Chereads / Chandraklana : Singularity Of The Grand Prize / Chapter 19 - Gapura Di Dalam Kabut

Chapter 19 - Gapura Di Dalam Kabut

Lataran Ijo adalah julukan wilayah ini, Savanah rumput membentang luas yang permukaannya sedikit bergelombang, riakan air sungai Walindir yang mengalir di pagi hari tampak berkilauan memantulkan cahaya sinar matahari layak seperti sungai kristal.

Ditengah padang rumput ini diatas tebing batu setinggi puluhan meter terdapat sebuah bangunan beratap keong kalau dihitung ada empat tumpukan, yang dua terkecil paling atas merupakan balkon dan tempat terpasangnya roda gulungan tali lampu yang berjejer menghubungkan ke roda dia tanah bawah tebing.

Bangunan pada lantai dasar terdapat teras disisi depan dan dalamnya sebagai warung makan serta tempat ngopi. Di dalam ruangan warung terdapat tujuh orang yang keempat orang yang salah satunya seorang pendatang dari jauh diluar wilayah Sanajayan berasal dari kota Tantruno. Orang itu bernama Nawiran, pendatang yang sebelumnya dibuat mendadak berhenti pada waktu perjalanan mengikuti jalan tanah mau menuju ke warung ini dengan luncuran anak panah yang menancap tepat di tanah depan saat mengendarai kudanya. Arindi si penjaga warung berambut kepang dua yang sedang sibuk menata tempat penyimpanan durian pemberian Solor yang tinggal dua buah menaruhnya di bawah kolong meja tengah berbentuh U bagian belakang. Koro sebagai kakak tertua penjaga warung menemani keberangkatan Solor mempersiapkan diri guna melanjutkan perjalanan yang menempuh sekitaran dua hari menuju Wijonayem hendak bertemu Wandarimo ketua Persilatan Agungdijoyo Winoto yang telah mengadakan Sayembara memperhadiahkan Akik mujarab yang berguna untuk meringankan segala sesuatu yang berhubungan dengan apa yang di pasang di penjepit akiknya.

" Tinta ini tidak dapat bertahan lama, tuan. Sebaiknya nanti jangan terkena air"

Kata Solor kepada pendatang warung bernama Nawiran yang melakukan pengolesan tinta bolpoin ke jari tengah dan telunjuknya meniru apa yang di lakukan Solor sebelumnnya

" Pastikan kita nanti bertemu lagi di Wijonayem"

Ucap pendatang warung bernama Nawiran yang bermaksud menantang Solor dengan tindakan mencelupkan tinta ini dapat mengundang perhatian sekelompok perompak yang akhir akhir ini membuat onar untuk bisa membawa salah satu kelompok perompak ini ke Wijonayem untuk di dakwa atau malah mati terbunuh oleh kelompok perompak itu.

" Hati hati di jalan ya tuan, mudah mudahan kita tidak bertemu kelompok perompak itu, nanti malah kita repot tidak menonton Sayembaranya"

Jawab Solor tersenyum melihat pendatang warung itu

" iya tuan hati hati"

Ucap Koro yang masih sedang berdiri di belakang mereka berdua duduk di bangku tengah 

" Baiklah aku beranjak dulu, terima kasih semuanya!" 

Ucap Solor seraya berdiri dari tempat bangku dingklik dengan dilanjutkan mengeluarkan kedua kakinya

" Oh tuan Solor, berangkat sekarang ya?"

" Terima kasih atas duriannya tuan, hati hati di jalan ya tuan"

Ucap Arindi penjaga warung yang bergegas berdiri setelah merapikan tempat untuk menyimpan durian di kolong meja tengah u

" Iya, Sampai jumpa Arindi, Koro Sampai bertemu kembali ya" 

Jawab Solor yang sudah berdiri melihat Arindi kemudian Koro penjaga warung seraya melangkahkan kaki mendekati Koro untuk menepuk pundaknya.

" Sampai jumpa tuan"

Kata Koro penjaga warung sambil mengikuti Solor dari belakang menuju teras warung

Cahaya sinar matahari yang terpotong atap teras  hangat jatuh mengenai tubuh Solor yang sampai berada di teras melanjutkan langkahan kaki menuruni tangga kecil hingga sendal tali menyentuh tanah. Berjalan keluar yang diikuti kedua penjaga warung sampai mereka berdua berhenti di teras warung berdiri di samping tiang teras melihat kepergian Solor sambil membopong botol berjalan ke selatan menuju kandang kuda di samping bangunan Warung dan Pondok Kecot.

Setelah tiba di kandang tempat penyimpanan kuda, Solor segera mendendekati kuda coklatnya lalu membuka tas berbentuk tabung di belakang pedal. Dibukanya penutup lalu dimasukannya botol yang terselimuti kain goni itu ke tas tabung terbuat dari potongan bambu yang ditali sepanjang sisi paha kuda terpasang menyamping lalu menutupnya kembali.

Tali pengikat kuda segera juga di buka oleh Solor dan sedikit di tariknya untuk mengeluarkan kudanya dari skat kandang.

" Bagaimana sarapan pagimu Wus Wus"

Ucap Solor sambil menarik tali juga membawa keluar kudanya dari skat kandang 

Setiba di depan kandang Solor segera memanjat stirup kudanya lalu merentangkan mengangkat kaki satunya untuk menginjak stirup satunya lagi hingga sampai Solor naik kepunggung kuda dengan sama nyamannya membuat kuda milik Solor berdiri mengangkat kedua kaki depannya.

Eeekķkkķkkkhh

"Ouw.. Wus wus, apakah kamu sudah tidak sabar untuk melewati Hutan Lumut?"

Lalu turunlah kedua kaki kuda Solor sembari mengangkat bagian depan kepalanya diakhiri mengibas kibaskan rambut putih tebal agak panjang.

Solor perlahan menarik tali kekang kuda di barengi memukulkan striup yang di pijaknya ke perut samping kuda sehingga membuat kuda memulai untuk berjalan. Langkahan kaki kuda yang semakin dipercepat dengan bantuan tali kekang yang di pegang Solor berjalan menuju jalan menurun di samping selatan Kandang penyimpanan hewan kendaraan.

Berjalan menghentakan kaki dengan pelan menuruni jalan tebing menurun melewati beberapa pagar disisi tepian jalan tebing yang jalannya menurun sedikit memutar mengikuti besarnya ukuran tebing hingga sampai ke daratan. 

Kini dipercepatlah dengan tarikan kekang sesekali ditambah pukulan stirup lagi ke perut kuda membuat kuda coklat bermbut putih agak kuning Solor berlari menjauhi tebing Warung dan Pondok Kecot. Semakin berlari hingga nampak menjauhi sisi belakang Warung dan Pondok Kecot kini Solor dan kudanya menuju kebarat mau pergi ke Wijonayem melalui jalur lumut yang harus melewati Pegunungan Lumut yang berkabut.

Tampak dari kejauhan pegunungan panjang yang hijau terselimuti dedaunan pohon hutan yang rindang dan sangat lebat ditambah awan kabut seakan akan menenggelamkan pegunungan itu membuat Solor mengingat ngingat panduan jalannya hingga sampai menemukan jembatan berlumut. 

Di Pegunungan Lumut terdapat sebuah jalan yang telah dibuat orang orang terdahulu. Jalan ini orang orang menyebutnya Jalur Lumut karena letaknya di Pegunungan Lumut. Sebuah jalan terbuat dari paving batu menghubungkan wilayah Lataran Ijo dengan Wijonayem. Paving batu dari batu kapur berbentuk segi delapan sisi dibangun yang ditata hingga membentuk sebuah jalan yang memiliki lebar satu meteran melewati hutan dan segala medan di wilayah yang sekiranya paling teraman di Pegunungan Lumut. 

Sudah lama puluhan tahun beriringan berjalanannya waktu, hingga sampai sekarang Jalur itu semakin hilang dan sebagian besar tidak terlihat. Hilangnya Jalur Lumut diakibatkan karena kelembabapan yang dimiliki pegunungan ini begitu ekstrim membuat sebagian Jalur Lumut menjadi banyak di tumbuhi tanaman tanaman kecil seperti lumut, paku pakuan, fern dan tanaman pendek lainnya. Selain itu hilangnya Jalur Lumut terbuat dari batu kapur ini ada yang sebagian tertutupi akar pohon yang menyebar lagi membuat rusak karena tekanan tonjolan akar yang keluar dari tanah membuat Jalur Lumut yang pernah dibangun jaman dulu sebagian menjadi hilang.

Hanya dengan orang orang yang sudah membuat panduan untuk menghafalkan letak dimana jalur ini terus menghubungkan satu sama lain untuk bisa melewati Pegunungan Lumut.

Lajuan kuda berlari kencang melewati hamparan savanah rumput genggaman tali kekang Solor di arahkan agak kekanan agar kudanya berlari menyerong kearah utara menuju jalan tanah yang sedikit mulai terlihat kontras ada pada hamparan rumput hijau mendekati sungai Walindir. Matahari dari belakang yang semakin diatas tengah menambah punggung Solor terasa hangat disaat mengendarai kuda yang berlari mengampiri jalan tanah dan juga mendekati sungai. Tapal kuda yang sesekali mematahkan rumput akibat hentakan larian kuda hingga ada yang menempel pada tapalnya menandakan kuatnya langkahan kaki kuda hingga menginjak bagian yang jarang ditumbuhi rumput karena saking seringnya dilalui pengendara lain dari barat. Sambil mengendarai kuda Solor melihat dari sisi kanannya aliran air cukup kencang berlainan arah kini kuda yang dikendarai Solor tiba di jalan tanah yang mempunyai lebar antara dua puluh senti sampai tiga puluh senti.

Terus berlari kencang mengikuti jalan tanah di pinggir sungai Walindir semakin leluasa Solor meregangkan tarikan kekang mengetahui sudah berada di jalan tanah memudahkan kudanya berlari mengikuti kemana jalan tanah ini menunjukan. Tiba tiba dari jauh terlihat ada dua pengendara kuda lainnya yang satu di belakang menuju kearah Solor yang sedang mengendarai kuda juga sama sama mengikuti jalan tanah. Semakin mendekat dua pengendara menunggangi kuda berurutan hingga sampai berpapasan melewati Solor hingga membuat Solor mendadak menarik kekangnya kekiri memberikan selah jalan tanah kepada kedua pengendara yang melewatinya.

" Iiiiiiìiiihhaauuyy..."

Ucap pengendara kuda lain memakai rompi berkepala udeng hitam melewati Solor di ganti dengan tangan kanan seperti melambaikan kearah Solor dilakukan pengendara kuda yang dibelakangnya melewati dengan cepat.

Sambil memegang kekangnya, Solor kembali menarik tali kekangnya ke arah kanan memosisikan kembali seperti semula di jalan tanah mengetahui kuda yang ditungganginya berlari berada di jalan tanah Solor melihat kebelakang tampak kedua pengendara kuda tadi sudah lumayan jauh dari pandangannya berlari mengikuti jalan tanah secara berurutan.

Kembali mengendarai kuda dengan santai tetapi cepat, di depan sudah tampak banyak pohon pohon terlihat dari pohon Pinus yang berletak secara acak sebagian pohon Damar berbatang lurus berjarak renggang dari antara pohon berbatang lurus lainnya. Dilewatinya beberapa pohon terus mengikuti jalan tanah sebentar Solor melihat keatas tampak Pegunungan Lumut yang semakin detail terlihat semakin dekat pohon pohon teduh berukuran besar  yang sebagian tertutupi kabut memasuki selah batang dan daun. 

Beberapa pohon Pinus dan Damar mulai dilewatinya semakin kerap sebagian membuat jalan menjadi teduh karena bayangannya. Tampak banyak dilihatnya rumput rumput yang lebih tinggi dari rumput yang biasanya tumbuh di Savanah rumput Lataran Ijo sebelumnya yang menyebar di sekeliling jalan tanah yang dilalui Solor semakin jalannya hilang ditumbuhi berbagai tanaman lain.

Semakin lama pohon Pinus dan Damar semakin sempit jarak tumbuh pohon semakin tidak memberi ruang membuat Solor mengencangkan peganan tali kekangnya guna menghindari batang pohon yang semakin berdekatan. Kawasan yang mulai teduh meninggalkan sinar cahaya matahari dari belakang mulai jauh terlewati. Kini Solor telah memasuki hutan perbatasan.

Lajuan kuda yang dikendarai Solor terus melaju didalam hutan yang walau juga jalan tanah semakin tidak keliahatan tertutup tanaman tanaman pendek karena Solor sudah terpandu sungai Walindir yang mengalir menuju gapura. Hutan yang semakin banyak di tumbuhi rumput dan juga rumput rumput liar dan bermacam macam tanaman pendek batang batang pohon yang lurus dan tinggi berjarak berdekatan dari jauh yang semakin buram karena kabut. 

Kuda Solor berlari dengan sesekali melangkah panjang dan melompat guna menghindari tanaman tanaman pendek dan beberapa batangan pohon yang tumbang tidak mau mengganggu perjalanannya untuk berhenti. Didalam hutan yang sedikit tersinari matahari bahkan semakin hilang sinarnya membuat cuaca disekeliling menjadi redup teduh dan dingin.

Dalam lajuannya Solor melihat dari kejahuan pohon trembesi yang besar yang sebelumnya hanya menemui pohon pohon Pinus dan beberapa juga pohon Damar. Pohon trembesi yang terlihat samar karena tertutupi kabut semakin lama semakin jelas tampak begitu besar batangya yang melenggok mengeluarkan cabangnya keatas layak petir. Tampak terlihat lagi jalan tanah dilalui Solor, terus melewati jalan tanah lagi semakin mendekat hingga sampai Solor melihat jalan tanah menyilang didepannya semakin jelas. Di tariknya tali kekang Solor untuk memperlambat lajuan kudanya hingga sampai berheti tepat di persilangan jalan tanah. 

Persilangan jalan tanah yang basah di sebelahnya tertumbuhi pohon Trembesi raksasa mempunyai kerak batang yang tercabik cabik ditumbuhi lumut dan beberapa tanaman simbiosis menempel bergelantungan pada batang pohon itu. Tepat disamping pohon trembesi ini berdiri sebuah gapura terbuat dari batu kapur putih setinggi tujuh meteran. Gapura yang memiliki ukiran seperti tempelan daun dan beberapa garis tegas bertumpuk tumpuk kekar layak candi, di bagian ujung atas terdapat lengkungan menghubungkan sisi gapura satunya yang sedikit ditumbuhi lumut dan beberapa tertimpa sulur sulur  pohon ada tulisan jawa yang bertulis " Jalur Lumut ".

Didepan gapura ini di sebelah sebrang jalan tanah terdapat jembatan rata terbuat dari batu kapur yang memiliki sisi penepi batu putih terjejer rapi pagar pembatas tepi jembatan dari ujung lebih tinggi daripada yang dibagian tengah jembatan tampak terlihat melengkung kebawah. Jembatan yang setiap ujungnya terdapat tiang obor dan beberapa ukiran seperti tempelan dedaunan merambat mengelilingi bagian wadah lampu obor memiliki penutup agak bulat setinggi dada manusia.

Gapura berwarna agak putih yang sebagian banyak di tumbuhi lumut dari bawah dan sebagian terliliti akar pohon trembesi berdiri kokoh ratusan tahun sebagai perbatasan wilayah apabila keutara dan barat menuju Nawijem dan arah ke selatan menuju Pegunungan Lumut dan bagian timur adalah Lataran Ijo.

Kuda Solor berhenti sejenak di persimpangan jalan depan Gapura, diangkatnya tangan kirinya dia melihat tinta yang terpoles di kedua jarinya masih berwarna hitam tidak pudar tetapi agak basah karena terkena keringat dan sentuhan embun hutan.

Solor yang masih di punggung kudanya melihat sekeliling persimpangan jalan yang hanya terlihat jarak penglihatannya beradius sepuluh meter tampak sepi dia melihatnya. Berharap muncul sekelompok perompak mendatangi dia hingga beberapa saat menunggu untuk di datangi.