Panas sinar matahari mulai tidak sampai kedalam hutan ini. Dihari yang siang Solor telah tiba di perbatasan, yang mana perbatasan ini didalam hutan tepat di kaki Pegunungan Lumut dengan ditandai sebuah bangunan Gapura terbuat dari batu kapur yang sudah tertumbuhi lumut dan juga beberapa jeratan sulur dan akar pohon trembesi. Wilayah hutan kaki Pegunungan Lumut didepan gapura terdapat persimpangan jalan tanah yang mengarah ke berbagai wilayah Sanajayan. Di persimpangan jalan tanah Solor menghentikan kudanya diantara gapura perbatasan dan juga jembatan putih memiliki panjang sekitar sepuluh meter yang banyak ditumbuhi lumut dan beberapa pohon pinus tumbuh disekeliling jembatan itu menunggu adanya reaksi mendengar sebelumnya ada sekelompok perompak dan juga tembakan anak panah yang meneror seorang pengelana dari kerajaan jauh diluar Sanajayan.
Diangkatnya tangan kirinya yang diolesi tinta bolpoin di Warung dan Pondok Kecot Sebelumnya sambil sedikit mengelus elus rambut kudanya dari atas kebawah. Tinta biasa yang mudah pudar ini memang di sengaja dibuat Solor agar tetap kering dan terlihat hitam untuk memancing adanya sekelompok perompak yang mengancam untuk membunuh orang yang telah mencelupkan jarinya ke tinta apabila orang yang sudah tertandai dengan tinta itu keluar kota.
Tidak lama kemudian dengan tidak mau menunggu lama Solor memutuskan memulai lagi perjalanannya ke Wijonayem melewati Jalur Lumut. Sebelum Solor memukul striup yang dipijaknya ke perut kuda dia mendadak melihat dari kejauhan sebelah kanannya kabut yang memudar lalu keluar muncul pengendara kuda dari arah barat yang sepertinya dari Nawijem. Seketika Solor memegang tali kekang kudanya dan mulai menariknya membelokan kearah lajuan pengendara yang mau menuju ke persimpangan gapura ini. Semakin mendekat pengendara kuda itu semakin tampak jelas seorang pengendara lebih muda dari Solor yang memiliki jenggot tipis daripada kumisnya memakai baju ketat lengan pendek sebahu bergaris kuning pada sisi bahu dan leher memakai penutup kepala kain jarik berwarna coklat kekuningan bergambar batik yang ditali mirip udeng dan kedua telinga memakai sumping dari kuningan logam sama dengan anting yang dipakainya berentuk bulatan yang pinggirnya di kelilingi manik manik berhenti dihadapan Solor.
" Apa kabar tuan"
Kata Solor menyapa orang itu
" Ada apa?"
Tanya pengendara kuda yang bawahannya di liliti kain jarik berbatik berwarna coklat kekuningan selutut.
" Tuan dari mana?"
Tanya Solor kepada pengendara itu
" Kenapa memangnya?"
" Anda tahu jalan tercepat menuju ke Wijonayem?"
Tanya pengendara kuda itu
" Oh saya juga hendak pergi kesana, Jalan tercepat masuk kesitu"
Jawab Solor kepada pengendara kuda yang berhenti di depannya sambil mengangkat tangan kanannya menunjukan gapura di sampingnya.
" Benda mujarap apa yang anda miliki?"
Tanya pengendara kuda itu tanpa melihat gapura yang sudah ditunjukan Solor
" Angkrang"
Jawab Solor sambil sedikit mengangkat jarinya yang diolesi tinta bolpoin bermaksud menunjukan ke orang itu
" Kenapa?, apa anda punya masalah? Aku tidak mau melewati pegunungan Lumut"
Kata pengendara itu
" Anda dari mana tuan?"
Tanya Solor lagi kepada pengendara kuda itu yang masih sama diatas punggung kuda berhadapan
" Ada apa?, Apakah anda punya benda sakti?"
Kata pengendara kuda itu
" Baiklah tuan, silahkan lanjutkan perjalanannya"
Kata Solor kepada pengendara kuda itu
Solor mengetahui kalau orang asing ini tidak mengerti apa yang dia tunjukan pada jarinya yang diolesi tinta.
Seketika pengendara itu menghentakan kuda yang di kendarainya untuk mulai melaju melewati Solor dengan kencang menjauhinya berlari di samping Sungai tertelan batang pohon pohon dan juga kabut.
Solor turun dari kudanya di tengah persimpangan jalan tanah berjalan sambil melepaskan tali kekang kuda menuju jembatan disebrang jalan tanah depan gapura. Setiba di jembatan itu Solor mendekati tiang obor yang ada pada sisi pojok jembatan setinggi dada manusia. Dilihatnya bagian obor tiang it u dan dimasukan tangannya kedalam wadah pengisian batu bara lalu diambilnya satu dari beberapa batu yang tertumpuk di wadah batubara dibawa dan dilihatnya lebih dekat. Melihat batu bara kecil yang dipegangnya tampak berair dan sebagian ditumbuhi lumut membuat Solor mengerik menghilangkan lumut dari batubara itu hingga bersih lalu mengambil lagi lebih banyak batu batu bara lalu dia duduk diujung jembatan sambil diletakannya batu batu bara itu ke jembatan. Dilihatnya semua batu bara ditumbuhi lumut yang lain tampak basah dengan itu Solor memulai mengerik lumut pada batu bara yang ditumbuhi lumut hingga bersih. Setelah semua lumut dihilangkan oleh Solor, dia mencoba mengambil batu lagi di wadah batu bara obor yang ternyata tinggal dua buah batu. Melihat ada lumut yang tumbuh tetapi tidak sekujur batu dia mencoba mengerik menghilangkan lumutnya dari batu bara itu. Setelah semua terlihat bersih dari lumut Solor meletakan lagi batu bara kewadah yang ada pada tiang obor hingga semuannya masuk kedalam wadah. Diambilnya batu pematik yang biasa dipakai Solor dari sabuk otoknya dua buah satu dipegang tangan kiri satunya dipegang tangan kanan, dengan berjinjit kaki Solor agar lebih tinggi mencoba mematikkan bunga api yang di gesekan dari batu pematiknya ke batu bara yang sudah dibersihkan dari lumut. Dicoba beberapa kali percikan api yang timbul dari gesekan pematik tidak juga menyalakan api pada batu bara. Solor mencoba lagi membuat percikan api dari gesekan batu pematiknya tetapi tetap saja pematiknya yang hanya mengeluarkan bunga api tidak membakar batu baranya.
" Tidak bisa, batunya terlalu basah"
Gumam Solor seraya memasukan batu pematiknya ke sabuk otok yang ada di pinggangnya
Solor melanjutkan berjalan menuju kudanya yang bediri di tengah persimpangan jalan tanah.
" Tidak mau menyala Wus wus"
Ucap Solor sambil menepuk paha kudanya seraya memanjat striup kudanya untuk menunggangi
Dipijak striup kuda disusul kaki satunya hingga Solor duduk di sadel kuda dengan nyaman yang juga mengambil tali kekangnya untuk ditarik memulai menjalankan kuda. Berjalan memasuki gapura putih berlumut dengan jalan tanah di bawahnya memandu kemana perjalanan ke Wijonayem akan dilanjutkan.
Ditariknya kekang lebih erat sembari memukul perut samping kuda dengan striupnya mempercepat larian kuda yang mengikuti jalan tanah yang lama kelamaan berubah menjadi susunan paving segi delapan sisi yang tertata membentuk seperti jalan setapak.
Mengetahui ini Solor telah berada di Jalur Lumut.
Lima tahun sebelumnya Solor melewati jalur ini yang terakhir dia berpatokan pada tebing jurang pegunungan sebagai panduan jalan sampai menemukan jembatan berlumut. Karena jalan paving yang kebanyakan hilang karena kondisi alam membuat orang orang kesulitan menempuh jalan menuju Wijonayem dari Pegunungan Lumut, sehingga kebanyakan orang orang memilih jalan sebelah timur tidak melewati Pegunungan Lumut tetapi jalan itu memerlukan separuh perjalanan dari pada Jalur Lumut.
Karena ingin cepat bertujuan menemui Wandarimo di Wijonayem guna mengetahui seluk beluk Akik Kumenteng yang pernah dimiliki Wandarimo mendadak di turunkan melalui hadiah Sayembara membuat Solor terpicu adanya keganjalan dikarenakan pembuatan Akik Kumenteng tersebut masih belum jelas. Sepengetahuan Solor akiknya dibuat oleh budak penambang tetapi disisi lain dari kerajaan Alingkukoh Akik Kumenteng adalah buatan Ayah dari salah satu budak penambang bernama Hartoko.
Keganjalan ini membuat Solor yang ahli dalam menjinakan hewan didatangi pengetahuan kejadian ini memungkinkan timbul adanya sistem keajaiban. Mekansime yang menimbulkan keajabian itu entah nantinya akan berada di kegelapan atau cahaya yang Solor berharap sistem keajaiban itu tetap dalam lingkup kemurnian cahaya yang maka dari itu Solor memulai mencari tahu seluk beluk Akik Kumenteng.
Larian kuda Solor terus melaju melewati hutan hingga tiba berada di lereng Pegunungan Lumut. Melalui jalan yang sedikit terjal naik yang segalanya tampak hijau muda tertimbun tertutupi lumut membuat kuda Solor melakukan beberapa kali lompatan menghindari sesuatu yang sekiranya menghalangi jalannya. Medan hutan yang semakin rimbun, banyak tanaman paku pakuan dan tanaman kecil lainnya menjadi sedikit ringsek, yang awalnya batang batang lurus pohon pinus kini berbubah batang batang pohon besar berlenggok lenggok. Sambil melihat kebawah Solor mencari jalan paving yang mulai hilang, larian kuda yang cepat membuat Solor kehilngan arah jalan paving yang sebelumnya dia ikuti sekarang mengarah lurus atau belok lama kelamaan samar tak terlihat.
Banyaknya pohon pohon besar yang tumbuh begitu rapat satu sama lain membuat suasana hutan Pegunungan Lumut selalu teduh akibat sedikit sinar matahari yang masuk kedalam hutan.
Sampai pada permukaan tanah yang agak miring ditumbuhi pohon pohon besar berlumut yang mana permukaannya lebih agak naik, Dengan mengetahui ada sebuah bongkahan batu lonjong raksasa yang mencuat menjulang agak tinggi didepannya agak kesamping, tali kekang kudanya sedikit ditarik diarahkan berlari ke bongkahan batu lonjong berserat garis warna hitam dan bagian bawahnya yang di penuhi lumut dan juga beberapa jamur warna putih kekuningan. Setiba mendekati bongkahan batu lonjong yang didepannya sekaligus kudanyanya melompat hingga berada di atas batu lonjong yang lumayan tinggi mencuat kini kuda Solor berjalan menaiki bongkahan batu. Dilihatnya sekeliling hutan oleh Solor diatas batu lonjong yang tinggi, di tanah miring rimbun tampak sepi dari kejauhan, tidak ada hewan mamalia atau reptil dilihatnya dari atas batu mengelilingi hingga menghadap keatas tertuju di ranting ranting pohon yang terbalut asap kabut mengira ada hewan yang sedang bergelantungan, banyak tanaman hijau dan lenggokan batang batang pohon raksasa sebagian jauh yang terlahap asap kabut menghalangi pandangan Solor yang sedang mengamati mencari tanda adanya tepian jurang
Berdiri agak lama diatas bongkahan batu lonjong yang mencuat keatas dikelilingi kabut tipis dengan kondisi hutan berlumut ditumbuhi milyaran tanaman fungi dimana mana, kuda Solor mulai menghentakan kakinya diarahkan menuruni bongkahan batu dengan pelan hingga mencapai tanah. Di pukullah lagi perut kuda dengan striup mengode kuda yang dikendarai Solor untuk memulai berlari menelusuri hutan guna menemukan tebing. Berlari melewati semak semak yang tanah nya tidak keras ditumbuhi rumput kecil, Solor mulai kehilangan arah karena Jalur Lumut yang sudah lama tidak dilihatnya kini lanjut mencari tebing yang mana tebing ini nantinya terdapat sebuah jembatan yang dijuluki Jembatan Lumut.
Jembatan Lumut ini bisa mudah di temukan dari antara hutan belantara tua yang sedikit memancarkan cahaya sinar matahari Pegunungan Lumut ini, harus menjumpai deretan tebing potongan Pegunungan Lumut. Tebing akibat retakan tanah yang memisahkan Pegunungan Lumut berasal dari Lemah Angker karena geografis ini membuat adanya sebuah jalan menghubungkan retakan tebing yang dijuluki Jembatan Lumut.
Akibat Jalur Lumut yang hilang termakan ganasnya ekosistem hutan membuat Solor terus berlari mengendarai kudanya harus mencari jurang tebing untuk menemukan Jembatan Lumut salah satu jalur yang memandu jalannya ke arah Wijonayem.
Dalam perjalanannya yang gigih, membawa Solor sampai pada wilayah Pegunungan Lumut hampir saja memasuki wilayah tengah atau sudah menempuh seperempat perjalanan Jalur Lumut. Keadaan sinar matahari semakin banyak tertutupi dedaunan pohon teduh raksasa menjadi hutan lebih redup kekurangan cahaya, dan juga kabut yang semakin tebal membuat pandangan Solor menyempit beradius tujuh meteran kuda yang dikendarainya tetap melaju di permukaan tanah empuk berlumut sedikit naik menggasak semak belukar kadang melompati batu dan juga beberapa tumbangan batang tertutup lumut ditumbuhi sedikit jamur putih kekuningan.
Hingga mencapai tempat, dimana tempat itu kondisi tanahnya agak naik keatas, banyak tanaman paku pakuan dan tanaman suweg rimbun seperti biasa, seakan akan semuanya berwarna hijau dan rapat di tumbuhi batang batang berlenggok raksasa penuh lumut. Dilihatnya sekeliling sekitar banyak ranting dan dahan pohon berlenggok lenggok keatas sebagian menyamping tertutupi lumut berumur ratusan tahun sampai daun lumutnya panjang jatuh kebawah seperti layu. Dibalik batang pohon raksasa diantara banyaknya dedaunan sejenis fern dan tanaman suweg setinggi mulut kuda yang dilalui Solor, sambil berlari kadang juga melompati medan yang terjal, tali kekang kuda yang ditungganginya mendadak di tarik dipaksa untuk berhenti ketika Solor melihat sesuatu yang jarang dia lihat sebelumnya.
Didalam hutan lebat dibawah dari antara beberapa pohon trembesi yamg memiliki batang berukuran besar berlenggok lenggok dipenuhi lumut dan beberapa tumbuhan hijau menempel serta dahannya yang seakan akan mencengkram langit langit hutan berkabut hijau muda, Solor mendadak dibuat berhenti ketika melihat dari kejauhan diatas tanah yang miring tampak samar sesuatu yang besar berwarna keunguan tehalangi gelombang embun hijau merebah perlahan naik turun, berjalan pelan menuju sebuah objek yang tidak biasa dia lihat sebelumnya membuat Solor mengarahkan kudanya berjalan membuyarkan kabut didalam hutan. Berjalan agak cepat dengan jalan yang agak naik, Objek besar keunguan itu lebih terlihat ketika kabut semakin menipis di hampiri oleh Solor hingga semakin dekat berjarak lima meteran Solor melihat Sebuah tanaman bunga talas raksasa berwarna ungu menyebar ke magenta di tengah tengah area sangat rimbun dengan semak belukar tumbuhan paku pakuan ditambah pantulan warna lumut dimana mana membuat semuanya berwarna hijau seluruhnya. Beberapa tumbuhan bunga raksasa berwarna Magenta keunguan dan putik putih kekuningan menjulang tinggi yang sedang mekar sempurna layaknya letusan gunung berapi diatas tanah yang agak miring terlihat dari bawah nampak kontras mengalihkan pandangan Solor yang awalnya sedang mencari tepian tebing, kini sedang berhenti mengendarai kudanya menuju mendekati sekelompok bunga raksasa berwarna magenta keunguan diantara selah selah kabut yang semakin dia dekati semakin memudar tampak lebih jelas.
Turun dimulai kaki mendaratkan ke sebuah batang pohon rapuh seperti mau membusuk dipenuhi lumut Solor dari kudanya seraya melepaskan tali kekang kuda berada dibawah bunga mekar raksasa berwarna ungu magenta yang tumbuh ditanah agak miring keatas.
" Kenapa bisa tumbuh banyak disini"
Ucap Solor berjalan mengangkat kakinya lebih tinggi menghindari semak menghampiri bunga raksasa.
Berjalan dengan sedikit kesulitan karena langkahnya yang terhalangi dedaunan semak belukar dan tanah agak naik yang banyak batu licin berlumut lembab menuju mendekati bunga raksasa itu.
" Heyy... aku ingat dengan baumu"
Gumam Solor kagum melihat sambil memegang mahkota bunga yang lebar sambil menariknya kebawah dari pada baunya yang seperti bangkai membusuk
Ditariknya mahkota bunga yang besar dan lebar itu kebawah lagi ingin melihat kedalam bunga karena tubuhnya yang pendek. Menggerakan kaki berjalan mengikuti tanah yang agak naik mengintari bunga raksasa hingga dia berada di tanah atas bunga bunga raksasa itu tumbuh terlihat jelas bunga raksasa berwarna ungu ke magenta bermekaran dengan sempurna memiliki putik ditengah setinggi dua meteran yang dipenuh lumut mulai dari bagian atas kebawah disekeliling tanaman semak fern dan beberapa dedaunan talas yang hijau.
" Tidak ada serangga, yang membantumu ?
Gumam Solor seakan akan kenal dengan mereka sambil melihat isi dalam bunga yang tengahnya terdapat putik setinggi dua meteran
Solor melihat disekitar bunga itu mencari adanya suweg buah dari tanaman itu. Berjalan lagi sambil membuka daun tenaman tanaman yang menghalangi permukaan tanah melihat isi tanah mencari yang mungkin ada buah suwegnya.
" Kalau saja ada buahnya, akan aku buat penyimpanan makanan"
Gumam Solor sambil menggeledah isi permukaan tanah yang tertutup lautan semak semak
Dengan gemirang dibukanya membungkuk melihat isi dalam tanah sambi berjalan disekitaran bunga raksasa itu mencari umbi suweg untuk nantinya persediaan makanan dimana didalam hutan Pegunungan Lumut belum tentu bisa menemukan pohon atau tanaman buah lainnya yang akan di temukannya lagi.
Pencariannya terhenti ketika Solor melihat tonjolan tanah yang berbeda ketika beberapa kali menyelusuri semak semak sekitar bunga raksasa, membungkuk di pijatnya tanah itu tampak keras dengan daripada tanah yang di pijaknya itu. Seketika Solor mengambil pisau kecil melengkung di dalam sabuk otoknya lalu mengeluarkan dari sarung dan langsung duduk menghadap tonjolan tanah menggelembung memulai mencabik cabik permukaan tanah terkoyak daging suweg terkelupas terkena pisau kecil milik Solor. Mengetahui bahwa itu umbi suweg tangan satunya mencoba mencakari menggali dengan hati hati agar tidak hilang warna tinta pada jarinya. Dilubangi mengikuti besarnya buah suweg mengeliling kini Solor tinggal mengangkat umbi berukuran sebesar buah kelapa yang kotor berakar serabut dicabutnya keatas dengan sekuat tenaga sampai tanah sekitar buah suweg yang terpendam itu ambrol membekas sebuah lubang.
" Lumayan untuk persediaan diperjalanan"
Gumam Solor berdiri memegang suweg sebesar buah kelapa
Selanjutnya dibersihkannya tanah dan akar serabut yang menempel pada suweg seraya berjalan menuruni jalan yang agak miring menuju kudanya yang ada di bawah bunga bunga raksasa.
Berjalan menginjak nginjak tanah empuk basah melewati hijaunya semak belukar tanaman setinggi paha mendekati kudanya. Solor sedikit kaget melihat kudanya dari kejauhan yang tidak berada di tempatnya dia turun meninggalkannya tadi. Hingga Solor mengeluarkan Suitan memanggil.
Fuuuuuiiiuùiitttt...
Keluarlah kuda Solor dari kabut yang menghalangi pandangannya berlari menghampirinya.
" Apakah kamu tidak tahan dengan baunya Wus wuss ?"
Kata Solor kepada kudanya sambil menggendong buah suweg yang masih samb menggenggam pisau kecil melengkung ditangan kanannya menghampiri mendekatinya
" Baiklah, aku telah menemukan makanan"
Sambil Solor menunjukan suweg itu ke hadapan kuda seraya membelahnya dengan pisau melengkungnya
" Apakah kamu menyukainya?"
Gumam Solor kepada kudanya sekan akan kudanya bisa berbicara
Dibaginya buah suweg menjadi tiga bagian oleh Solor lalu berjalan mendekati buntut kudanya membuka tas tabung dari kayu bambu hingga memasukan potongan buah suweg lalu menutupnya lagi
" Baiklah Wus wus, mari lanjutkan lagi"
Gumam Solor memanjat striupnya menunggangi kudanya sembari mengambil menggenggam tali kekangnya dan sedikit menariknya
Berjalan pelan masuk di kabut menjauhi bunga bunga raksasa berwarna ungu magenta Solor memulai perjalanannya mencari tebing.
Dilaluinya jalan terjal yang miring melewati bermacam macam batu yang terlilit akar berlumut dan berbagai tanaman fern semak belukar menyentuh sulur dedaunan lumut yang menggantung didahan mengenai rambut kuncung Solor melewatinya.
Perjalanan didalam hutan Pegunungan Lumut semakin menemui permukaan tanah yang datar, masih seperti biasa, keadaan lingkungan hidup yang begitu rimbun dan berkabut tipis warna hijau kelabu
Berhalang batang batang pohon besar berlenggok diserang lumut yang hampir seluruhnya Solor kehilangan arah Jalur Lumut yang hanya sekarang terpandu untuk segera menemukan jurang.
Cahaya hutan yang redup berwarna hijau berkabut kini makin lama dengan mengendarai kuda berubah tampak terang karena adanya batang pohon besar yang semakin saling berjarak jauh.
Di permukaan tanah mendatar dipenuhi rumput tampak terlihat area jarang di penuhi pohon pohon besar, cahaya yang masuk melalui celah dedaunan pohon teduh menjadikan wilayah hutan ini lebih terang dengan garis garis cahaya tersorot melalui celah daun dahan dilangit langit hutan berlumut menyebar lebih banyak dari sebelumnnya yang tertimbun banyaknya daun pohon kanopi .
" Sepertinya kita terlalu tinggi Wus wus"
Ucap Solor kepada kudanya yang mendadak berhenti karena tali kekang yang ditarik melihat wahana hutan yang lebih terang dari sebelumnnya
" Jalur lumut hanya melalui kaki gunung paling tinggi sampai ke wilayah lereng "
" Hanya sekali melalui jembatan"
Gumam Solor berhenti yang masih menunggangi kudanya mengingatkan dirinya sendiri
Paving Jalur Lumut yang kini telah hilang termakan hutan membuat Solor tidak tahu arah hingga perjalanan Solor terhenti di wilayah hutan yang sebagian luas ditumbuhi rumput tersebar tonjolan batu seperti lapangan tetapi tidak terlalu lebar dan jarak antara batang pohon rakasasa yang berlenggok dengan pohon lainnya agak berjauhan membuat wilayah ini terjatuhi sinar matahari yang bisa masuk melalui celah celah daun pohon kanopi yang ternyata Solor dengan kudanya berada di puncak Pegunungan Lumut seperempat perjalanan menuju Wijonayem
berusaha menemukan jurang tebing untuk bisa bertemu jembatan lumut sambungan dari jalan paving yang disebut Jalur Lumut yang hilang.