WARUNG DAN PONDOK KECOT
Jun 2, 2022
Di lembah ini membentang luas rumput yang hampir semuanya ditumbuhi tanaman rumput sejenis. Memiliki daun yang tipis memipih kecil berwarna hijau muda tumbuh berdempetan tidak memberi sela diatas tanah seluas karisedenan, sampai warga menjuluki wilayah ini Lataran Wijo.
Savanah rumput yang bisa dihitung jumlah pohonnya tumbuh menyebar dikawasan ini, sebagian pohon Pinus dan Damar memiliki jarak tumbuh antar pohon sangat jauh,
membuat Lataran Wijo seperti polka dot apabila dilihat dari atas.Jadi tampak jarang adanya pohon di Latar ijo ini.
Malam musim panas atau warga mengenali musim ini ketigo, membuat langit saat ini bening secerah kaca membias cahaya bulan putih bersinar terang diutara. Cahaya lembut putih kebiruan yang terpantul setiap sisi sudut batu tebing yang kekar setinggi lima belasan meter, memiliki kandungan batu gamping kapur dan sedikit Marmer yang sudah terpahat bagian pinggir luarnya, melingkar naik membentuk jalan setapak disisi tepian memiliki pagar kayu berspasi acak.
Pahatan jalan setapak tebing yang membentuk spiral dari bawah sampai keujung, sebagai akses para pendatang Warung dan Pondok Kecot.
Dibawah tebing tersebar roda pengerek tali lampu ublik yang menghubungkan roda pengerek lagi di pucuk atap setinggi bangunan yang berada diatas tebing.
Setiap tali diputar melalui roda berdiameter sepuluh centimeter. Maka bola bola lampu ublik berisi batu bara otomatis bergerak sesuai arah diputarnya roda yang menyebar disekitar tebing Warung dan Pondok Kecot.
Halaman luar yang cukup untuk pertunjukan sirkus, berumput dibagian tengah disebelah baratnya tebing tersusun papan kayu menjorok keluar dari bibir tebing yang disanggah tiang dari bawah dinding tebing. Dilantai susunan papan kayu tersedia dua bangku memiliki sandaran menghadap kebarat. Tertanam juga tongkat kayu setinggi dua meteran memiliki ujung kayu yang menyiku di ujung siku batang tertali menggelantung sebuah pot tanaman tidak berbunga berdaun hijau rimbun diatasnya terpasang lampu ublik sebagai penerang
Sebelah selatan samping bangunan Warung dan Pondok Kecot terdapat
bangunan kandang membentuk persegi panjang mepet pada dinding luar bangunan utama.
Kandang ini gunanya untuk tempat para pendantang warung menalikan hewan
tunggangannya. Bila dihitung ada dua belas skat pada kandang ini, dan juga
tersedia air dan beberapa rumput liar serta dedaunan yang sekiranya dapat di
makan oleh hewan pemakan tumbuhan.
Malam yang menghembus sedikit membawa angin dingin perlahan menggerak gerakan tali yang terpasang deretan lampu melengkung dari atas atap sampai tanah bawah tebing melentur.
Warna jendela menyala kuning keorenan terlihat memendar dari luar bangunan yang paling atas sampai lantai dasar. Terdengar suara percakapan bercampur pukulan peralatan dari dalam warung yang tidak pernah libur dan tutup ini.
Warung dan Pondok ini menyediakan dua belas kamar untuk penginapan, dilantai pertama sebagai warung dan kamar mandi, di lantai tiga merupakan toko yang menyediakan item terbatas seperti ramuan, peralatan serta senjata. Terdapat gudang perkakas dan juga balkon kecil tempat pemutar roda tali lampu yang menyambung sampai di bawah tanah yang terletak dibilik atas lantai tiga.
Di lantai dasar merupakan warung makan, yang menyediakan berbagai makanan yang
sekiranya banyak di favoriti warga pendatang.
Menu tersebut berupa :
- Sate Bekicot
- Sate Ayam
- Sate Tahu
- Sate Tempe
- Sate Terong
- Pecel
- Soto
- Nasi Ayam Goreng
- Tempe Penyet
- Nasi tahu sambal kacang
- Beberapa gorengan seperti Pisang Goreng dan Godok, Tahu, Tahu isi, Tempe,
Ketela Goreng dan Godok,
Menu minumannya berupa :
- Susu kambing
- Kopi Susu
- Susu Jahe
- Susu Jerukeh
- Kopi
- Susu
- Jeruk nipis
- Jahe
- Air putih
MENU SPESIAL
Ramuan Parem Kelor
Daftar menu yang tertulis huruf jawa pada papan bercat hijau terbingkai ukiran warna keemasan tua di belakang meja berbentuk U dimana penjaga warung biasanya melayani pembeli.
Seluruh meja tersedia dua piring berisi makanan ringan dan sebagian ada pot
kecil berisi bunga matahari mini ada juga dimeja lain terdapat beberapa lilin beralas
papan kecil kayu bundar.
Karena ukuran kacanya yang lebar membuat jendela berbentuk lingkaran berbingkai pahatan dan terpalang garis kayu lagi tengahnya berukir keong, menyebar ke seluruh bagian atap keong terpasang secara proposional pada setiap kamar penginapan, dan lainnya di lantai dasar bertirai bludru hijau tua bergaris kuning melekat pada renda rendanya.
Sebelah dekat pintunya terdapat papan berdiri seukuran lebar delapan puluh
senti tinggi satu meter terdapat tulisan kalimat berhuruf jawa :
TRIGALDITURO
"MEMPERTAHANKAN DAN MELINDUNGI ADALAH TUGAS KESATRIA TERTINGGI DAN MULIA"
Syarat dan Ketentuan :
• Status Murid berumur 15 tahun keatas
• Memiliki kemampuan bertarung dan pertahanan yang tinggi
• Peralatan yang dipakai bebas sesuai kemampuan diri
HADIAH UTAMA
"AKIK KUMENTENG"TIGA KANTONG KOIN EMAS & MEDALI
Juara duaDUA KANTONG KOIN EMAS & MEDALI
Juara tigaSATU KANTONG KOIN EMAS & MEDALI
MEMBUKA PENDAFTARAN DARI MANA SAJA UNTUK SEMUA MURID REMAJA.
" IKUTILAH SAYEMBARA TRIGALDITURO, DAN MENANGKAN HADIAH UTAMA AKIK DAN KOIN
EMAS!!"
Kertas lusuh putih kekuningan yang tertempel pada papan sedikit beberapa gambar logo Srigala, Ular, dan Harimau dan dan juga logo Desa Wijonayem berada di
paling bawah semua tulisan.
Disisi sebelah dinding belakang penjaga warung pas di samping papan menu
terdapat tangga menuju lantai dua. Yang mana lantai dua adalah kamar
penginapan. Didepan setiap kamar penginapan jalannya kecil tetapi di pasangi pagar kayu melengkung menyeluruh dibagian tepi lantai, membuat bagian tengah berongga memperlihatkan aktivitas
warung di lantai dasar.
Ditengah jalan kamar yang melengkung terdapat rantai panjang yang mana rantai itu merupakan rantai gantungan lampu ublik besar untuk warung tepatnya pas diatas meja utama yang berbentuk U.
Warung dan Pondok Kecot dijaga tiga orang saudara yang satu adalah tukang
masak bernama Alindir.
Perempuan berumur du puluh dua tahun memiliki tinggi 162 cm berat badan 53kg,
berkulit sawo matang berwajah sedikit kotak yang cantik dengan rambut kepang di
sebelah kanan kiri di taruh di depan sepanjang bahu. Baju yang biasa Arindi
pakai adalah kemben berwarna hijau tua sedikit berbatik.
Ada juga Gunadir, seorang pria berumur 43 tahun berbadan Gemuk memiliki brewok
dan kumis tetapi tidak panjang hanya saja lebat. Berambut abu abu
Bergelombang pendek memiliki tinggi 165cm juga perut yang buncit, Gunadir
sebagai rewang antara Arindi dan Koro. Biasanya hanya memakai rompi warna hijau
tua.
Satunya lagi penjaga Warung dan Pondok kecot yaitu Koro, Seorang memiliki
postur tubuh cebol agak kurus. Wajahnya lonjong berkumis tipis lurus dan juga
pada janggutnya seleher. Berumuran 45 tahun berkulit gelap. Di kepalanya
terpakai blangkon dan biasa memakai baju lurik sebagai tukang operasional lantai atas, seperti kamar penginapan dan juga toko peralatan.
Kini Solor masih duduk santai menghabiskan pesanan yaitu kopi cangkirnya.
Diwarung kini ada enam orang yang lainnya sudah pergi karena waktu semakin
malam tidak memutuskan untuk menginap.
Di depan meja utama yang berbentuk U terdapat kursi dingklik mengitari meja
tersebut yang saat itu diduduki oleh Solor dan satu orang tinggal didaerah dekat jalur Adolan.
Dari bawah terlihat Koro seperti selesai mempersiapkan kamar yang berjalan
menghampiri tangga dengan membawa beberapa tumpukan selimut berwarna hijau
gelap.
" Tuan Solor dari Rawa Nawijem"
" Apa kabar, tuan.."
Ucap Koro sambil berjalan membawa tumpukan tebal kain slimut yang tinggi sampai hampir ambruk berusaha menuruni tangga melihat Solor di meja tengah warung.
" Hai, Koro apa kabar.."
Sahut Solor tersenyum dengan bibir domblenya
" Malam ini Tuan Solor menginap, Ro "
Kata Arindi mengetahui Koro berjalan turun
" Oh ya.. "
" Kamar kamar sudah saya siapkan"
Ucap Koro sambil tersenyum pula
" Mau ke Wijonayem ya tuan?"
Kata Koro menambah karena saat ini warga di hebohkan adanya sayembara tujuh tahunan
" Rencananya nanti pagi…"
" Malam ini saya mau menginap di sini"
Ucap Solor
" Oh ya, ..."
" Sayembara kali ini akan ramai tuan... banyak orang berantusias membincangkannya"
Kata Koro berjalan Menuju almari berskat lima tanpa pintu.
" Tahun para pengembara baru akan dimulai "Ucap Koro tersenyum lebar yang badannya menghadap almari tetapi menoleh ke
arah Solor
" Tahun lahirnya pengembara muda pengangkat beban berat"
Kata pendatang lainnya yang di duduk disebelah Solor
" Hemm.. Apakah anda tahu tentang Akik itu?"
Kata Solor menolehkan kepala memandang orang yang duduk di sebelahnya secara penasaran.
" ..Tentu saja tuan.. dilihat dari nama Akiknya " Akik Kumenteng" Bukankah
anda juga begitu?"
Kata orang itu
Sebentar Solor diam, mengetahui orang itu ternyata tdak tahu banyak tentang
akik Kumenteng.
" Owm.. Mungkin tidak.. karena hadiahnya belum tentu bisa digunakan oleh
si pengguna"
Ucap Solor mencoba membuat reaksi berbeda pada orang itu
" Wah.. apa begitu ?"
Kata pendatang yang duduk di samping Solor
" Sebenarnya saya tidak tahu banyak juga tentang akik Kumenteng,"
Kata Solor sembari mengambil cangkir yang terletak di meja mencoba masih merahasiakan tentang Akik Kumenteng yang dia ketahui.
" Betapa senangnya ya Tuan.. bagi orang yang mendapatkan grandprizenya"
" Tetapi sayangnya nanti apabila akiknya didapatkan malah tidak dapat
digunakan oleh si pemenang"
Kata Arindi
"Dilihat dari namanya saja Akik Kumenteng, tentu saja bila dipakai berkhasiat
meringankan sesuatu yang dibawanya…"
Ucap Gunadir sedikit tertawa
" Kenapa tidak dapat digunakan?.. Akik itu mujarab lo.."
Kata Koro yang mulai beranjak menjauhi almari dengan menatap Arindi si penjaga
warung
" La itu.. tadi.. kata tuan Solor..Akiknya belum tentu dapat di gunakan oleh
si pengguna.."
Jawab Arindi kepada Koro sedang berjalan tidak begitu memperhatikan ucapan
Arindi
" Orang dari Winihdibyo tadi siang mengatakan kalau ada orang berdemo di
Ampringan tuan, banyak warga yang menolak diadakan Sayembara yang diadakan di
Wijonayem"
Gumam Koro berjalan menghampiri meja tengah berbentuk U
" Tadi sempat kita bicarakan tentang orang demo itu"
Jawab Solor
" Kabarnya gara gara seorang dukun"
Kata Koro sambil memberikan kain selimut agak tebal mengulurkan kepada Solor
Dengan tersenyum Solor menerima kain selimut tebal itu seraya menariknya lalu diletakan keatas meja yang dia duduki.
" Aha.. yang lain berantusias dengan Sayembara, saya berantusias anda datang
kesini tuan Solor…"
Kata Koro dengan gerakan akting yang biasa dilakukannya secara konyol.
" Bisa saja Kau..."
Jawab Solor sedikit tertawa lebar, membuat ingin pesan sesuatu menu lagi.
" Makan Soto pastilah enak ini"
Tambahnya kemudian
" Baiklah, Tuan Solor .. saya buatkan ya.."
Ucap Arindi penjaga warung langsung berjalan agak kebelakang dari awalnya
berdiri mendengar orang orang berbincang
" Jangan memakai Kecap !!"
Sahut Solor cepat
" Tuan apakah anda Soto juga?"
Tanya Arindi ke pendatang warung lainnya di sebelah Solor duduk sekursi dingklik
" Tidak, saya segera cabut, hari semakin tengah malam.. "
Jawab pendatang itu
" Siap melayani, tuan"
Jawab Arindi seraya menerima upah beberapa koinperunggu yang dikeluarkan pendatang warung dekat Solor duduk.
" Tidak menginap disini ya? ….."
Sahut Solor kepada pendatang warung yang tadi duduk bersebelahan sedang berdiri berusaha pergi.
" ..Pagi pagi sekali aku akan mengantarkan dagangan ke Alingkukoh…"
" ..Selamat menikmati tuan…."
Jawab pendatang warung beranjak pergi meninggalkan.
Penjaga warung Arindi siap meracik makanan Soto di tempat peracikan makanan
sebelah belakang pinggir meja tengah. Dengan luwes penjaga Warung dan Pondok
Kecot itu menyiapkan pesanan Solor.
Malam semakin larut, hingga sampai menemui tengah malam. Pendatang lain
sebagian ada juga yang membayar keperluannya dan pergi meninggalkan Warung dan Pondok Kecot.
Cuaca malam hari yang masih saja tidak terlalu dingin di sekitaran tebing pondok.
Suara keot keot lirih dari hasil ayuan tali deretan lampu ublik terkena angin sepoi. Cahaya bulan juga masih terang menyinari
lapangan lembah berumput ini. Didalam warung Solor siap menyantap Soto buatan
Arindi penjaga Warung dan Pondok Kecot yang juga khas.
Makanan yang di wadahkan di mangkuk
putih berkebul asap siap disajikan kepada Solor.
" Silahkan tuan..."
Kata Arindi memberikan Mangkuk Soto kepada Solor secara panas
" Selamat menikmati ya..tuan Solor, saya pergi ke atas dulu"
Ucap Pendatang Warung dan Pondok Kecot bergerak meninggalkan kursi dingklik
yang didudukinya.
" Baiklah selamat beristirahat "
Sahut Solor
Warung yang semakin sepi karena sudah larut malam, yang kini sekarang tinggal mereka bertiga duduk di meja tangah berbentuk U dan dua pendatang warung yang duduknya jauh dari meja utama.
Sambil menikmati Soto yang panas, tidak lupa juga beberapa lauk diambilnya dari piring yang sudah di sediakan diatas meja menambah nafsu makannya berusaha membuang pening.
" Disini aman seperti biasanya kan?"
Tanya Solor ke Gunadir penjaga toko yang duduk didepannya
" Pelangganmu atau orang orang pengantar barang persediaan? "
Tambah Solor menanyakan
" Seperti biasanya…."
" …ada apa memangnya …apakah besok ke Wijonayem, tuan?"
Ucap Gunadir yang duduk didepan Solor makan sedang gabut
" Belum tahu"
" Rencana saya akan menemui Wandarimo"
Jawab Solor sambil makan menyendoki nasi
" Pendatang barusan, dari sejak kapan dia datang kesini"
Tanya Solor kepada Gunadir
" Tadi sore , …ya tadi sore .."
Jawab Gunadir berusaha mengingat
" Apa yang kamu ketahui dari Akik Kumenteng?"
Tanya Solor dengan suara pelan agar tidak terdengar sampai ke sisa pendatang warung sambil menghabiskan makanan Sotonya hampir habis.
" Hmm...Akik itu awalnya milik Kerajaan Alingkukoh kan, setelah itu diturunkan
kepada Wandarimo, pejuang jaman dulu sekaligus seorang pengembara dari Wijonayem"
"..... Pemilik Padepokannya kan ?"
Jawab Gunadir
Koro menuruni tangga lagi setelah menyelesaikan tugas mengatur kamar yang mau disewa oleh beberapa pendatang lainnya di lantai dua sembari berjalan menuju Meja tengah.
" Ro, apa yang kamu ketahui tentang Akik Kumenteng?"
Tanya Solor sambil meletakan sendok Sotonya selesai makan mengetahui Koro
baru saja menuruni dari lantai dua yang juga mulai hening suasana warungnya.
" Akik kepunyaan Wandarimo ketua padepokan di Wijonayem, yang dulu diberikan dari Alingkukoh..."
Jawab Koro jelas dan padat berjalan mendekati Meja utama tengah
" Selain itu?"
Tambah Solor mencoba mempertanyakan seberapa tenarnya tentang akik ini.
" Setahu saya begitu tuan, "
Ucap Koro mengambil kursi dingklik dan mendudukinya di depan Solor terhalangi
meja berbentuk U
"Sekiranya ada yang perlu di ketahui lebih ya Tuan?"
" Memangnya ada apa dengan Akik itu?
Tambah Koro menanyakan mulai curiga pada Solor.
" Ini tuan, "
Ucap Gunadir memberikan segelas Air putih diletakan di depan Solor kemudian dipegangnya
" iya, terima kasih"
" Sebelum sebelumnya, kalian berdua tidak pernah mendengar tentang akik
Kumenteng?"
Tanya Solor lagi mencoba memberikan tes pengetahuan mereka tentang Akik Kumenteng.
" Sebenarnya apa yang terjadi tuan?"
" Gara gara akiknya juga membuat warga Ampringan mendemo kan…???"
" Apakah terlalu mujarap? Mmm.. jadi apakah berbahaya kalau di dapat oleh
pengembara kali ini?"
Tanya Gunadir sambil duduk di kursi dingklik di dalam mejah tengah U.
" Kalian tahu tidak?, sebelum kesini..Aku sebenarnya dari Alingkukoh…"
Kata Solor membuat mereka kaget ..karena jarak Kota Alingkukoh lebih jauh dari pada tebing yang sendirian di Lataran Wijo ini.
Penjaga warung menjadi penasaran setelah mengetahui Solor dari Alingkukoh yang pastinya ada sesuatu yang lebih penting sampai tidak mampir sini dahulu.
" …Oh..tuan Solor…anda pergi jauh jauh ke kota Alingkukoh sedang ada kabar apa??..."
Tanya Gunadir memulai membuka perbincangan yang sepertinya ada masalah serius.
"…sst.. nanti saja.."
Kata Solor mencoba membuang topik karena takut terdengar oleh sisa pendatang warung yang walaupun mereka tidak mendengarkan karena tempat duduknya yang jauh.
" Apakah kalian ada dagangan peralatan baru?"
" ..atau ramuannya…?"
Tanya Solor pada mereka yang duduk dimeja tengah berbentuk U saling berhadapan
" Masih sama, dari tiga bulan yang lalu"
Jawab Koro
"Mungkin para pendemo tidak setuju diadakan Sayembaranya karena hadiah bisa
membahayakan pemilik dan nanti disalah gunakan, malah orang tadi mengiranya akan ada Malapetaka Penutup yang seperti diramalkan"
Gumam Gunadir berbau menghayal
" Wandarimo dulu seorang pengembara Gun, dia juga belum ada keturunan lo…"
Kata Koro sambil merubah posisi duduknya didepan Solor
" Dia orang yang sangat berbakti kepada Desanya, belum lagi dukungan dari
Alingkukoh, seorang kepercayaan kerajaan Alingkukoh"
Kata Koro yang duduk disebelah Gunadir membuka pendapat.
" Benar juga tuan, Saya kira belum waktunya menurunkan…yah, apabila …sudah punya anak, pastilah Akiknya diwariskan oleh putranya…kalau tidak begitu mungkin
Wandarimo sudah memiliki benda lain sebagai gantinya"
Gumam Gunadir penjaga Warung dan Pondok Kecot mencoba menerka
Solor merupakan pelanggan Warung dan Pondok Kecot sejak kakek dari mereka bertiga mengoprasikan, mereka sangat akrab layaknya saudara, berbagai hal tanpa ada kerahasiaan apapun mereka bicarakan secara detail dan santai, termasuk tentang Lingkaran Batin Pangikrar, mereka tidak takut.
" Kerisnya?"
Kata Koro bertanya pada Solor dan Gunadir teringat bahwa Wandarimo juga
memiliki simpanan benda pusaka yaitu keris. Tetapi tidak kenal atau nama keris tersebut apa, karena dirahasiakan.
" Tentu saja keris milik Wandarimo juga mujarab"
" Tetapi apakah mungkin berani menggunakannya?"
Tambah Gunadir
" Aku yakin, orang orang sebenarnya menyimpan benda pusakanya..."
" Hanya karena adanya peraturan dari Aliansi, mereka tidak berani
mengutarakannya di depan umum"
Jelas Solor pada Koro dan Gunadir yang duduk menghadapnya.
" Ya, berati memang sudah waktunya Akik miliknya dilepaskan, tuan Solor"
Tambah Gunadir mengatakan pendapatnya
" Bukan itu maksudnya"
Ucap Solor memperlihatkan muka yang membuat kedua penjaga mengira Solor sedang tertekan atas pemikirannya yang sebetulnya penasaran mengenai akik yang dijadikan hadiah utama.
" Anda terlihat memikirkan sesuatu tuan, apakah hadiah kali ini membuat
kerisauan pada anda ? "
Tanya Koro menatap Solor karena dia memiliki keahlian juga dalam menjiwai sesuatu.
" Benarkah?"
" Hmm.. ditambah dukun dari Ampringan yang mendemo mungkin karena itu juga"
Kata Solor dengan serius lebih leluasa menceritakan pada orang yang
dianggapnya dapat dipercaya, yaitu ketiga cucu pemilik Warung dan Pondok Kecot.
" Aku sebenarnya masih menyelidiki itu"
Ucap Solor tiba tiba
" Bukankah anda juga dari Kerajaan Alingkukoh"
Kata Gunadir
" Kerajaan Alingkukoh saya kira juga masih bingung, tetapi mereka tetap mensuport Sayembaranya"
Ucap Solor
" Iya pastilah tuan, Akik itu awalnya milik kerajaan Alingkukoh"
Kata Gunadir
" Kalian tahu tidak? ….Aku memprediksi bahwa Akiknya yang dijadikan hadiah merupakan dari Batin Pangikrar..!!"
" ASSTAAGGAA ULAAR YANG PANJANGNYA SAK EDHOOK EDHOK…!!
Teriak bukan kepalang kedua penjaga warung yang hampir tempat duduk mereka terjomplang karena Gunadir yang seketika berdiri membuat kedua sisa pendatang warung ikutan terbakar kaget sampai menyulut ke Arindi dan seluruh kamar penginapan yang sedang tidur juga ikut terbangun dikiranya petir menyambar bangunan warung.
" Ayo ke toko peralatanmu"
Kata Solor kepada Koro sambil memegang selimut di sebelahnya lalu menggerakan
kakinya keluar dari bangku kursi mencoba memperhentikan kekacauan barusan.
" Baiklah tuan "
Jawab Koro juga bergegas
Solor segera berjalan melengkung kesamping menuju tangga naik yang berada di belakang meja tengah. Dilewatinya beberapa pot besar dari tanah liat berisi tanaman daun lebar dan beberapa tatanan bangku meja warung yang kemudian
diangkatlah kakinya naik ke tangga yang bawahnya dialasi karpet hijau tua sambil memegang pagar tangga terbuat dari kayu balok berwarna coklat tua setebal tidak sampai mencangkup seluruh telapaknya
tangan kanannya.
Dinding tangga terbuat dari susunan papan kayu terplitur, terlihat bergaris dan
terdapat beberapa topeng kecil dan pot tempel berisi tanaman merambat yang menggelantung terpajang di dinding tangga.
Setiba kaki Solor menjamah lantai dua, di depan terdapat dinding menghapapnya yang terpasang sebuah pigura panjang kesamping enam puluh tingginya sembilan puluh lima centimeter dari kayu berwarna coklat muda bergambar relief keong berwarna kuning tua keemasan.
Di samping kanan kiri pigura terdapat pot
berwarna coklat berukir luwes ditumbuhi tanaman hijau berdaun lebar.
Solor yang berjalan mengikuti Koro menuju ruang dagangan peralatan melewati
koridor berdinding bagian atas susunan papan kayu tengahnya terdapat garis
pemisah antara dinding papan kayu dengan papan polos yang setiap setengah meter
terdapat ukiran bertema keong.
" Sayembara di Wijonayem di mulai empat hari lagi"
Ucap Koro penjaga Warung dan Pondok Kecot kepada Solor yang ada dibelakangnya
yang kemudian memperlahankan langkahnya.
" Apa kamu juga mau ke Wijonayem?"
Tanya Solor mengarahkan mukanya kepada Koro yang sambil berjalan di sampingnya.
" Belum tahu, Tidak mungkin kalau tokonya tutup"
Jawab Koro
" Tidak membuka bazar disana?"
Tanya Solor
" Haha tidak tuan"
Jawab Koro tersenyum
Sambil berjalan Koro penjaga Warung dan Pondok Kecot serta Solor tiba menemui
tangga lagi yang ada di depannya terlihat naik dari samping. Seketika Koro
menaiki tangga tersebut disusul Solor.
" Kakek memerintahkan kepada kami cukup melayani Pengembara saja tuan tidak
perlu berjualan berkeliling"
Ucap Koro sambil menaiki tangga bersama Solor
"Kakekmu dulu orang yang bijaksana, beliau sangat senang bisa melayani
kebutuhan para pengelana yang datang kesini, dan tentu saja dengan jamu khas
Warung dan Pondok Kecotnya"
Ucap Solor berjalan menaiki tangga yang hampir tiba di lantai tiga.