Rencana Cika untuk membuat Irgi ilfil gagal total. Bukannya ilfil tetapi malah sebaliknya, Irgi jongkok di hadapan Cika dan ikut mengelap kakinya. Hal ini mmebuat Cika terdiam dan tidak tahu harus bagaimana. Ia memperhatikan Irgi yang tidak banyak bicara tapi langsung melakukannya.
"Jangan!" ucap Cika.
Saat itu di taman sedang banyak mahasiswa dari fakultas dan prodi yang lain hal ini mmebuat Cika malu ketika ada mahasiswa yang melihat kejadian ini. Memang romantic tetapi tidak ingin Cika biarkan seorang laki-laki seperti Irgi melakukan hal ini. Cika sedikit mulai berpikir bahwa Irgi adalah laki-laki yang baik.
Tetapi Cika berhanti memikirkan hal itu, ketika timbul pikiran negatifnya, cika berpikir Irgi hanya sedang curi-curi kesempatan saja. Ia melakukan hal ini hanya untuk mendapatkan kesempatan untuk menyentuh kaki Cika.
"Stop! Mesum!" ucap Cika seraya memukul Irgi dengan tasnya.
Irgi beranjak dan memperhatikan Cika, Irgi bingung kenapa iktikad baiknya malah ianggap mesuk oleh Cika? Cika segera pergi dari hadapan Irgi dengan raut wajah kesal. Tidak tahu apa yang sedang ada di pikiran Cika, Irgi hanya menatap langkah kaki Cika yang kepanasan akibat melepaskan alas kakinya.
Irgi menilai Cika perempuan yang labil, terlihat dari caranya berbicara dan tiba-tiba melakukan tindakan yang membuat Irgi terkejut seperti saat Cika memukul Irgi dengan tasnya. Dan kejadian konyol di dekat kamar mandi saat Cika tidak sengaja menabrak ember berisi air.
Tidak masalah, Irgi tetap merasa senang sebab ia sudah tahu nama dari perempuan yang selama ini ia kejar. Walaupun tidak sempat mendapatkan sikap baik dan berbicara banyak hal dnegan Cika. Irgi sudah merasa cukup senang dan terhibur melihat kekonyolan Cika hari ini.
Terlepas dari seperti apa penilaian dari Irgi untuk Cika dan kekonyolannya hari ini, kembali ke Elen yang saat itu harus pergi ke rektorat hanya untuk mendatangi seorang dosen yang saat ini sedang rapat di lantai 3 rektorat bersama dengan rekror dan para wakil rektor. Sekitar 1 jam lebih Elen menunggu dosen itu keluar dari ruang rapat.
"Kreek," suara pintu terbuka.
Elen melihat dosen yang sedang ia cari keluar dari dalam ruangan itu dengan langkah kaki yang terburu-buru. Sebelum Elen kehilangan jejak dosen itu, Elen segera menghampirinya bersama dengan beberapa mahasiswa yang menerima tugas sama seperti Elen.
Melihat mahasiswanya yang sedang menghampirinya dosen itu dengan sigap langsung mengeluarkan sebuah pulopen dari dalam sakunya, kemudian memberikan paraf kepada beberapa makalah yang sudah para mahasiswa bawa. Setelah itu selesai.
Elen menghela nafasnya, ia bergurutu tentang nyamannya menjadi seorang dosen yang memberikan tugas kepada para mahasiswanya kemudian mahasiswanya harus mengerjakannya dan membuang waktu banyak, setelah itu harus dikumpulkan tepat waktu sementara dosen hanya memberi paraf sebagai tanda bahwa mahasiswa itu sudah menyelesaikan tugasnya.
"Besok letakkan di meja saya," ucap dosen itu.
Apalah daya seorang mahasiswa, mereka hanya bisa mengatakan iya walaupun dalam hati mereka ingin skelai mengeluh tentang lelahnya mengerjakan tugas kemudian hanya duiberi paraf dan ditinggalkan begitu saja. Elen mengela nafasnya dan duduk di sebuah kursi.
Hitung-hitung menunggu nafasnya sudah teratur maka ia akan kembali ke luar. Elen yang saat itu hendak meninggalkan lantai 3 rektorat ternyata dipanggil oleh Pak Chandra, seorang rektor sekaligus ayah dari Lucky, laki-laki asing yang ia bantu kemarin malam.
Mendnegar namanya yang dipanggil, Elen menghampiri rektor itu. Dengan senyuman hangat, Par Chandar mengatakan bahwa kondisi Lucky sudah membaik. Elen sempat berpikir, baik atau tidaknya kondisi Lucky tidak akan berpengaruh besar kepadanya. Tetapi, elen hanya berani mengetakan itu di dalam hatinya, tidak berani mengatakan hal itu langsung.
"Bagus kalau begitu Bapak," ucap Elen.
Sikap ini adalah bagian dari sandiwara dan sikap munafik dari mahasiwa yang tidak mau mencari gara-gara dengan pimpinan ataupun orang yang berpengaruh. Sebab, terlepas dari sikap Elen yang ceplas-ceplos ia harus tetap terlihat sopan di hadapan orang yang menurutnya orang tersebut akan memberi pengaruh kepada hidupnya.
"Seandainya malam itu tidak ada kamu, saya tidak tahu akan seperti apa nasib anak saya, sekali lagi terima kasih ya," ucap Pak Chandra.
Elen hanya tersenyum. Setelah melakukan pembicaraan yang cukup membosankan menurut Elen, akhirnya ia bisa terlepas dari Pak Chnadra. Kebetulan mereka berpisah tepat di depan pintu ruang rektor. Dengan langkah kaki terburu-buru Elen berlari masuk ke dalam lift dan segera menekan tomobol untuk menu lantai 1.
Fany dan Cika sudah menunggunya di gerbang kampus. Mereka sudah punya agenda untuk mampir sejenak ke salah satu warung untuk makan. Maklum, mereka anak kost yang biaya hidupnya harus irit. Tidak ada namanya sarapan, yang ada hanya makan siang dan makan malam. Itulah sebabnya mereka tidak akan bangun ketika bukan H-2 jam dari jadwal mata kuliah yang akan berlangsung.
Sama seperti anak kost yang lainnya, mereka juga gemar nongkrong di sebuah café menikmati wifi yang lancar walaupun hanya memesan satu minuman yang harganya di bawah 10 ribu rupiah. Yah, memang harus sehemat itu, ingin bergaya tetapi juga harus tahu isi dompet.
Jam di tangan Fany sudah menunjukkan pukul 19.50, siapa sangka mereka selama 2 jam hanya duduk terdiam menikmati senja di pelabuhan. Dan sisanya mereka habiskan untuk menikmati makan malam di sebuah warung seafood yang baru saja dibuka.
Seafood? Fany adalah pecinta seafood, mungkin beda halnya dengan Cika dan Elen yang hanya menimati seafood tapi bukan pecinta. Kerang dan udah adalah makanan kesukaannya. Saat itu seperti biasa mereka memesan menu makanan yang mereka inginkan dan dinikmati bersama di warung itu juga. Sesederhana itu memang hidup mereka.
Tiba-tiba saja Elen hanya tercengang menatap jalan raya yang banyak dilintasi oleh pengendara bermotor. Dengan angin malam yang bertiup seraya menyeruput es teh di gelasnya, Elen menatap jalan raya itu dengan tatapan kosong. Tatapan kosong artinya mata tertuju pada satu tempat atau objek tetapi tidak memikirkan apapun.
"Woy!" ucap Fany menganggetkan Elen.
Elen terkejut dan menyelesaikan lamunanya. Tiba-tiba Elen teringat dengan Lucky. Elen hampir saja lupa, mengenai Lucky ini ia belum menceritakannya kepada siapapun, termasuk kepada Cika dan Fany. Saat Elen hendak membuka topik pembicaraan, pesanan mereka datang. Dan semua perhatian teralihkan kepada makanan yang sudah mereka pesan itu.
"Yeay selamat makan," ucap Cika.
Elen mengurungkan niatnya untuk bercerita.
Tetapi di tengah-tengah kenikmatan mereka menikmati makanan itu, mulut Elen tidak bisa menahannya dan ingin sekali rasanya menceritakan itu semua. Tanpa melihat situasi dan kondisi Elen akhirnya memulai topik.
"Laki-laki yang tabrakan semalam itu namanya Lucky. Anak Pak Chandra, rektor kita," ucap Elen tiba-tiba.
"Uhhuk uhhuk," Cika tersedak.
"Hah?" Fany tercengang.