Efek dari roh yang belum seratus persen mengumpul di tubuh Elen, akhirnya tanpa ia sadari, ia telah menabrak dinding kamar mandi yang ia kira jarah dari tempatnya berdiri dnegan dinding kamar mandi masih jauh. Ternyata efek kantuk yang ada pada diri seseorang membuat dirinya melakukan sesuatu yang konyol.
Fany yang mendengar suara gaduh dari dalam kamar mandi menengok ke dalam kamar mandi kebetulan pintu kamar mandi belum Elen tutup. Mereka melihat Elen yang saat itu masih terdiam dan mengelus kepalanya yang terasa sakit akibat terbentur dengan dinding.
Sebagai seorang sahabat yang baik di jaman seperti ini bukannya menolong temannya yang sedang kesusahan tetapi, mereka malah menertawakan apa yang sedang menimpa Elen. Mereka bahkan mengucapkan syukur atas kejadian itu, hal ini membuat Elen geram, akhirnya Elen memukul mereka satu persatu dengan gayung di tangannya.
"Aduh," keluh Fany dan Cika bergantian.
"Rasain, temannya kena masalah bukannya ditolongin malah diketawain, sudah ah!" ucap Elen.
Setelah mandi dan berapakaian, Elen, Fany dan Cika segera mengendarai motor mereka masing-masing dan melaju ke kampus. Jaraknya tidak terlalu jauh, namun cukup menguras tenaga jika mereka memilih untuk berjalan kaki. Bisa dikatakan juga bahwa mahasiswa dan mahasisiwi jaman sekarang malas untuk melakukan banyak gerak.
Mereka melajukan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata, sebab waktu sudah menunjukkan pukul 09.10, itu artinya 5 menit lagi kelas mata kuliah dari dosen killer akann segera dimulai. Fany, Cika dan Elen tidak mau kena marah oleh dosen ini, sebab sekalinya kena marah, maka nilai mereka akan secara otomatis C.
"Cepetan!" teriak Fany memberitahu.
Fany, Cika dan Elen berlari menuju lantai dua tempat ruang kelas yang digunakan oleh dosen. Tepat saat mereka baru saja duduk, dosen itu datang. Mereka bersyukur akhirnya bisa mengikuti kelas dengan aman. Sampai akhirnya, dosen tersebut memerintah semua mahasiswanya untuk berdiri dan tidak boleh duduk kembali sebelum mereka berhasil menjawb pertanyaan yang diberikan oleh dosen tersebut.
Hal ini mendapatkan protes dari beberapa mahasiswa di dalam kelas, tetapi namanya juga dosen, tetap saja dosen yang akan menang. Dosen itu melanjutkan misinya untuk memebrikan pertanyaan dadakan kepada mahasiswanya. Sampai akhirnya jam mata kuliah berakhir tersisa satu mahasiswa yang tidak bisa menjawab pertanyaannya, yaitu Cika.
Semua mata tertuju kepada Cika, sontak saja Cika merasa sangat malu. Tiba-tiba saja dosen itu mengatakan bahwa Cika akan mendapatkan tugas tambahan darinya. Akibat tidak bisa menjawab pertanyaannya dan Cika diperintahkan untuk segera menyelesaikan tugas tambahan itu selama waktu sehari. Jadi besok saat hendak masuk mata kuliah, ia harus mengumpulkan tugas itu di meja dosennya.
"Serius Pak?" tanya Cika.
"Masih ngebantah? Mau saya kasih tugas tambahan?" tanya dosen itu dengan suara keras.
Melihat ekspresi wajah dosen dengan kumis lebat di bawah hidungnya membuat Cika bungkam dan hanya bisa menggelengkan kepalanya. Cika mengikuti hukuman yang diberikan oleh dosen killer itu. Berharap semuanya baik-baik saja, tetapi benar realita tidak semanis ekspetasi.
Sejak selesai mata kuliah sampai sore hari, Cika berada di dalam perpustakan fakultas untuk mencari beberapa buku yang bsia ia jadikan bahan dari tugasnya. Dengan hati kesal serta rasa tidak ikhlas, Cika mengerjakan semua tuganya. Elen dan Fany tidak bisa meninggalkan Cika begitu saja, jadi mereka berinisiatif membantu Cika.
Cika mengambil salah satu buku di rak buku, saat itu bertepatan dengan tangan seseorang yang juga mencoba mengambil buku yang sama dari arah yang berbeda. Karen tidak tahu, Cika terus menarik buku itu, begitu juga dengann seseorang di sudut rak yang lain.
Akhirnya Cika mendaptkan bukunya, dan ia melihat seorang laki-laki yang sebelumnya tidak pernah ia lihat berada di balik rak. Cika hanya menatap matanya yang saat itu terus saja memperhatika Cika tanpa berkedip. Terlihat dari penampilannya, sepertinya ia anak yang hidup tanpa aturan.
Cika meninggalkan bagian rak itu dan berjalan menuju rak buku yang lain, Cika tidak menghiraukan laki-laki itu. Tetapi, laki-laki itu seperti mencoba untuk mendekati Cika, ia berjalan sesuai dengan langkah kaki Cika berjalan, jadi hampir setiap bagian rak buku Cika melihat laki-laki yang sama.
"Lo ngikutin gue?" tanya Cika tiba-tiba.
"Nggak," jawab laki-laki itu.
Mendengar jawaban singkat dari laki-laki itu Cika langsung pergi ke bagian rak yang lain. Sekali lagi, laki-laki itu mengikuti Cika, Cika menoleh dan hendak memarahinya, tiba-tiba saja tangan laki-laki itu menutup mulut Cika yang saat itu sudah terbuka beberapa centi. Cika menatap laki-laki itu dengan tatapan mata membuka lebar.
"Ssstt! Ini perpus, jangan teriak!" ucap laki-laki itu.
Setelah itu, ia melepaskan tangannya dari mulut Cika. Tiba-tiba saja ia mengulurkan tangannya ke hadapan Cika. Cika sudah merasa bahwa laki-laki ini sejak awal sudah mengincer dirinya yang saat itu sedang berada di dalam perpustakaan. Cika tidak menghiraukan dirinya, ia malah pergi dari hadapan laki-laki itu.
Seperti tidak mengerti bahwa penolakan sudah Cika sampaikan, laki-laki itu terus mengejar Cika dan mengatakan bahwa ia ingin berkenalan dengan Cika, semakin mendengar kalimat itu, Cika semakin yakin bahwa laki-laki itu sedang berusaha untuk memancing Cika. Ia hanya sedang penasaran dengan Cika.
Cika semakin sok jual mahal, ia pergi lagi dari hadapan laki-laki itu dan berjalan menghampiri Elen dan Fany yang saat itu tengah mengetik beberapa jawaban dari tugas Cika. Cika terlihat masih menoleh ke arah laki-laki yang sebelumnya mengejar dirinya. Perlu kalian ketahui, perempuan sebenarnya ingin hanya butuh melihat perjuangan lebih dari laki-laki yang ada di dekatnya.
"Irgi, kenalin gue Irgi," ucap Irgi seraya menyodorkan tangannya ke Cika secara tiba-tiba.
Fany, Elen dan Cika melihat Irgi yang saat itu tiba-tiba saja menyodorkan tangannya kepada Cika, melihat Cika yang tidak menerima jabatan tangannya, Irgi menurunkan tangannya dan menghela nafas. Bukannya pergi, Irgi malah duduk di dekat Cika. Fany dan Elen menatap satu sama lain seperti sedang memberi kode. Sementara Cika merasa hal ini sengaja Irgi lakukan hanya untuk menarik simpati Cika saja.
"Oke lanjut saja, mana lagi?" tanya Cika kepada Elen yang saat itu sedang mengetikkan jawaban dari tuganya.
"No 5 belum," jawab Elen.
Cika dan Fany mencari jawaban dari soal yang dimaksud oleh Elen, terlihat Cika dan Fany kebingungan, tiba-tiba saja tanpa diminta dan diberi izin untuk berbicara, Irgi memberitahu salah satu referensi untuk mencari jawaban dari soal yang mereka maksud.
"Buka buku ini bagian pengembangan komunikasi," ucap Irgi.
Fany, Elen dan Cika terdiam mendnegar pernyataan Irgi.
"Sok asik," gerutu Cika.
Irgi tidak peduli, ia tetap di tempatnya. Apa yang Irgi inginkan?