Chapter 9 - Kota Alingkukoh

KOTA ALINGKUKOH

May 29, 2022

Di bagian lereng gunung Lajejer barat daya Sanajayan terdapat sebuah 

rongga gua yang tidak terlalu besar, memanjang menyerupai bibir banyak tertutupi sulur dan tanaman merambat lainnya sebagai tirai gua yang 

didalamnya terdapat genangan air mirip danau dengan permukaan airnya yang layak cermin berwarna emerald jernih terlinang sedikit tersorot sinar matahari pagi yang menembus celah gua.

Di depan rongga gua ini tumbuh banyak pohon pinus yang batangnya tidak terlalu besar namun tinggi dan rapat. Tanaman tanaman hijau selutut serta tanaman menjalar menjadikan tampak rimbun tak perpenghuni.

Cahaya sinar matahari pagi terlihat didepan mulut rongga gunung ini menyamping, sebagian menabrak pohon menjadikan bayang bayang lurus kontras terlihat akibat kabut pagi yang masih tebal menunjukan waktu jauh belum mencapai siang.

Ditepi danau terdapat lima orang sedang duduk, ada juga yang sedang mengibaskan baju rompi dan ada juga memeras merasnya 

untuk mengeringkan karena basah habis menyelam dari dasar danau. Hingga nampak 

salah satu dari mereka yang sedang bercakap cakap.

" Karto, bagaimana kondisi disekitar sini?"

Tanya Aryo kepada Karto yang sedang memeras seraya mengibas kibaskan Baju rompinya

" Saya sudah menuruni keluar dan juga naik dari rongga gunung ini, tampaknya aman."

Jelas Karto

" Hutannya sepi"

Tambahnya

" Kita jadi kewarung dan Makan sebanyak banyaknya!"

Ucap Branas yang sedang tiduran istirahat

" Tapi sayang, Bongkahan emas yang di kreta tidak kita bawa "

Ucap Aryo kepada mereka

" Kata siapa?"

Ucap Branas sambil memperlihatkan kantong yng di cantolkan bersamaan ublik 

lampu di sabuknya yang sudah padam

Sambil tersenyum karena lega, membuat Aryo terdiam mengetahui Branas ternyata bongkahan emas murni di kreta sudah di bawanya.

" Sejak aku mengambil Kretanya sama Sareh guna membuang sisa sisa galian, 

Bongkahan emas murninya aku bungkus serta aku cantolkan ke sabuk"

Jelas Branas menerangkan

" Baguslah kalau begitu, kita jadi mampir warungnya Sri" 

Jawab Aryo sambil senyum menggoda mereka

"Bagaimana, Keadaanmu?"

Tanya Branas ke Sareh yang sedang duduk dengan kaki yang melonjor.

" Airnya membuatku jadi sadar, Dingin dan jernihnya seakan mengguyur rasa 

capekku"

"Hanya saja sekarang merasa lapar yang belum hilang"

Ujar Sareh 

"Baiklah, sekarang ayo bergegas"

"Kita menjauh dulu dari sini sejauh mungkin, sambil kita menemukan sesuatu 

yang dapat menghilangkan rasa lapar"

Kata Aryo

" Lantas Akiknya bagaimana ?"

Tanya Wiji

" Apakah kalian ada yang mau menyimpan atau merawatnya?"

Tanya Aryo ke semua penambang

Lama semua diam tidak ada yang menjawab, tiba tiba terdengar suara Sareh keras

" Kalau boleh aku minta emasnya"

" Tentu saja emasnya dibagi rata"

Ucap Branas melihat Sareh

" Sebenarnya aku juga takut membawanya" 

" Ya …. walaupun akik ini sangat menguntungkan…"

" Daripada terenggut?"

Kata Aryo sambil 

menyampirkan rompi basah agak kering di pundaknya yang kemudian menatap ke semua penambang

" Tidak ada yang mau membawa akik ini ?"

Tanya Aryo mengulangi

" Aku lebih baik tidak"

Jawab Karto

" Memang tidak ada yang mau pastinya"

Kata Branas

" Benda itu terlalu Mistis buat aku, terlalu wow gitu.."

Ucap Wiji 

"Baiklah, kita segera bergegas pergi dari sini" 

" Aku tahu, kita harus bawa kemana akik ini"

Ucap Aryo

Selang beberapa waktu kemudian, kelima penambang bersiap melanjutkan 

perjalanan guna menjauhkan diri dari pegunungan Lajejer menjauhi Lawes.

Mereka berencana pergi ketimur lewat jalan atas gunung mencari aman. Dimulailah mereka mendaki gunung Lajejer yang terjal banyak semak belukar berdaun lebar dan pohon pohon tinggi Pinus yang rapat.

Berjalan dengan di pimpin oleh Aryo kearah 

timur Kelima Penambang Hebat menaiki berjalan menelusuri sepanjang puncak pegunungan Lajejer untuk menuju kota Alingkukoh,

kerajaan tebesar kedua di Sanajayan setelah Wulansana. 

Sinar matahari pagi menabrak nabrak tingginnya pohon pinus dan juga sedikit berkabut membuat jelas semburan sinar yang menabrak pohon bergaris garis putih kekuningan menemani mereka berjalan menuju terbitnya Matahari.

...........

-----------------CHANDRAKLANA----‐-------‐-‐--

Singularity Of The Grand Prize

( Keganjilan Hadiah Utama )

*** Seratus tahun setelahnya***

Di Timur pegunungan Lajejer terdapat daerah lembah dataran yang banyak 

sebagian wilayahnya adalah hutan dan savanah rumput yang luas. Wilayah itu 

disebut, Lataran ijo. 

Alingkukoh, merupakan kota yang terletak di timur dekat laut. Pecahan gunung 

Lajejer dan gunung Galajar membuat keadaan Gerografisnya menjadi seperti 

bertebing tebing.

Dengan lautan yang menjorok mengguyur ombak besarnya mengenai bagian bawah 

tebing. Tebing yang sangat panjang sejauh mata memandang, banyak pecahan tebing 

terpisah seakan akan seperti batu batu raksasa di tepi pantai. Di sepanjang 

tebing terdapat sebuah tebing lagi yang sangat luas terpisah dari tebing induk. 

Ditebing yang terpisah dipisahkan laut yang jarak kebawahnya ber mil, air ombak 

menabrakan di bagian bawah yang setiap detik mengeluarkan gemuruhnya tidak 

berhenti henti. Pisahan tebing ini hanya satu, ada sebagian beberapa di 

sebelahnya tapi tidak seluas pisahan tebing yang satu ini.

Pisahan tebing ini mempunyai jembatan yang cukup panjang. Jembatan terbuat 

dari batu yang kuat dan kokoh menyambungkan antara Tebing induk dengan tebing ini.

Di setiap tepi tebing berdiri sebuah bangunan batu ukir setinggi enam puluh meter, 

memanjang membentuk dinding yang setiap sekitar empat puluh meter terdapat gawang berukir geometris dari setiap sisi memanjang keatas dan bagian atas membentuk segitiga 

tumpuk berukir geometris yang tegas dan elegan, mengelilingi tepian tebing. 

Dibagian tengah dinding terdapat gerbang pintu masuk disambungkan jalannya 

dengan jembatan ke tebing induk. Gerbang yang megah terbuat dari batu serta 

ukiran geometris tegasnya membuat kerajaan ini semakin enak dipandang mata oleh para pendatang ataupun penduduk kerajaan.

Jalan jembatan yang lebar lurus 

hingga masuk kedalam gerbang bertemu pertigaan jalan. Pertigaan jalan yang terpisah terbagi menjadi belok ke barat, lurus dan ketimur. Pertigaan yang membawa jalan lurus keutara menjadi bagian sisi kota barat sisi kota tengah dan sisi kota timur. 

Ketiga jalan lurus keutara pada ujungnya digaris lurus jalan lagi memotong dari 

barat ketimur yang disamping sebelah utaranya merupakan sepanjang taman 

berumput hijau dan beberapa pohon di tumbuhi.

Di samping utaranya sepanjang 

taman terdapat tangga panjang dari batu setinggi ada sepuluhan meter. Setelah 

menaiki tangga terdapat lahan lapangan luas berubin batu agak putih dan 

beberapa taman ditumbuhi rumput di utaranya berdiri dinding istana terbuat dari 

batu berukir geometris dan beberapa simbol tiga batu yang megah tinggi. 

Di dinding istana juga terdapat beberapa tiang besar berbentuk segi empat tersusun 

rapi seperti gawang raksasa yang bagian atas membentuk segitiga tumpuk, hingga 

bagian tengah terdapat pintu gerbang masuk istana.

Pada sebalah kanan kiri kerajaan di bagian depan terdapat pintu gerbang masuk 

kedalam koridor menuju pelabuhan Alingkukoh yang letaknya di bawah tebing kota ini.

Istana yang menghadap ketiga bagian kota sisi barat, tengah ,dan timur ini di 

bagian pinggir jalan berdiri bangunan bangunan khas Alingkukoh terbuat batu 

beratap joglo yang banyak sebagai pemukiman ada juga tempat komersil. 

Di bagian jalannya yang cukup luas memiliki dua jalur untuk berlalu lalang cikar, delman 

dst atau pejalan kaki juga. Di setiap pinggir jalan terdapat pot yang terpisah jarak ditumbuhi tanaman melati yang rimbun berwarna hijau diatas pot berbentuk kotak terbuat batu berukir agak putih yang lurus hingga sampai taman depan istana. 

Ada beberapa benner bendera khas Alingkukoh juga terpasang di beberapa 

dinding dekat gerbang masuk istana. Didalam istana terdapat halaman luas juga 

di tengah halaman didalam istana terdapat sebuah kolam berbentuk lingkaran 

besar yang berisi ikan arwana dan juga beberapa bunga teratai berwarna putih 

berbunga lebat. 

Halaman luas itu terdapat juga tangga keatas, hingga pada lantai kedua ditemukan lagi halaman luas yang di bagian tengah berongga luas dan juga tepinya di beri pagar batu geometrik sehingga kolam lingkaran itu terlihat jelas dibawah. 

Di bagian halaman tempat turun dan naiknya tangga dilantai dua terdapat karpet putih persegi panjang yang besar sedikit motif ukir memisahkan antara tiang tiang megah dan juga deretan prajurit dengan baju khas Alingkukoh berdiri berhadapan berposisi simetris sampai ujung ke tempat singgasana.

Terdapat lima kursi yang paling tengah 

kursinya lebih besar dan memiliki sandaran tinggi.

Disitulah Raja bernama :

"Gumandhar Alir Kasto"

Menduduki Singgasana kerajaan Alingkukoh diantara para Mahapatih.

Berdiri ditengah karpet putih yang lebar menghadap petinggi kerajaan Alingkukoh

seorang pawang penjaga rawa dari barat, yang sudah terkenal dengan julukan Si Kroto Domble sipenjaga rawa dari Nawijem, seorang pengelana sekaligus pejuang jaman dulu sedang menghadap raja Alingkukoh perihal dia kira kewangsitan datang padanya.

" Semenjak saya mengetahui adanya Hadiah Akik Mujarab pada Sayembara nanti "

" Saya kesini bertujuan untuk mengetahui sebenarnya….. tuan…..."

" Bagaimana asal akik itu.."

Ucap Solor berdiri menghadap raja Alingkukoh yang duduk diatas singgasananya dan deretan para Mahapatih

"Akiknya sudah lama diturunkan pada Wandarimo….yang menurunkan Ayahku sendiri…." 

Kata Raja Gumandhar duduk di singgasananya yang kebanyakan berukir geometris memiliki sandaran paling tinggi diantara keempat kursi berwarna perak

" Bagaimana dengan Aliansi…apakah mengetahui itu..??.."

Kata Solor sampai mendongak keatas karena tingginya tempat singgasana 

" Tentu saja…..memang ada apa?...

Apakah kamu takut Solor?..."

Kata Raja

" …Kenapa bisa begitu? Bukankah ini akan memicu pada seluruh warga ??"

" ..Akik Kumenteng bukanlah pusaka dari Lingkaran Kegelapan, Solor…" 

" …Kau tidak perlu kuatir….Akiknya sudah tergarami …."

Kata Raja menjelaskan

*Serpihan batu garam yang kecil akan meledak pada Sebuah benda pusaka seperti mengeluarkan pendaran asap yang mengalir lembut berwarna sesuai elemen pusaka itu apabila di olesi atau terkena batu garam. Dengan inilah tanda bahwa benda tersebut seratus persen dari Lingkaran Kegelapan.

" …Kepada paduka yang agung…., dari buku aku mendapatkan informasi, bahwa

akiknya begitu ajaib,...dapat meringankan beban sesuai dengan apa yang di pasang di penjepitnya...

..jadi..mana mungkin bukan dari Lingkaran itu…"

Sahut Solor berupaya meyakinkan diri

" Untuk mereka yang mengira benda ini dari Lingkaran kegelapan..bisa langsung menemui Wandarimo untuk melihat bukti, dengan penggaraman pada pusakanya...""

Kata seorang mentri kerajaan yang juga sebagai Mahapatih.

" Iya… benar…tetapi menurut perijinan Wandarimo atas akiknya dijadikan hadiah pemenang, 

Aliansi sudah menyutujui, bahwa akan diselenggarakan Sayembaranya menjadi pertama kalinya menghadiahkan benda ajaib agar acaranya meriah dari sebelumnya"

" Benar, Tetapi apakah anda sudah tahu? Bahwa para penambang tidak mau 

membawa akik mujarab itu?"

" Seratus tahun silam?, …"

" Itu saja, sudah mewakili…bahwa akiknya adalah pusaka dari Lingkaran itu"

Kata Solor secara tiba tiba mengulang menceritakan jaman dulu kembali ke ruang raja, berusaha mengutarakan kekecawaannya pada Aliansi yang telah mengumumkan pusaka secara terbuka melalui hadiah utama yang ada pada acara rutin untuk melahirkan para kesatria yaitu Sayembara Tujuh Tahunan yang diadakan di Wijonayem.

"...Mana mungkin bisa apabila akiknya ialah pusaka dari Batin Pangikrar..justru sekarang akiknya dipajang dibilik pemenang?..bahkan acaranya sespektakuler .. seperti ini bukan?..." 

Pasti akan menjadi acara Sayembaraan yang selalu dikenang. "

Kata Raja Gumandhar merasa senang bercampur bangga akan datangnya bulan sayembaraan yang sudah dinanti tujuh tahun.   

Solor yang kemudian terdiam, kembali memikirkan cara mengungkapkan pada raja apa yang di alami dari pengetahuan yang didapat dari buku buku Samiranah.

" Maka dari itu.. Jadi apakah, Aliansi tidak mengetahui itu?, tentang… kelima penambang?,..."

Kata Solor berdiri sendiri di tengah tengah ruangan raja yang luas menghadap raja dan para mahapatih.

" Kelima penambang yang diperbudak di Lawes?…" 

Tanya mentri kerajaan Alingkukoh yang tidak tahu terperinci dari mana saja kelima penambang berasal serta status mereka.

" Benar tuan…"

Balas Solor cepat

" Kami kurang mengetahui siapa saja mereka, dari data yang di miliki pemerintah, hanya saja mereka kelima penambang terus mengatakan penambang lainnya bernama Hartoko…"

Lanjut mentri Kerajaan

"..Hartoko adalah anak dari yang berikrar menciptakan Akik Kumenteng, tuan.."

Sahut Solor 

" ..Berikrarr?...sudah aku mengatakan tadi, bahwa Akik Kumenteng bukanlah pusaka dari Lingkaran Kegelapan,.... dahulu sudah digaraminya ketika pertama kali akiknya di bawa kesini, dan itu sudah sebuah tradisi bagi kita semua, untuk setiap ada benda 

dan peralatan wajib menggaraminya…, dengan begitu kita semua tahu …apakah itu adalah sebuah pusaka dari penjaga kegelapan atau bukan?!"

Kata Raja Alingkukoh

" Benar …. "

Sahut mentri kerajaan mencoba melanjutkan ucapannya mewakili raja

" Dari data pemerintah, akiknya keluar dari antara keenam penambang, salah satunya yang kau sebutkan tadi…"

" Karena benda itu bersih, Kerajaan Alingkukoh melanjutkan untuk menyimpannya, sebab kelima penambang tidak ada yang mau membawanya karena takut akan kegelapan"

Jelasnya

" Lantas, persidangan keluarga Duwitri yang dulu dilakukan oleh segenap Mahapatih dan juga Aliansi di Wartojayan?"

" Apakah orang sekarang tidak memikirkan itu?"

Buku buku yang di tulis oleh Samiranah teman mudanya sangat membantu Solor tentang informasi yang berkaitan semua tentang dunia Chandraklana. Selain keduanya senang menyelidiki mistisnya Lemah Angker, Samiranah juga seorang pengembara wanita muda yang pernah menang sayembara tujuh tahunan sebelumnya saat berumur lima belas tahun.

" Persidangan di Wartojayan jaman dahulu dan itu dilakukan di Wartojayan.."

Sambil menutup mulut dengan telapak tangan yang tersandar di pegangan kursi, Pujangga kerajaan berusaha mengingat apa yang barusan di utarakan oleh Solor Jayusman.

" Persidangan.. Yang dilaporkan pada Aliansi, bahwa ketua kota Wartojayan melakukan Batin Pangikrar diakibatkan rujukan dari seorang pembuat akik di kotanya sendiri"

" Suatu permasalahan dari keluarga mereka sendiri.."

Gumam Pujangga kerajaan masih bingung juga

" Begini tuan, anak dari seorang pengrajin akik yang terjatuhi hukuman adalah salah satu dari yang diperbudak di gua tambang Latrojayan"

Tambah Solor

" Lantas..?" 

Tanya raja kerajaan Alingkukoh.

" Akiknya muncul setelah anaknya meninggal…" 

Jawab Solor

" Benar.. Pernyataanmu Itu sesuai data dari pemerintah.."

" Akiknya keluar dari salah satu penambang yang telah meninggal di belakang lehernya "

Tambah pujangga kerajaan

" Maka dari itu paduka, saya datang kesini…."

" Akik Kumenteng itu sebetulnya dari Lingkaran Kegelapan yang di ikrarkan oleh ayah dari penambang yang telah meninggal itu…"

Kata Solor berusaha menerangkan apa yang dia tahu, tetapi juga sebenaranya Solor masih bingung.

" Tunggu dulu...Akik Kumenteng bukan dari Batin Pangikrar Tuan 

Solor..saudaraku...si Kroto Ndomble.."

" Kenapa kau masih saja mengeyel?" 

" Kau bisa langsung ke Wijonayem untuk menggarami membuktikannya…bahwa Akiknya tidak dari Lingkaran Kegelapan !!...."

Ucap Raja Gumandhar dengan sedikit tertawa tertahan dengan berakhir menundukan kepalanya dengan mulai disanggah oleh tangan kirinya karena ikut pusing.

" Sialan....Bagaimana bisa, sebuah benda pusaka tidak dapat digarami tetapi muncul karena Lingkaran Batin Pangikrar?  keanehan apa ini ?..."

Gumam Solor penasaran sekali tentang keganjilan Akik Kumenteng yang tidak terjawab oleh kerajaan Alingkukoh. Membuat dirinya beralih mencoba melayangkan surat yang diterimanya dari Samiranah sebelum dia dijatuhi gulungan poster Sayembara.

" Kepada paduka yang agung beserta mahapatih yang saya hormati, bolehkah saya  membacakan Surat dari teman saya ?"

" Surat ini memberitahukan tentang akik itu"

Kata Solor menginginkan mereka petinggi kerajaan Alingkukoh memperhatikan dengan seksama

" Siapa nama temanmu yang anda maksud, Solor?"

Tanya Raja Gumandhar

" Samiranah Angsana Wulandarsa"

Jawab Solor

" Oh, Gadis pemenang sayembara sebelumnya?"

" Baiklah, Gadis itu sangat cerdas, pernah aku menawarkan bekerja disini…tetapi dia menolaknya, memilih menjadi pengembara…"

Kata Raja Gumandhar Alir Kasto seraya menyenderkan punggungnya pada sandaran kursi singgasana karena menyukai gadis desa Samiranah.

Kepada Lek Lor

Di rawa Nawijem

Lek... 

Diwaktu bangungan " Panggung kuno " di Lemah Angker dibangun, tidak mungkin pembuatnya akan selesai mengikuti waktu dari mulainya sampai berakhirnya Gerhana. dan pastilah mereka butuh seorang MANDOR!!!

Aku sekarang ada di Wartojayan, ada sesuatu yang lebih penting daripada selalu mengulas Lemah Angker !!, Sekiranya Lek Lor tahu lebih mohon segeralah 

mengirim balasan.

Salam, Samiranah.

Mulut Solor berhenti berucap dengan mulai menggulung kertas agak tebal berwarna kuning gading pucat dan berserat kasar,

" Bolehkah aku melihat suratnya?.."

Pinta seorang Pujangga kerajaan Alingkukoh seraya mengulurkan tangannya kedepan meminta gulungan surat.

Melihat sebagian Mahapatih masih terdiam, kebanyakan dari mereka segera menyanggah kepalanya karena bingung, dan salah lainnya lebih memilih memijati leher belakang kepala mereka sendiri seraya saling menatap.

" Memang semua itu penuh rahasia, saudaraku Solor..."

"....disetiap kerahasiaan selalu mempengaruhi ketidaktahuan…yang tidak dapat mengendalikan membawa peluang kegelapan memulai merenggut…"

" Tetapi tidak seperti apa yang sedang kau maksud itu….berpikirlah positif…agar senantiasa dijauhkan bayangan Lingkaran Kegelapan…"

Ucapan dari raja yang masih tidak sejalan membuat Solor ingin segera beranjak melanjutkan perjalanannya ke Winonayem.

" Kami memahami apa yang sedang kau maksud…tuan Solor, anda seorang Pengembara...pejuang jaman dulu sama seperti tuan Wandarimo …"

" Para pengembara bulan sabit lah pelindung kami, dan tentu saja kami selalu membutuhkannya…"

Kata raja kota Alingkukoh berusaha meyakinkan Solor

" Maaf Paduka, saya mengerti" 

Ucap Solor

" Oh Solor.. sudah seperti saudara kau ini dengan kami, maka dari itu apabila  

terjadi sesuatu segeralah mengabari" 

Kata Raja Gumandhar 

" Terima kasih sebelumnya, Paduka, hanya saja, biarlah surat itu mewakili pemberitahuannya" 

Ucap Solor

" Baiklah, Bersenanglah, seharusnya kamu sudah di Wijonayem menikmati suasana 

Sayembaranya,"

" Hampir semua murid di padepokan padepokan silat sini, sudah sebulan lalu berangkat kesana" 

Ucap Raja lagi

" ini Suratmu, Solor, kalau terjadi apa apa segeralah mengabari" 

Ucap Mentri kerajaan yang duduk di sebelah Raja Gumandhar Sambil memberikan gulungan surat tadi mengulurkan.

" Oh Solor, sebelum kamu pergi ke Wijonayem kau boleh menginap disini dulu" 

Sahut Raja Gumandhar

" Baiklah, terimakasih atas semuanya, setelah ini saya segera langsung ke  

Wijonayem" 

Kata Solor sambil menarik gulungan suratnya

" Salam untuk semuanya yang ada disana" 

Ucap Raja Gumandhar

" Baik, Paduka " 

Ucap Solor sambil membungkuk perpisahan

Gagal meyakinkan mereka 

Segeralah Solor beranjak menuju tangga meninggalkan ruang raja. Solor berjalan mengarungi tinggi dan luasnya ruangan itu sampai keluar dari Istana. 

Setiba diluar Istana segera juga dia menuju tempat penampungan kuda.

Sesaat di Dalam ruangan raja

" Saya harap benar tidak terjadi apa apa"

Ucap Pujangga yang sebenarnya dia juga merasakan keganjilan memahami kedatangan Solor.

Ditariknya tali pengkang kuda milik Solor, dan melepaskan dari ikatan seraya 

dia membawanya agak mundur dari bilik penyimpanan kuda serta membawa keluar 

dari bangunan penyimpanan kuda sebelah barat Istana. Segera Solor menaiki Kuda, 

masuk kejalan berjalan pelan dengan mengendarai kuda coklat berambut putihnya 

lari pelan diantara pemakai jalan kota yang belalu lalang

Terlihat pucuk pintu gerbang kota tampak megah dan tinggi dari bawah Solor mengendarai kudanya, yang sebagian bawah terhalangi bangunan penduduk, diantara puncak gawang berbentuk tumpukan segitiga tegas dan elegan tersembur garis sinar matahari mau sore menyorot tebal. Setiba di gerbang jembatan secepat mungkin dia menarik narik kekangnya mempercepat larian kuda melewati jembatan megah 

Alingkukoh. 

Kuda coklat berambut putih yang berlari cepat segera menjahui dan 

keluar dari jembatan. Nampak terlihat kerajaan yang megah membelakangi dari sampingnya Kota Alingkukoh di tebing laut utara Sanajayan, Kini Solor berkuda menjauhi tebing tebing menuju Lataran ijo.