakan tentang pertemuannya dengan Pak Chandra sewaktu berada di rektorat. Elen menceritakan semuanya sampai-sampai Fany menepuk paha Elen karena saking geregetannya. Dari ceritanya, Een berhasil menguras emosi dari Fany dan Cika.
"Gila sih, lo hebat banget. Kenapa ya? Sekalinya baik langsung dapat orang yang tepat?" gerutu Cika kepada Elen.
Elen menepuk pundak Cika dan memberitahu bahwa ini semua sudah diatur oleh yang mmepunyai takduir. Saat itu Fany berseru bahwa semua orang juga tahu kalau setiap manusia yang hidup pasti sudah memiliki takdir. Tidak ada yang mengelak semua itu.
"Roma-romannya bakal ada yang jadi mantu dari Pak rektor nih," seru Fany tiba-tiba.
Elen menepuk pundak Fany dan memberitahu bahwa hal itu tidak mungkin terjadi. Sebab Lucky yang terlihat sangat perfeksionis tidak akan cocok dengan Elen yang terlihat bobroj dan tidak suka diatur. Hal ini tidak akan membuat mereka bersatu sekaipun mereka menginbnkannya.
Elen juga mengatakan bahwa Lucky adalah orang baru di kota ini, ternyata Pak rektor di kampus mereka adalah seorang dudua dengan satu anak yang tempan. Dari situ, Fany dan Cika menatap Elen, Elen merasa sedang diinterogasi. Sebab ada banyak pertanyaan dan tuduhan yang diucapkan oleh Cika dan Fany kepadanya.
Untuk mengalihkan pembicaraan mereka, Elen mneyuruh mereka untuk segera menghabiskan makananya. Sebab takut mereka akan kembali larut malam dan gerbang kost akan ditutup.
"Apa kalian mau manjat gerbang terus jatuh kayak gue?" tanya Elen.
Fany dan Cika menggelengkan kepala. Mereka langsung menghabiskan makan malamnya dan segera kembali ke kost. Saat berada di dalam kamar kost, Cika yang sudah tertidur, Elen yang sedang menatap layar ponselnya, dan Fany sedang berada di dalam kamar mandi. Elen mendengar seseorang mengetuk pintu kostnya.
"Tok tok tok," suara ketukan itu terdengar.
Elen hendak membuka pintu kamar kostnya dan keluar, tiba-tiba saja lampu padam. Saat itu hanya ada ponsel di tangan Elen. Fany berteriak dari dalam kamar mandi, karena menganggap bahwa Elen sengaja memeatikan lampunya dari luar. Tetapi, Elen mmebritahu kalau listriknya padam, ia tidak sedang berniat untuk mengerjai Fany. Fany semakin takut sebab ini adalah malam jumat.
"Takut ih, ini kan malam jumat,' ucap Fany berteriak.
Mendnegar Fany yang mengatakan hal itu membuat Elen juga takut untuk bergerak dan membuka pintu. Elen berusaha untuk membangunkan Cika untuk menemaninya, tetapi Cika tidak bangun juga. Elen kesal dan memaki Cika yang saat itu tidur dan tidak mendengar satu suarapun. Dengan keberanian yang sudah Elen kumpulkan ia berdiri dan mencari jalan untuk membuka pintu.
Tetapi rasa takut itu masih saja menghantui Elen, ia ragu untuk membukakan pintu itu. Sekali lagi suara Fany terdengar dari dalam kamar mandi. Fany saat itu meminta tolong agar Elen mau mengantarkan posenlanya ke dalam kamar mandi, sebab tidak ada sedikit cahaya yang masuk ke dalam kamar mandi. Semenatara posisi Cika sedang mencuci mukanya.
"Disini juga gelap!" teriak Elen yang merasa kesal karena Fany terus berteriak.
Tanpa menghiraukan panggilan Fany untuknya, Elen menyalakan lampu senter dari ponselnya dan mencoba bertanya siapa di luar pintu, tetapi tidak ada jawaban. Ketukan pintu itu berhenti sebentar. Kemudian, terdengar lagi untuk kedua kalinya dengan suara ketukan yang lebih kencang. Elen bertanya lagi siapa orang di luar, tetapi tidak ada jawaban. Elen semakin takut.
Ia menyorotkan lampu senternya ke kaca di samping pintunya berharap dapat mengetahui orang di luar, tetapi Elen malah berteriak dan ketakutan sendiri ketiak melihat bayangan dirinya yang ada di kaca. Elen mengira bayangan itu adalah bayangan yang ia lihat dari luar.
"Huwaaa!" teriak Elen.
Fany mendengar teriakan Elen, ia merasa terkejut dan berkata, "Apaansih? Takut tahu!"
Elen tidak meresponnya, kemudian Elen memperhatikan kaca itu. Saat itu, ia baru sadar bahwa bayangan yang ia lihat di aca adalah bayangan dirinya sendiri. Elen menghela nafasnya kemudian berjalan lagi mendekati pintu. Kali ini Elen berusaha untuk lebih santai. Ia memutar kunci di pintu dan membukanya.
Tidak ada siapapun, dan saat itu Elen semakin panic ia takut dan memutarkan badannya. Suara pintu yangs engaja Elen tutup dengan keras terdengar sampai ke kamar mandi. Fany kembali terkejut, tanpa berpikir panjang lagi, dengan wajah yang masih dipenuhi dengan sabun tanpa dibilas, karena Fany terbiasa mendiamkan busa di wajahnya beberapa menit dulu. Fany berjalan keluar dari dalam kamar mandinya, ia meraba yang ada di dekatnya.
"Huwaaa!" teriak Elen tiba-tiba.
Elen merasa terkejut karena Fany yang tiba-tiba ada di dekatnya dengan tangan yang menyentuh bagian leher Elen. Medengar Elen yang teriak Fany juga ikut teriak. Keduanya saliang berteriak, seperti sedang melihat sebuah penampaka dan merasa beberapa sentuhan mistis. Nyatanya tidak, yang mereka takutkan hanya karena malam itu adalah malam jumat dan kebetulan mati lampu.
Selain itu, kondisnya terlihat horror. Setelah Elen mengetahui bahwa yang ada di dekatnya adalah Fany. Ia menepuk pundak Fany karena sudah semabarangan menyentuh dirinya, sampai ia terkejut. Elen merasa sangat dikagetkan dengan hal ini. Tanpa mereka ketahui ternyata suara teriakan mereka membangunkan Cika yang tertidur dengan nyenak. Saat Cika terbangun, ia melihat kondisi kamar yang sudah gelap dan tidak ada Fany ataupun Elen di dalam kamar, Cika memutuskan untuk keluar.
Cika keluar kamar tanpa menggunakan alat bantu penerangan sama sekali, kejadian yang sama terjadi lagi. Kali ini Cika yang tidak sengaja menyentuh tangan kiri Fany, Fany berteriak, disahut dengan teriakan Elen dan Cika. Akhirnya di malam itu mereka merasa ini adalah malam termistis yang mereka rasakan. Setelah mereka meneyadari bahwa Cika yang datang dari belakang, mereka saling menyalahkan satu sama lain.
"Tok tok tok," suara ketukan pintu itu terdengar lagi suasana kembali tegang.
Ternyata yang ada di balik pintu adalah…