"Brakkk!" suara tabrakan terdengar.
Fany, Elen dan Cika menghentikan mulut mereka yang sedang mengunyah dan menikmati pecel lele di pinggir pelabuhan itu. Mereka keluar dari warung pecel lele itu dan melihat keluar, ternyata benar. Tabrakan antara motor dan mobil sudah terjadi.
"Serius sih, ini nih malam minggu apes," gerutu Cika.
Elen adalah orang yang spontanitas, ia segera menghampiri sumber kecelakaan itu. Ia dapat melihat seorang pengendara mobil yang terluka dan tidak sadarkan diri karena menghindari laju sepeda motor yang sangat cepat. Sementara pengendara motor itu tergeletak di aspal namun dalam kondisi yang masih sadar.
Melihat seseorang di dalam mobil yang sudah tidak sadarkan diri, Elen dengan sigap langsung meminta bantuan kepada beberapa orang yang ada di dekatnya untuk membawa pengemudi mobil itu ke rumah sakit terdekat.
Elen yang sudah berada di tengah kerumunan meninggalkan Cika dan Fany yang saat itu kebingungan karena tidak melihat dirinya. Tidak lama dari itu, Elen kembali ke warung pecel lele itu dan memberitahu bahwa ia harus mengantarkan sesoerang ke rumah sakit, sontan Cika dan Fany terkejut dengan tindakan mulia yang dilakukan oleh Elen.
"Hah?" ucap Cika dan Fany.
"Iya, gue mau nganterin orang itu ke rumah sakit," ujar Elen.
Elen yang terkenal sangat galak, emosi, egois dan tidak suka berkata lembut menjadi seorang penolong? Seperti sedang tertempa roh baik dalam tubuhnya. Elen mengabaikan Cika dan Fany yang masih tidak percaya kepadanya. Elen meninggalkan Cika dan Fany seraya memberitahu bahwa ia akan kembali ke kost terlambat.
"Jangan lupa, bayarin makanan gue," ucap Elen.
Masih dengann wajah bingung dan tidak percaya, Cika dan Fany duduk seraya menghabiskan makanan mereka. Sementara Elen menemani seorang laki-laki, korban kecelakaan itu yang tidak ia ketahui siapa namanya. Saat di perjalanan menuju rumah sakit, Elen terlihat sangat cemas dengan kondisi laki-laki itu. Wajahnya yang dipenuhi darah membuat Elen khawatir akan keselamatannya, setiap beberapa menit sekali Elen mengecek denyut nadinya.
"Cepetan dong Pak," pinta Elen.
Sesampainya di rumah sakit, Elen langsung mendaftakan si korban dan membiarkan si korban di bawa ke ruang tindak lanjut. Setelah melakukan semua pendaftaran, Elen menunggu dokter keluar dari dalam ruangan itu untuk mengetahui bagaimana kondisi si korban. Ada hal aneh yang Elen rasakan, ia seperti sedang tidak menjadi dirinya sendiri.
"Kenapa gue peduli banget sama orang ini?" tanya Elen kepada dirinya sendiri.
Elen kembali mengingat pertama kali ia melihat wajah si korban di dalam mobil, seperti langsung ada keinginan untuk menolongnya. Akhirnya, tanpa berpikir panjang, Elen membawa si korban ke rumah sakit, tanpa peduli tahu siapa korban itu dan dari mana asalnya.
Terlepas dari Elem yang masih bingung dengan dirinya sendiri, di dalam kamar kost Cika dan Fany juga ikut memikirkan kenapa Elen sangat perhatian kepada orang yang baru ia lihat saat kecelakaan? Padahal sejauh mereka bersahabat, mereka sangat mengenal Elen, ia adalah orang yang cuek dan tidak peduli kepada orang yang tidak ia kenal. Jangankan kepada orang asing, kepada teman satu kelas saja Elen pilah-pilih untuk membantu. Tetapi, kenapa dengan orang ini tidak?
"Aneh gak sih? Kok tiba-tiba Elen jadi baik gitu?" tanya Cika.
"Huhuhu aneh banget, tapi lebih aneh lagi Aldo, kok bisa ya dia setega itu sama gue?" tanya balik Fany dengan topik yang berbeda.
Mendengar pertanyaan Fany yang melenceng dari topic pembicaran, Cika menengok dan melihat Fany yang saat itu masih duduk di pojokan dengan memandangi foto dirinya berasa dengan Aldo di galeri ponselnya. Sontak saja, Cika memeluk Fany dan memberitahu Fany bahwa Aldo bukan yang terbaik untuk dirinya, seandainya Aldo memang yang terbaik, maka Aldo tidak mungkin menyakitinya.
Cika memutuskan untuk mengabari Fany dan menyuruhnya untuk segera kembali, sebab gerbang kost akan segera ditutup mengingat sudah menunjukkan pukul 23.30, tetapi Elen memberitahu bahwa ia akan menunggu sampai dokter keluar dari ruang penanganan si korban. Hal ini membuat Cika dan Fany semakin bingung, ada apa dengan Elen.
Sampai akhirnya dokter keluar dari ruang penanganan, spontan Elen beranjak dari tempat duduknya dan bertanya bagaimana kondisi korban. Dokter memberitahu bahwa korban baik-baik saja. Dan menyarankan agar Elen segera mengabari keluarga si korban. Elen bingung ia harus mengabari siapa?
"Pasien bisa dijenguk, namun tetap dalam kondisi yang tenang," ucap dokter.
Dokter pergi meninggalkan Elen, Elen melihar para perawat yang memindahkan si korban dari ruang penanganan menuju ruang rawat inap. Elen mengikuti para perawat itu. Selama berada di ruang rawat inap, Elen yang menemani laki-laki tidak dikenal itu. Elen masih mencaritahu siapa laki-laki itu, sementara ia tidak menemukan identitas apapun dari si korban.
Elen hanya terdiam seraya menatap tubuh si korban yang hanya terdiam. Tiba-tiba Elen melihat tangann di korban yang bergerak perlahan demi perlahan, Elen menghampirinya, si korban membuka matanya dan melihat ke Elen. Ia memberi isyarat agar Elen mendekatkan diri kepadanya.
Dengan ragu Elenpun mengikuti apa yang diinginkan oleh si korban. Ternyata ia berbisik agar Elen menghubungi nomor yang tertera di kartu nama tepat di dalam dompetnya. Dompet laki-laki ini berada di dalam tas yang dari tadi Elen bawa dari dalam mobilnya. Elen membuka dan mencari kartu nama yang dimaksud.
"Ini?" tanya Elen seraya menunjukkan kartu nama itu.
Si korban mengangguk.
Elen melihat ada nomor keluarga Chandra Wirantara, namanya sama dengan rektor di kampusnya. Tetapi, Elen menganggap bahwa hal ini hanya kebetulan saja, dengan berani Elen menghubungi nomor itu. Tidak lama kemudian ada suara seseorang menjawab panggilan Elen, ia mendengar suara serak-serak basah seorang laki-laki tua, tanpa basa-basi Elen memberitahu bahwa salah satu anggota dari keluarga Chandra Wirantara berada di rumah sakit.
Tidak lama memberitahu hal itu, Elen mengakhiri pembicaraan mereka. Elen melihat ke mata si korban yang sedari tadi memperhatikan dirinya. Elen mendekatkan lagi wajahnya dan bertaanya siapa nama laki-laki itu.
"Lucky," jawabnya singkat.
Elen kembali duduk dan tidak banyak bertanya lagi kepada Lucky, laki-laki dengan tubuh tinggi dan kulit putih bersih yang baru ia temui pasca kecelakaan itu. Elen menunggu keluarga Lucky datang setelah itu ia akan kembali ke kostnya.
Jam dinding menunjukkan pukul 02.00 dini hari, Elen menatap tubuh Lucky yang maish terbaring lemah dan mata yang terus terpejam, ia menunggu seseorang datang dan mengatakan bahwa mereka adalah keluarga Lucky, maka setelah itu terjadi Elen akan pergi dan beristirahat di atas kasur kostnya.
"Kreek," suara pintu terbuka.
Elen terkejut.