Langit malam yang tenang seperti tidak ada angin yang berhembus memberi sedikit
desakan pada kabut yang kian semakin menebal membawa hawa dingin berlanjut
menggumpalkan butiran air yang menempel ke seluruh bagian atas trilyunan daun
kecil membentuk kubah dibawah pohon raksasa berbatang melenggok lenggok. Pohon
yang banyak tumbuh di Pegunungan Lumut, memiliki ketinggian mencapai dua
puluhan meter menjulang keatas tertutupi daun lebat. Sebuah pohon besar
berbatang melenggok dipenuhi lumut di dalam gelapnya hutan belantara yang penuh
kabut sebagian pohon ada yang bercahaya remang oren yang memancar menciptakan
bayangan besar di sekeliling pohon yang tersinari lampu ublik di bagian atas
dan bawah yang semakin keatas menerangi sisi batang pohon besar seukuran
sepuluh rangkulan manusia. Tampak terlihat tiga orang berada di dahan pohon
melenggok dengan merunduk melihat kebawah yang ternyata sedang membantu teman
satunya menaiki pohon di kegelapan yang mulai menyelubungi.
Segera menyelamatkan diri dari jangkauan penglihatan sekelompok buaya putih
raksasa yang sebelumnya mengejar mereka, memutuskan beristirahat di atas pohon
karena kondisi hari yang semakin malam dan juga keletihan seharian diburu oleh
kelompok buaya yang tanpa henti mengejar ketiga pemuda dari Wijonayem bertemu
Solor di tebing Pegunungan Lumut.
Pohon besar yang memiliki batang melenggok keatas setinggi dua puluh meteran
sampai kubah daunnya, yang bagian bawah bonggol pohon terdapat akar membentuk
selah mirip gua meretakan bonggol batang berpintu mengerucut ditempati seekor
kuda yang sedang mengatupkan matanya di suasana gelap tetapi terjaga.
Kerak batang pohon penuh dengan tumbuhan lumut terlilit sulur dan tanaman
merambat berdaun kecil banyak juga tanaman tempel sampai daun melebar panjang
jatuh menggelantung karena berat bagian ujung banyak di tumbuhi lumut. Di
bagian belokan pohon diteruskan batang menyamping sepanjang lima meteran agak
keatas melenggok lagi hingga sampai ujung mengeluarkan ribuan cabang memegang
daun.
Telapak tangan bersalaman dihiasi cahaya oren menerangi sebagian diantara
heningnya hutan belantara yang hanya terpecahkan oleh percakapan empat orang
yang sampai diatas pohon berbatang melenggok mengulurkan tangannya memegang
telapak tangan kepada pemuda bernama Agniran yang baru saja meletakan kakinya
di batang pohon menyamping agak miring keatas.
Batang pohon memiliki lebar dua meteran berkerak lumut kini diduduki tiga
orang tampak sedang istirahat yang satu masih bersiap mencari tempat untuk
bersandar.
" Berikan lenteranya"
Ucap Agniran sembari mengulurkan tangannya meminta di berikan lampu ublik
kepada salah seorang yang sudah berpose istirahat di atas batang
Dengan cepat pemuda bernama Joko melepaskan tali pada atas penutup lampu ublik
seraya memberikan ke Agniran yang masih berdiri disamping.
Berdiri dengan pelan lalu beranjak Solor mencoba melangkahkan kakinya dengan
santai diatas batang pohon karena lebarnya batang yang tidak mungkin bisa
terjatuh jadi seperti berjalan di jembatan menuju di ujung belokan batang yang
keatas diakhiri menatap cabang dan kubahan daun pohon ini.
" Aku tidur disini saja "
Gumam pemuda bernama Hanggoro sambil tangannya melepas lampu ublik dari
pinggangnya seraya meletakan di samping tengah dilanjutkan kain jarik berwarna
coklat tua agak kotor yang terpasang di pinggangnya
" Besok Sayembaranya akan dimulai"
Kata pemuda berbadan kekar sedang duduk dengan kedua tangan menyanggah
dibelakang dan nafas yang sudah teratur
" Besok pagi kita lewat bawah saja"
Kata pemuda bernama Hanggoro yang sudah menutup tubuhnya dengan kain jarik
sambil duduk
Dari agak jauh sepanjang batang yang mereka duduki diujung Solor selesai
memperhatikan keadan pohon dan sekitarnya melanjutkan melangkahkan kakinya
sedikit maju naik dan membalikan badan menghadap ketiga pemuda yang sedang
duduk satunya masih berdiri sibuk mencari cantolan lampu ublik kini Solor lebih
rilek dapat menyandarkan punggungnya pada tekukan batang yang melenggok naik.
"Kenapa?, Apakah kalian mengikuti Sayembaranya?"
Kata Solor dari jauh bersandar menghadap mereka yang sedang duduk
" Begitulah, kami bertiga awalnya kesini bertujuan ekspedisi guna latihan "
Kata Hanggoro
" Lantas, kalian latihan dengan kejar kejaran dengan buaya?"
Kata Solor sambil menyendenkan duduk di batang dengan santai
" Tidak tahu, logo dari sayembaranya ada hewan hewan juga. Seperti Srigala,
Harimau, dan Ular"
Gumam Hanggoro
" Mungkin yang dimaksud dari arti nama Sayembaranya "
" Trigaldituro"
Kata Pemuda paling kekar bernama Joko
" Apakah kalian tahu tentang Akik Kumenteng??"
Tanya Solor
" Akik milik tuan Wandarimo"
" Hadiahnya sangat menarik membuat kita berantusias mengikuti sayembaranya"
Kata Hanggoro
Mendengar itu Solor segera merubah posisi duduknya yang bersandar hingga
memulai beranjak mengangkat lalu berjalan menuju ke pemuda itu yang sedang
santai duduk diatas batang pohon yang panjang dan lebar berlumut ditumbuhi
sedikit tanaman merambat dan kecil kecil tetapi jarang.
" Kalian murid Wandarimo?"
Kata Solor seraya menata dudukannya menyamping bersebelahan Pemuda bernama Joko
" Tentu saja tuan, tetapi kami murid yang paling bandel "
Kata pemuda bernama Joko menatap Solor lalu dengan cepat merubah tatapannya
melihat suasana bawah hutan yang sebagian pandangannya tertutupi dedaunan
" Kami sudah dari kecil berkelana bersama diluar latihan "
" Ini Hanggoro sepupu saya, dan Joko rumahnya berdekatan dengan rumah kami"
" Sebenarnya kami tahu anda ini si Kroto Domble kan?"
Kata pemuda bernama Agniran selesai mencantolkan lampu ublik pada ranting
dahan yang di atas mereka menggelantung.
" Karena itu kami mengikuti beristirahat dipohon"
Tambahnya
" Apakah kalian sering mencari tempat singgahan di gua apabila berkelana?"
Kata Solor yang duduk bersebelahan dengan pemuda bernama Joko di bagian
pinggir batang
" Tidak juga"
Jawab Agniran
" Apakah kalian sering ke Lemah Angker juga?"
Tanya Solor kepada mereka
" Dia saja yang sering mengajak kami kesana"
" tapi ntah kami coba menurutinya belum sampai kesana kami dikejar kelompok
buaya itu"
" Alasannya tadi berekspedisi untuk latihan Sayembara"
Kata Hanggoro yang masih dengan posisi nyaman terperungkup kain jarik
menghalangi udara dingin hutan malam hari
" Apakah kamu pernah ke Lemah Angker?"
Tanya Solor mendongak menatap Agniran
" Iya, Pernah,"
Jawabnya
" Gila ...memang"
Kata Hanggoro menggeleng kepala dengan senyum sedikit
" Aku saja kesana belum sampai di tengah hutannya kudaku mengajak pergi"
Kata Solor
" Hampir semua yang ada disana beracun"
Tambah Solor
" Batu batu kuning, sebagian seperti menyemburkan gas"
Kata Agniran
" Kau sudah pernah ke tengah hutannya?"
Kata Solor kepada Agniran
" Sebenarnya saya penasaran dengan pohon yang ditengah"
Kata Agniran
" Gilaa... "
" Jangan dekat dekat orang kau kalau setelah pergi kesana!"
Kata Hanggoro
" Kenapa ? Keponakanmu berani begitu kau justru tidak mau mengikutinya?"
Kata Solor menatap Hanggoro
" Sangat beresiko"
Kata Hanggoro
" Kan saya sudah bilang, nanti bisa mandi dulu di sungai mata air disana,
airnya juga hangat"
Jelas Agniran
" Airnya bisa membuang racun yang menempel"
Tambahnya
" Tetapi itu masih belum diluarkan? , tetap saja pasti akan tersentuh pohon
pohon disana"
Gumam Hanggoro
" Lantas tentang buaya? Itu didanau sebelum memasuki Lemah Angker?
Tanya Solor masih duduk santai
" Iya belum masuk ke pegunungan pembatas"
Kata Hanggoro sambil melihat pemuda bernama Joko membaringkan badannya dengan
tangan terlentang dan kedua telapak sebagai bantal
" Awalnya di pagi hari matahari sudah banyak naik"
" Diperjalanan mau ke Lemah Angker, dari kejauhan kami melihat Kidang dengan
tanduknya yang bercabang luas berpendar seperti emas"
Kata Agniran sambil berjalan menuju belokan batang keatas yang tadi tempat
bersandar Solor
" Semua terpukau, waktu itu"
" dan coba kami ikuti untuk mendekati"
Jelas Hanggoro yang masih duduk santai dengan Kain jarik yang menutupi
punggungnya
" Kalian hendak membunuh kidang itu kan?"
Tanya Solor menatap Hanggoro
" Joko yang punya ide itu!!"
Kata Hanggoro sedikit keras membuat Joko dan Agniran tertawa
" Katanya kita akan kaya karena emasnya itu"
Jelas Hanggoro lagi
" Dadung Kawilis"
Gumam Solor kepada Mereka
" Hah, Apa?"
Tanya Hanggoro sedikit kaget
" Lalu tuan, kenapa Dadung Kawilis itu menampakan pada kita?"
Tanya Agniran dari jauh yang mulai berdiri mau melangkah mendekati tertarik
pada pembicaraan itu yang karena pernah mendengar tentang Dadung Kawilis
" Menampakan karena adanya mara bahaya"
" Kidang emas itu memberi tanda sehingga orang yang melihatnya lebih baik mati
karenanya"
Jelas Solor sembari menatap Agniran dari agak jauh dekat membelakangi tekukan
batang pohon yang melenggok keatas sedang berjalan pelan menghampiri
" Ohh .... Makanya setelah kami mengikuti Dadung Kawilis dia membawa ke danau
yang penuhi monster buaya itu!"
Kata Hanggoro sampai merubah posisi duduknya dan membukakan mata Joko yang
awalnya tertutup sambil terbaring mendengar perkataan Hanggoro
" Apakah benar begitu, tuan?!"
Ucap Agni berdiri mendekati lentera yang menggantung diatas dan diletakan di
bawah menyentuh permukaan kulit batang yang menciptakan bayangan dibelakangnya
menghampiri ketiga orang yang keduanya duduk satunya berbaring dengan kaki
menggelantung dipinggir batang yang sedang membelakangi tekukan batang pohon
yang menaik hingga bayangannya semakin memanjang sampai jatuh pada batang yang
menaik di belakangnya tampak jelas seperti bayangan manusia.
Mendengar pertanyaan Agniran dari samping kirinya, tiba tiba Solor terpaku
ketika mendongak menatap Agni yang tiba disampingnya bola matanya terfokus pada
apa yang berada di belakang Agniran, bola mata Solor tidak dapat membohongi dan
sulit diatur bergerak kebawah serta kesamping kanan kiri mengelilingi cahaya
oren dua lampu ublik yang satu di letakan di bawah dan satunya yang tercantol
di atas dahan, Solor memperhatikan lagi gerakan bayangan yang timbul dari
ketiga pemuda tampak sedikit bergoyang goyang mengikuti gerakan tubuh hingga
sampai saat kesadaran Solor berkurang membuat apa yang sedang disahutkan
ucapkan ketiga pemuda semakin kurang terdengar jelas sebab bola mata Solor
dengan posisi menengok terpaku melihat bayangan pemuda bernama Agniran yang
tersorot cahaya lampu ublik jatuh dibatang pohon belakangnya agak jauh.
Bayangan membentuk postur manusia yang seperti pernah dilihatnya sebelumnya,
sembari mengingat Solor yang masih menatap bayangan yang nampak di batang pohon
di belakang Agniran, Solor berusaha mencari sumber dari mana datangnya bayangan
yang pernah dilihatnya yang padahal Solor baru bertemu dengan pemuda bernama
Agniran itu.
Sambil memastikan bayangan manusia yang pernah ditemuinya sebelumnya, pikiran
Solor mendadak berubah dengan adanya sentuhan dingin pada pahanya hingga
membuat dia kembali sadar dari lamunan menatap bayangan Agniran kini sambil
pandangan merunduk melihat titik posisi yang tiba tiba terasa dingin menyentuh
di pahanya. Diangkatnya tangan kirinya sembari menyentuh bekas sentuhan dingin
yang timbul di paha Solor dekat lipatan celana pendeknya yang bergaris kuning.
" Air"
Gumam Solor sambil melihat ujung jari yang basah dan dingin yang kemudian
menengok keatas mencari apa yang telah menetesi dia
" Ada apa tuan?"
Gumam Hanggoro yang duduk disamping kanannya menatap jari tangan Solor yang
barusan menyentuh tetesan air mengenai pahanya.
" Apa mungkin mau hujan?"
Gumam Solor seraya membuat kedua pemuda mendongak keatas
" Kenapa tuan?, kenapa jari anda hitam begitu?"
Tanya Hanggoro lagi ketika melihat kedua jari Solor tampak hitam kering
mengelupas dibawah sinaran cahaya lampu ublik
" Sebenarnya kemarin malam saya penasaran dengan adanya sekelompok perompak
yang memicu kericuhan"
Kata Solor mengatakan pada Hanggoro merunduk tetapi tidak menatap
" Ohya?"
" Kericuhan seperti apa?"
Tanya Hanggoro kembali menata jarik kain yang menutupi seluruh belakang
punggung
" Mungkin besok kalian akan mendengarkan beritanya setelah tiba di Wijonayem"
Kata Solor
" Perihal apa tuan adanya kelompok perompak itu?"
Tanya Agniran yang sambil mulai duduk disamping Solor menghadap luar pohon
" Makanya, dengan ini saya melumuri tinta"
" Kelompok perompak tersebut mengancam sandranya dengan menandai celupan tinta"
Kata Solor sambil memperlihatkan jarinya hitam ke kedua pemuda duduk di
samping kanan kirinya yang pemuda bernama Hanggoro terhalangi Joko yang
sepertinya sudah mendengkur
" Wow.. Lucu sekali dengan menandai celupan tinta"
Gumam Hanggoro sedikit tersenyum melihat jari Solor
" Lantas dengan ini anda berusaha memancing perompak itu, tuan?"
Kata Agniran
" Begitulah, saya kira saya bertemu dengan kelompok perompak itu"
Jawab Solor
" Apakah kami tidak mirip kelompok perompak itu tuan?"
Kata Hanggoro
" Awalnya waktu ditebing, saya kira kalian anggotanya "
"Tidak tahunya sedang dikejar buaya"
Jelas Solor
" Lah, berati kami tidak garang begitu?"
Kata Hanggoro
" Enggak"
Kata Solor menengok menatap Hanggoro
" Weeewwww"
Kata Hanggoro sedikit bersuara keras
" Kocak sekali tuan"
" Berati benar ? ada sekelompok perompak yang memicu kericuhan?"
Tanya Agniran kembali serius
" Sepertinya kelompok perompak ini mencari masa guna memperhentikan
Sayembaranya"
Jelas Solor
" Tetapi tuan, Sayembaranya sebentar lagi dimulai"
" Jangan jangan akan mengganggu jalannya kompetensi "
Kata Hanggoro
" Saya tidak tahu"
Jawab Solor
" Tuan, Apakah anda kenal dengan Wandarimo?"
Kata Hanggoro
" Tidak terlalu, tetapi dia sangat bijaksana"
Kata Solor
" Ohya, apakah kalian satu kelas?"
Tanya Solor kepada kedua pemuda itu
" Hanya aku saja tuan dari Kutrawatru"
" Agni dan Joko kelas Kadhimantek"
Jelas Hanggoro
" Baguslah"
Kata Solor
Cuaca didalam hutan belantara Pegunungan Lumut semakin membawa dingin dan
tenang tidak terdengar satupun suara serangga atau hewan malam yang memekik.
Hanya saja beberapa tetesan embun yang mengumpul tidak bisa menahan berat beban
yang diterima dari kumpulannya yang semakin banyak hingga sampai menjatuhkan
tetesan air dari daun pohon besar berbatang melenggok lenggok kaya dengan dahan
dan juga ranting menyerupai bonsai.
" Aku pergi keatas untuk istirahat dulu"
Kata Solor seraya berdiri diantara Ketiga pemuda yang satunya sudah
mengeluarkan dengkuran
" Baiklah tuan, kami juga mau beristirahat"
Balas Hanggoro sambil merebahkan tubuhnya disamping pemuda bernama Joko
Solor melewati samping membelakangi Agniran seraya mulai menjauhi mereka yang
disusul rebahan tubuh Agniran berjalan mendekati tekukan batang pohon yang naik
keatas Solor segera mulai menginjakan sendal yang ada pengkaitnya ke kulit
batang seraya memanjat menuju batang yang berlenggok lagi diatas ketiga pemuda
sedang terbaring saling bersebelahan.
Dengan pelan Solor menaiki lagi batang pohon yang melenggok diatas ketiga
pemuda yang sedang tiduran dibawahnya juga sedikit menjauhi penerangan lampu
ublik membuat wilayah batang yang di dakinya meremang. Setiba di batang yang
melenggok agak ķeatas, dengan segera Solor menata posisi serta membersihkan
tanaman yang menempel pada batang yang dia injak tidak lupa mengambil daun
tanaman tempel di belakang samping melebar di petiknya beberapa tangkai seraya
meletakannya tersusun sampai seperti tikar.
Tidak lama kemudian di timpakannya tubuh Solor dengan posisi tengkurap dengan
kepala keluar disisi batang bisa melihat kondisi dibawahnya.
Terlihat dari atas ketiga pemuda yang sedang rebahan tetapi masih bergerak
terdengar tapi tidak jelas beberapa patah kata. Terasa basah karena daunnya
yang ditindihi Solor berbaring dengan tengkurap membuat dada Solor menjadi
segar karena dingin.
"Anak itu"
" Siapa sebenarnya dia "
Gumam Solor dalam hatinya sambil kebawah melihat Agniran bersama kedua pemuda
yang sedang rebahan di atas batang tersinari cahaya lampu ublik menggelantung
di samping atas serta ublik yang di letakan agak jauh dari mereka menggeletakan
tubuh.
Mata Solor kembali melihat bayangan yang timbul disamping Agniran terbaring
mengingatkan bahwa dia pernah menemui bahkan seperti mengajak bersalaman
dibarengi lagi mendengar perkataan mereka yang sebelumnya diperlihatkan adanya
Dadung Kawilis membawa suatu pertanda yang serius.Tidak mau berpikir panjang
sampai Solor memejamkan matanya menutup di jejali keletihan berusaha untuk
istirahat sejenak menaruh semua apa yang dia pikirkan akhir akhir ini hingga
sampai kesadarannya berkurang dengan sedikit demi sedikit dia menuju
keterlelapan.