Chereads / Chandraklana : Singularity Of The Grand Prize / Chapter 26 - Ranting Diatas Kepala

Chapter 26 - Ranting Diatas Kepala

Suasana hutan belantara Pegunungan Lumut malam hari yang seperti di dunia lain,

pohon pohon besar tinggi melenggok lenggokan batangnya memiliki kerak kasar

sebagian mengelupas dipenuhi lumut dan di hinggapi tanaman benalu sekujurbatang

pohon dari yang kecil sampai berdaun lebar sampai jatuh ketanah. DiPegunungan

Lumut sebagian besar di tumbuhi pohon trembesi kadang gayamberukuran raksasa

menjulang melenggok lenggokan batangnya menyanggah kubahdahan dan ranting

hingga daun sebagai payung menjadi cakrawala ekosistem hutanPegunungan Lumut

yang selalu berkabut dan lembab masuk dalam jejeran pegununganmengitari Lemah

Angker dan juga Gunung berapi yang pernah meletus ribuan tahunyang lalu.

Malam hari yang berubah dingin, dimana matahari berada di seperempat belahan

bumi laindari kebalikan kondisi hutan belantara pekat dirangkul kegelapan

membawa sunyitidak terdengar suara apapun disekitaran pohon besar melenggok

penuh lumut yangsebagian berwarna oren dari dua titik pusat terang yang satu

menggelantung di atas dahan dan satunya tergeletak di batang yang tumbuh lurus

menyamping diatas kepala ketiga pemuda dari Wijonayem sedang tertidur.

Tiga pemuda yang masih bersatus murid dari padepokan Agungdijoyo Winoto di

pimpin oleh pendidik seorang pejuang jaman dahulu bernama Wandarimo yang mana

padepokan tersebut sebentar lagi dimeriahkan oleh warga penduduk seluruh

wilayah Sanajayan bahkan sampai dari luar Sanajayan akan mendatangi acara

spektakuler yang sangat amat dinanti setiap tujuh tahun sekali.Sebuah acara

Sayembara yang kali ini diadakan di Padepokan Agungdhijoyo Winoto bertempat di

Winonayem merebutkan hadiah beberapa kantung emas dan benda pusaka sebagai

Grandprizenya.Hadiah utama yang baru pertama kalinya dihadiahkan oleh para

pemuda berupa benda pusaka membuat semua warga berantusias dari melihat

pertujukannya atau mengikuti Sayembaranya melalui para remaja yang akan

bertanding dalam judul tema Trigaldituro.

Didesa kampung Wijonayem yang terletak di utara laut selatan sebelah timur dan

selatannya Pegunungan Lumut serta apabila ketimur lagi tetapi jauh melewati

beberapa pegunungan dan padang rumput serta hutan luas merupakan arah menuju

kota Wulansana.

Kurang dari satu hari gong pengumuan akan dikumandangkan memulai acara

sayembara yang sudah banyak di nanti warga. Sebelum acara di mulai para

pendaftar sayembara biasanya diisi melakukan latihan, latihan yang bisa

dilaksanakan bebas bisa didalam padepokan, di balai balai pelatihan atau diluar

kota.

Ketiga pemuda yang di pimpin oleh Agniran mengajak partnernya untuk latihan

melalui ekspedisi dua hari sebelum acara sayembara dimulai. Melakukan

perjalanan ke Lemah Angker yang harus melewati Pegunungan Lumut berubah menjadi

tidak terduga mempertemukan mereka dengan Solor si Kroto Domble dari rawa

Nawijem yang sebelumnya karena lari maraton terkejar kelompok monster buaya

besar membuat mereka beristirahat di atas pohon raksasa berbatang melenggok

lenggok terbaring pulas.

Didalam peristirahatan berawal mula nyenyak ditemani suasana hutan melantunkan

kesunyian berubah menusuk gendang telinga membuat kegelisahan keempat orang

yang sudah berada pada ketidaksadaran balutan mimpi ditengah kabut hutan yang

mulai mendingin. Keresahan dimulai dari jari jemari tangan bergerilya di bawah

perut seorang pemuda berbadan kekar berusaha membuka sabuk otok hingga menarik

kain jarik yang di bantu kedua tangannya melebarkan seluruh kain jarik berbatik

coklat tua lalu merebahkannya menutupi seluruh tubuh menyisihkan bagian dada

keatas.

Keheningan hutan juga mulai menyerang pemuda bernama Hanggoro saat diposisi

tertidur menyamping menghadap pemuda bernama Joko yang sudah tertutupi kain

jarik, keletihan yang seharusnya di lebur oleh lelapan tidur, kini terpecahkan

oleh kesunyian yang membawa resah menyebarkan ke seluruh bagian tubuh menjalin

kawatir perlahan mengundang tensi mempercepat detak jantung membuat dahi

Hanggoro banjir bandang keringat mulai mengalir bak sungai keluar dari

bendungan. Dengan tubuhnya yang sedang menggigil bercampur kegelisahan membuat

Hanggoro bergerak membalikan badannya terkapar menghadap keatas hingga luapan

lesu yang tidak dapat menyanggah kenyenyakannya berdesakan dengan kesadaran

mencoba membuka mata.Terbelalak mata menerawang langit pohon menampakan dahan

dan cabang menyebar luas mirip sarap diantara daun terbias oleh kabut malam

yang sebentar lagi subuh akan menjadi sebagai penerima tamu.

Tidak tahu keinginan apa yang hendak di deritanya didalam gerakan keinginan

hati mengalir keluar runtuh dari tubuh Hanggoro menuju tepian batang pohon yang

sebagai kasur mereka berkeinginan mencoba pergi dan memulai menggerakan

badannya belum sepenuhnya sembuh dari letih berusaha beranjak lalu berdiri

dengan pertama tama melangkahkan kaki menjauh melewati tubuh Agniran dan Joko

mendengkur belum sadarkan diri.

Berjalan dengan sempoyongan di atas batang pohon yang bercahaya oren remang

telapak kaki menyentuh sebagian lumut yang menempel di permukaan batang pohon

lurus agak keatas menuju tekukan batang menjalar menyamping keatas dekat dimana

Solor yang sedang juga berada di alam mimpi hingga mendekati tepian batang

berdiri sejenak dengan pandangan belum sepenuhnya sadar tersirat cahaya kilauan

kuning menyebar diarah lebih kebawah menerangi tipis dedaunan semak belukar.

Terpaku karena keindahan yang ingin segera memiliki untuk mencongkel walaupun

serpihan dibagian pahanya, terpendar warna kekuningan tua lembut mematahkan

kabut disekeliling serat tanduk bergaris tegas menyabang mencengkram elok layak

garis halilintar setinggi tiga meteran dan lebar cabang tanduk meruncing

sepanjang empat meteran tersanggah diatas kepala terlapisi kulit emas membludru

panjang dengan mata seputih berlian diantara bulu emas yang tajam menyeluruh

sampai leher menujukan dadanya membidang tegap sambil berjalan pelan mengarungi

kabut hutan yang masih gelap diatas jalan berpaving dipenuhi lumut.

Hanggoro berusaha menyadarkan diri dari lamunan melihat makhluk indah yang

berjalan pelan di bawah samping pohon dia panjati, berusaha melawan keinginan

hatinya untuk segera mencuri emasnya dengan diantara mencoba membalikan badan

untuk melangkahkan kaki segera membangunkan Agniran yang masih terpulas. Dengan

tekadnya Hanggoro berusaha mengendalikan nyalinya untuk mencoba menggerakan

kaki melawan keinginannya dari segera mendapatkan bongkahan emas yang tampak

nyata dilihat dengan kepala mata sendiri pada kidang seukuran sapi melintas

lembut sebelum kesempatan bernilai itu hilang.

" Agni.."Kata Hanggoro menggoyahkan pundak menyelamatkan dari mimpi buruk

menyadarkan Agniran yang masih tertidur untuk segera bangun.

" Cepat kemarilah" Tambahnya sambil melangkah berjalan miring sedikit

membungkuk menuju tekukan batang pohon dekat dibawah Solor sedang pulas

tertidur menganyam mimpi buruk juga dengan lagak meniru orang sedang mau

mencuri.

Berkat pertolongan Hanggoro menyadarkan dari mimpi buruk membuat Agniran

segera membangkitkan punggungnya yang terlihat bekas gesekan lumut membasah

menempel dibelakang rompi merahnya beranjak mulai berdiri lalu mengikuti

Hanggoro yang sudah tiba di pinggir batang pohon dengan posisi duduk

bertinggung dengan satu lutut menempel di permukaan batang menengok kebawah.

Dengan cepat berjalan meninggalkan Joko yang juga masih dalam balutan mimpi

buruk sampai pada mendekati seraya ikut merebahkan badannya menyanding Hanggoro

menunjukan sesuatu menarik mengeluarkan pendaran kilau cahaya emas yang mulai

terlihat dari bawah.

" Ada apa "Kata Agniran dengan pelan yang bibirnya mencapai samping pipi

lonjong berlesung sedang fokus memperhatikan Dadung Kawilis bergerak pelan

diantara kabut semakin tipis disekitarnya

" Apa yang kau rasakan?"Tanya Hanggoro seraya membelokan mukanya yang hampir

menyentuh hidung Agniran

Mendengar ucapan Hanggoro seakan seperti mengetahui apa yang sedang

dirasakannya saat ini membuat Agniran segera bersuara lirih mencoba

membangunkan Solor yang tertidur di batang pohon diatasnya.

" Tuan...."Kata Agniran keras tetapi pelan mendongak keatas melihat Solor

tidur posisi tengkurap kelihatan kepalanya menempel sisi tepi pinggir pohon

sedikit menggantung

Keresahan juga mendesak keluar dari dalam sampai mengalir kepori pori hingga

menempel pada dinding kulit dahi Solor seraya mengernyitkan karena getaran

suara yang tiba terdengar di telinga Solor membuat matanya langsung terbuka.

Terlihat dengan samar tangan Agniran melambai lambai menujukan kearah bawah

pohon didepannya dapat sampai terlihat dengan menengok kebawah batang yang

menghalangi pandangan. Cahaya pendaran yang lembut kekuningan menyinari

permukaan paving serta semak belukar yang ada disekitar berjalan pelan hewan

kidang besar yang seluruhnya dari emas memolesi kabut sekitar menjadi kuning

memantulkan kilauannya.

Perasaan Solor membanting kantuknya berubah menjadi hasrat ingin memiliki

emasnya yang menciptakan udara membius hingga menggrayangi matanya sampai

mengunang ngunang dibuat terpukau bentuknya yang cantik bercampur menakutkan

dilihat dari atas pohon berbatang besar melenggok lenggok.

" Ssssttttt..."Gerakan Solor memberi aba aba pada kedua pemuda yang tidak

hentinya bergerak resah sempoyokan berlomba ingin segera terjun dari atas

menangkap kidang besar yang seluruhnya dari emas murni

Solor segera menggelengkan kepalanya memberikan isyarat lagi kepada kedua

pemuda untuk tetap diam tidak terpancing untuk menangkap.

Apalah daya usaha mereka bertiga terpecahkan oleh suara keras terjatuh dari

atas disebabkan keteledoran akan perhatian yang tidak mampu menjaga Joko dari

tidurnya sehingga membuat pemuda bernama Joko sedang menyabik pisau besar

terayun tetapi tidak kena karena loncatan yang cepat seperti kilat mengindari

ayunan pedang besar di timbulkan dari pukulan terjun dengan kedua tangan

mengangkat parang besar keatas ingin segera memenggal kepala kidang emas

besarnya melebihi seekor sapi.

Berlari meloncat dengan panjang menjauhi pohon besar menabrak semak semak

tinggi semakin lama semakin menghitam kidang emas sudah hilang tidak tersisa

masuk kedalam kabut yang lebih gelap kearah selatan meninggalkan tapak hentakan

kuku perlahan mulai kehilangan pendarannya.

Suara keresotan terdengar keras timbul lagi dari atas kebawah pohon sambil

membawa lampu ublik yang sebelumnya tercantol di dahan Solor meloncat

menggenggam mematahkan dedaunan tumbuhan menjalar turun melalui sulur sembari

tangannya sudah mengambil ikalan tali pintal seperti biasanya berlari sambil

menengadahkan lampu ublik kedepan mengikuti Joko yang sedang berusaha ingin

mendapatkan kekayaan tetapi gagal akibat jeratan lembaran tali dari belakang

melilit kedua kaki Joko sampai jatuh disamping jalan paving membuntuti kemana

arah kidang emas itu pergi.

Suara perosotan keras terdengar lagi mencapai dua kali yang kemudian berlari

semakin mendekati sambil membawa lampu ublik membelakangi Solor yang sedang

berusaha melepaskan jeratan tali yang meliliti bagian atas mata kaki Joko mulai

sadar dari bekas tidurnya.

" Maafkan aku tuan"" setelah aku terbangun dan melihat emasnya yang berkilau,

aku lupa diri bahwa itu adalah Dadung Kawilis"Kata Joko sambil membantu

melepaskan lilitan tali pintal dikakinya milik Solor dengan bantuan penerangan

lampu ublik yang di letakan di pinggir ditambah cahaya lampu oren yang semakin

mendekat semakin lebih menerangi

" Sebenarnya tadi pas dibawahku, pasti aku mendapatkannya walaupun secongkel!"

Kata Hanggoro sambil membawa kain jarik milik Joko

"Tetapi kenapa tuan melarang! "

Kata Hanggoro lagi menyamping dengan tubuh mengarah ke Solor yang sedang sibuk

melepaskan jeratan tali dikaki Joko

" Ini masalah serius"" Kau tidak tahu ya? Jarang sekali orang ditemui kidang

emas seperti itu"Kata Solor hampir selesai melepaskan lilitan tali menghadap ke

Joko dengan kaki yang melonjor.

" Maka dari itu tuan, ini kesempatan kedua kita bisa mendapatkan emasnya..!"

Tetapi anda justru menghalangi"Kata Hanggoro sambil melihat ikatan tali yang

sudah terlepas dari kaki Joko seraya memberikan kain jarik berbatik

" Lalu kenapa tuan, kami di temui Dadung Kawilis lagi?"Ucap Agniran berdiri di

belakang mereka sambil memegang lampu ublik menggelantung di tangannya.

" Sebetulnya aku berusaha mencegah kalian untuk tidak mengejar kidang emas itu"

Kata Solor seraya menatap Hanggoro

" Lah anda meremehkan kita??!, Kidang emas itu tepat di bawah kita tadi..!Ucap

Hanggoro membantah dengan pelan

" Tinggal satu tubrukan saja kita mendapatkan sebongkah emas !"Kata Hanggoro

dengan gerakan kecewa memaling dari hadapan Solor

" Ketahuilah Nak, sampai sejak dulu tidak ada yang dapat mendapatkan kidang

itu"" Bukankah kalian sebentar lagi mengikuti Sayembara?Kata Solor dengan

posisi duduknya hendak mau berdiri

Tidak lama kemudia Solor segera berjalan melewati jalan paving yang dipenuhi

lumut diantara sinar lampu ublik menyebar menerangi menjauh menuju semak

belukar dan beberapa patahan dahan dan cabang pohon. Dilihatnya sekeliling agak

remang kebawah sambil memilih dahan dan cabang besar yang lebih kering.

Dibopong kesamping bongkahan batang dahan seukuran kayu bakar yang kemudian

dijatuhkan ke tengah jalan paving mengalihkan perhatian tiga pemuda hingga juga

ikut mengumpulkan dahan ranting menumpukan di tengah jalan paving dihari yang

semakin subuh menyemburkan warna langit biru.

" Aku hendak membuat api unggun disini"" Perutku juga lapar"Kata Solor

menjatuhkan bongkahan kayu terakhir yang mulai menumpuk

" Yang benar saja tuan?"" kita tidak ada makanan"Kata Joko berdiri disamping

tumpukan kayu dengan kain jariknya di sampirkan melebar kebelakang

" Oh..iya??"" Kalian tunggu disini dan nyalakan apinya"Kata Solor seraya

membalikan badan berjalan menjauhi mereka bertiga kemudian menuju ke batang

pohon besar di samping jalan paving yang tadi mereka panjati untuk istirahat

Takk...ctakkkk..taakkk

Joko berusaha menyalakan api menggunakan batu pematik yang sebelumnya

tersimpan di sabuk otoknya. Dilakukannya lagi sambil mengarahkan pukulan kedua

batu membuat percikan api di bagian kayu yang lebih kering dan sebagian sudah

dibersihkan lumutnya agar tidak lembab. Beberapa kali percikan bunga api

menyentuh daging kayu membuat pelan kobaran api kecil semakin lama semakin

menyala dengan dibantu tambahan serpihan daging kayu bekas bacokan yang

dilakukan Agniran dan Hanggoro berusaha mematahan menyayat kulit batang di

samping api unggun mulai menjilati udara semakin besar membuat sekitarnya lebih

terang dan juga hangat mengusir kabut.

Selesai membuat api unggun di tengah jalan paving penuh lumut ketiga pemuda

melanjutkan sebagian duduk dengan posisi bertongkat lutut dan lainnya bersila.

Tampak dari kejauhan samping kiri Hanggoro sedang merapikan sebuah tongkat

dengan mengelupasi kulit batang sepanjang dua meteran menyayati menggunaan

pisau pendek miliknya yang kemudian Solor mendekati mereka sambil membawa dua

potong umbi sebesar buah kelapa.

" Ini, kalau kalian mau"Kata Solor sembari meletakan buah umbi ke atas paving

dekat api unggun yang berkobar berwarna kuning keorenan menyinari belantara

hutan.

" Apa itu tuan"Kata Agniran sambil bergerak memberi ruang duduk Solor

" Ini buah Suweg"" Bakarlah kalau kalian doyan"Kata Solor sembari merebahkan

badannya menuju posisi duduk bersila didepan api yang panas melahap udara

Langit subuh mulai membuka tirai cakrawala diatas hutan belantara Pegunungan

Lumut selalu terselimuti kabut mengusap butiran titik air bagian atas semakin

terbawa angin sepoi memudarkan kabutnya. Cuaca dingin juga masih menggrayangi

setiap kulit makhluk hidup di hutan belantara ini yang banyak di tumbuhi pohon

teduh raksasa berbatang melenggok lenggok dengan daunnya menaungi menyanggah

langit membuat hutan Pegunungan Lumut tetap teduh gelap walau disiang hari.

Udara dingin terpecah disekitaran api unggun yang dibuat oleh keempat orang

hendak dalam setengah perjalanan lagi menuju Wijonayem sedang membakar buah

umbi talas yang ditusukan kedalam api semakin matang beberapa bagiannya keluar

gosong.

" Kalau kalian mau lagi, ambilah air di tas tabung kudaku" Ucap Solor sambil

meniup bakaran umbi talas sedikit gosong

" Kami juga punya kantung air tuan" Kata Agni sembari melepaskan kantung air

memipih dari kulit

" Cobalah, kalau kalian mau, airnya berbeda" " Didalam botol"Kata Solor

memandang Agniran yang juga sambil mengunyah umbi yang sudah dibakar

" Baiklah, nanti saja" Kata Agniran dengan posisi duduk bertongkat lutut

sambil makan yang bola matanya tiba tiba tertuju pada warna hitam di jari Solor

sedang makan.

" Jadi tuan, kelompok perompak yang anda katakan itu berasal dari mana?"Kata

Agniran selanjutnya

" Aku tidak tahu, orang dari kerajaan mengatakan kalau kelompok perompak

mengancam warga Alingkukoh di hutan Ronoasri"" tetapi pihak kerajaan sudah

melakukan gerilyawan di wilayah mereka"Jelas Solor

" Berati diwilayah timur"" Apa mungkin kelompok itu berada di Pegunungan

Lumut?"Tanya Agniran sedang memakan buah umbi matang menghadap api unggun

" Dari pemberitahuannya, kelompok perompak itu seperti sedang mencari masa,

iya betul, mereka hendak melakukan demo untuk memperhentikan Sayembaranya"

Terang Solor

" Lalu apakah itu sudah berlangsung lama?"Tanya Agniran

" Mungkin sejak adanya pemberitahuan Sayembara akan diadakan di Wijonayem"

Jawab Solor

" Waktu kami meninggalkan Wijonayem, semua warga pada sibuk seperti biasanya,

tuan"" Tidak ada demo"Kata Hanggoro dengan nada yang berbeda sambil menggulung

umbi Suweg membakar didepan api unggun

" Berati belum ada korban jiwa tuan?"Kata Agniran memandang Solor

" Kelompok perompak itu baru saja muncul setelah adanya Woro woro Sayembara"

" Memangnya kenapa, mau memperhentikan Sayembaranya?"" Sayembaranya juga tidak

ada unsur kejahatan"" Malah dengan adanya Sayembara bisa melatih kegigihan

kesatria muda di dunia persilatan"Kata panjang Hanggoro tanpa memandang Solor

" Benar sekali, tidak ada unsur kejahatan" " Sayembaranya perlombaan seperti

pada umumnya"Kata Agniran

" Tuan, tadi menawarkan botol minuman?"" Dimana letaknya?, Umbinya membuat

saya kehausan"Kata Joko seraya mau berdiri

" Oh iya , ambilah di tas tabung kudaku"Jawab Solor menatap Joko yang sudah

berdiri berancang ancang

" Umbinya enak, tapi bikin haus ya"Kata Hanggoro sambil memutar buah umbi

matang yang ditusuk dipegang di ujung tongkat dengan mata tertuju bagian yang

gosong untuk dijauhkan dari gigitan

" Kamu, punya saudara?"Tanya Solor kepada Agniran disampingnya yang masih

memakan umbi panas

" Tidak, aku sendirian bersama kakekku"" Kakekku ayahnya Ibu Hanggoro"Jawab

Agniran menatap Solor

" Owalah, apakah di Wijonayem ada warga yang tahu tentang Akik Kumenteng?"

Tanya Solor sambil menatap Agniran lalu kemudian Hanggoro

" Akiknya kan milik tuan Wandarimo, itu pusaka yang mujarab"Jawab Hanggoro

sambil mencari bagian umbi yang tidak gosong untuk digigit

" Maksud saya, Apakah ada yang tahu tentang asal usulnya?" Tanya lagi Solor

menatap Hanggoro

" Tidak tahu " Ucap Hanggoro sedikit menggelengkan kepala dengan mata mengarah

pada tusukan sate umbi

Solor merasa ada masalah dengan pemuda bernama Hanggoro sejak saat

melarangangnya membunuh Kidang emas yang melintas dengan hanya sekali tubrukan

dekapan dari atas pohon untuk mendapatkanya. Solor memang sengaja melakukannya

demi menyelamatkan mereka dari kidang pembawa bencana tersebut.

" Apakah kamu kecewa atas kejadian kidang emas yang hendak kau tangkap tadi?"

Kata Solor dengan menatap Hanggoro sambil seraya memasukan bekas tusuk sate

kedalam api.

" Tentu saja, Itu tadi kesempatan berharga"Jawab Hanggoro dengan pandangan ke

umbi yang ditusuk di kobaran api menggulung

" Coba lihat situasi saat ini, adanya kelompok yang berusaha menolak diadakan

sayembara, munculnya kidang emas itu tidak seumumnya memperlihatkan dirinya"

Jelas Solor berbicara pelan menatap Hanggoro

" Tuan, itu tidak ada kaitannya dengan kita"" Mungkin benar kalau kidangnya

akan membawa kita kedalam mara bahaya!, Sehingga kita terkejar oleh monster

buaya kemarin"" Tetapi tadi itu kidangnya sangat mudah didapatkan!! Posisinya!!

" Dengan sekali tubrukan dari atas!!"" Bayangkan kita dapat secongkel emas?!!

" Hangg!! Sudahlah..."Lerai Agniran

" Kidangnya kan menampakan kepada kita ?!, iyakan tuan?!Ucap Hanggoro menatap

Solor

Mendengar perkataan dari Hanggoro seperti itu membuat Solor merasa iba,

perkataan membuat Solor ingin meluapkan apa yang dia pendam saat ini tetapi

gagal karena mungkin bukan saatnya memusingkan mereka yang masih berumur

belasan tahun.

" Sebenarnya kemarin siang aku bertemu kuda putih yang memiliki sayap"" Dan

juga, sebelum kesini aku bermimpi bersalaman dengan keponakanmu Agniran"Kata

Solor

Berbincangan mereka tiba tiba teralihkan oleh Joko yang berjalan menuju mereka

bertiga berada di sekeliling kobaran api menghadap api unggun yang

menghantarkan kehangatan.

" Apakah ini tuan minumannya?"Kata Joko sambil menunjukan dibawanya mencekik

leher botol

" Iya, Minumlah" Kata Solor memandang Botol yang dibawa Joko seraya menatapnya

Diplorotkan kain goni pembungkus botol sampai seutuhnya terlihat kaca bening

dan seutas tali simpul kecil memutari botol yang berisi air berwarna oren

kekuningan kental terkocak akibat gerakan Joko merebahkan mengatur posisi

duduknya diantara Hanggoro dan juga Solor disebelah kirinya.Dengan penasaran

membuat Joko memutarkan botol setinggi tiga puluhan sentimeter yang mengikat

daun Kunir tampak sedikit mengering tertulis huruf jawa" Ramuan Parem Kelor" di

bawahnya lagi tertulis" Warung dan Pondok Kecot" .

" Dimana itu Warung dan Pondok Kecot?"Tanya Joko setelah membaca tulisan yang

mengukir di daun tertempel di botol berisi Ramuan penyegar

" Sebelah timur pegunungan ini"Jawab Solor menatap Joko

" Apakah aku dapat meminumnya sekarang?"Kata Joko sambil mengarahkan botolnya

ke Solor seraya memegang penutup botol dari kayu.

" Minumlah, Tetapi jangan semua" Jawab Solor

Dibukanya memutar penutup botol yang melancip kebawah sampai membuka yang

kemudian diangkatnya dengan kepala mendongak air ramuan mengalir layar air

terjun dari lubang botol ke mulut Joko yang sudah siap menampung rasa ramuan

itu.Diteguknya dua kali dengan diakhiri ucapan.. Ahh.. melegakab tenggorokan

mengguyur serak didalam nya.

" Segar sekali tuan"" Rasanya manis "Ucap Joko tersenum lebar menatap Solor

" Sini aku coba!"Kata Hanggoro merebut botol dari tangan Joko

Dengan cepat isi botol ramuan ditegukan juga dua kali membasahi gulu menjing

Hanggoro mendongak keatas diakhiri rasa puas menyembuhkan hausnya akibat

mengkonsumsi buah umbi talas.

" Aaaaahh Segar"Ucap Hanggoro membuka mulutnya sedikit tersenyum

" Ini..cobalah!"Kata Hanggoro sambil memberikan botol ke depan Agni terkurangi

seperempat isinya

Disahutnya botol kaca berisi ramuan berwarna kuning tua keorenan seraya

menegukan dua kali mengguyur leher tenggorokan Agniran menghilangkan rasa

hausnya.

" Terima kasih"Ucap Agniran sambil memberikan botolnya ke Solor yang duduk di

sampingnya

" Tuan Solor, apakah tas anda di jaga oleh semut??"Kata Joko dengan wajah ceria

" Memangnya kenapa?"Tanya Solor mengarah pandangan ke Joko sambil mengambil

pemberian penutup botol dari Joko yang tangan satunya memegang botol

" Ketika tanganku masuk kedalam tas, beberapa semut menggigitku,"" rasanya

gatal dan panas"Kata Joko duduk disamping Solor dengan posisi tubuh menghadap

api unggun sambil menatapnya

" Oh iya?, memang ada rumah angkrang disitu, mungkin Semutnya sebagian lepas"

Kata Solor

" Apakah ada banyak semutnya?"Tanya Hanggoro ke Joko

" Hanya ada dua rumah semut, tetapi sudah aku balut dengan kain penutupnya, "

" Mungkin aku menaruh botol ramuan ini membuatnya ada yang keluar"Kata Solor

" Anda kemana mana selalu membawa Angkrang itu tuan??"Tanya Agniran menoleh

menatap Solor yang mulai meneguk botol ramuan kuning