LARUT MALAM YANG LAMBAT
Jun 5, 2022
Diluar halaman Warung dan Pondok kecot malam itu Solor dan Koro duduk menikmati
angin malam di tengah tengah bentangan karpet hijau alami. Diatas tebing Warung
dan Pondok kecot, dari arah barat ,mereka melihat larian pengendara kuda
pengunjung Warung dan Pondok Kecot yang berlari mengikuti jalan tanah menuju
tebing ini. Pendatang asing yang mengendarai kuda dengan cepat semakin
mendekati tebing Warung dan Pondok Kecot hingga lama lama telah sampai tiba di
halaman depan warung. Melihat Solor dan Koro berada di luar Warung, tiba tiba
pengendara kuda yang barusan sampai di atas tebing menggertak mencoba meluapkan
amarahnya. Mereka berdua Solor dan Koropun tidak tahu apa apa yang telah
pengendara kuda barusan alami. Hanya saja pengendara kuda asing itu merasa
kesal dan juga ingin sekali memberi tahukan kejadiannya kepada Solor dan Koro.
" Tuan, sebaiknya masuk dulu, hangatkan badan tuan dengan teh"
Kata Koro bergegas berdiri mengetahui ada pengendara kuda yang barusan datang.
Seketika pengendara kuda itu turun dari kudanya, sambil turun pengendara kuda
itu seraya menaruh busurnya ke belakang di lanjutkan mengambil lampu ublik yang
tercantol pada sadel kudanya.
" Selamat malam"
Ucap pengendara kuda itu kepada Solor dan Koro
" Selamat malam"
Jawab Koro serta Solor yang hanya mengangguk
" Ada bajingan mengintai sini"
Ucap pengendara kuda sekaligus pendatang Warung dan Pondok Kecot
Pendatang warung barusan memberikan sebuah anak panah seukuran emat puluh
senti dengan ujung lancip dari besi dan bagian ujung terselip kayu tipis
dilemparkan ke Koro yang kemudian ditangkapnya.
" Apa yang terjadi, tuan"
Tanya Koro berdiri dari bangku kursi di barisan lantai papan kayu menjorok ke
tebing dengan sambil memegang anak panah yang di lemparkan pengendara kuda itu
"Aku tidak punya masalah dengan orang orang sini,"
" Sepertinya ada bajingan yang berjaga di perbatasan!"
Terang Pendatang Warung yang baru saja tiba di Warung dan Pondok Kecot
Sambil memegang tali kekang kudanya pendatang warung yang masih menutupi
tubuhnya dengan kain jarik berbatik coklat, bergerak menarik tali kekang kuda
melangkakahkan kakinya untuk berjalan menuju kandang di sebelah selatan warung.
Melihat itu Solor dan Koro ikut beralih dari tempat bangku dingklik yang
mereka duduki berjalan menjauhi.
" Orang dari mana "
Gumam Solor sambil berjalan tetap mengawasi pendatang barusan yang juga
berjalan memawa kuda menghampiri Kandang dari agak jauh dibelakang
" Dari Barat "
Kata Koro melangkahkan kaki dengan pandangan yang juga tertuju pada pendatang
warung barusan
" Siapa bajingan yang berada di perbatasan? Seorang pengintai? "
Tanya Solor memalingkan pandangannya lalu mengarah ke Koro yang agak pendek
" Kami tidak ada urusan dengan pengintai"
Gumam Koro menatap melihat Solor kemudian melihat anak panah yang telah
diberikan tadi dengan sedikit memutarnya.
Malam yang cerah berubah menjadi dingin di sekitaran lataran ijo, bulan juga
sudah pindah tempat tetapi memiliki intensitas cahaya yang sama.
Kini Solor di ikuti Koro berjalan untuk memasuki kembali ke dalam warung.
Didalam ruangan warung terasa lebih hangat dari pada diluar, dua orang
pendatang warung yang masih di tempat bangku dingklik kursi dan juga Gunadir
yang masih duduk di kursi meja tengah berbentuk U.
" Apa yang terjadi tuan?"
Kata Gunadir kepada Solor yang baru saja memasuki warung lewat pintu satunya
sebelah utara
" Pendatang"
Jawab Solor sambil berjalan menuju meja tengah yang berbentuk U
Gunadir berdiri sembari tangannya membuka rak dipet kotak yang ada di atas
meja tengah U menggantung disebelah pinggir belakang meja ini.
Tangannya mengambil botol Ramuan Parem Kelor dari dipet itu lalu memberikannya
kepada Solor.
" Ini tuan, sudah saya kemas"
Kata Gunadir memberikan Botol itu yang sudah terbalut kain goni rapi.
" Terima kasih"
" Pelunasannya nanti pagi ya"
Kata Solor kepada Gunadir
"Iya Tuan"
Jawab Gunadir didepan Solor
Kini Solor menduduki bangku kursi di depannya menghadap Gunadir. Di susul dari
belakang Solor duduk, Koro meletakan anak panah di atas meja pas di samping
Solor duduk.
Seketika membuat pengalihan pandangan Gunadir dan Solor tertuju melihat anak
panah yang diletakan.
" Ada apa"
Kata Gunadir melongo setelah melihat anak panah yang di letakan oleh Koro di
meja depannya dan juga di sebelah Solor.
" Kalau dilihat dari anak panahnya, anak panah biasa seperti pada umumnya"
Ucap Solor menghadap ke Gunadir
" Pengendara kuda yang barusan datang yang memberikan ini"
Ucap Koro kepada Gunadir
" Oh.. dari mana itu"
Kata Gunadir
" Di perbatasan katanya, seseorang melayangkan"
Ucap Koro
" Malam ini tadi?"
Kata Gunadir sedikit muka terkejut
" Begitulah,"
Kata Koro sembari duduk di bangku depan meja U duduk menyampingi Solor
Tidak lama kemudian Pengendara kuda yang barusan itu memasuki ruangan warung
dengan masih terkrudungi kain jarik batik berwarna coklat tua.
" Aku butuh penginapan"
Kata pengendara itu sambil melepas kain jarik yang awalnya untuk menutupi
badannya.
Terlihat orang paruh baya sekitar berumur empat puluh tahunan berbadan sedang
dan lumayan berotot mempunyai wajah agak kotak dan berbrewok tidak banyak.
" Silahkan, tuan... apakah anda perlu minum teh atau kopi?"
Ucap Gunadir kepada pendatang baru itu.
" Baiklah, buatkan Teh saja "
Kata pendatang baru itu yang mana di pengendara kuda barusan yang memberikan
anak panah kepada Koro.
Seketika pendatang baru itu berjalan pelan menuju kursi bangku yang ada depan
meja tengah U dan mendudukinya yang ada di sebelah Solor duduk juga.
" Anda dari mana"
Tanya Solor kepada pendatang baru itu
" Tantruno"
Ucap orang itu sambil melempit lempit kain jarik nya tidak terlalu rapi sambil
duduk.
Mendengar dari Tantruno Gunadir, Koro dan Solor merasa cukup terkejut karena
dari perjalanan jaraknya yang jauh.
" Oh.. dari Tantruno, tuan"
" Selamat datang tuan"
Kata Gunadir dengan melebarkan kedua tangannya mempersilahkan menghadap
pendatang baru saat dia berada di meja peracikan minuman.
" Mau ke Wijonayem?"
Tanya Solor menatap kepada pendatang baru itu yang duduk di sebelah kanannya
" Iya.. "
" Ada masalah apa disini?"
Kata pendatang warung yang barusan datang itu sambil meletakan kain jarik yang
terlipat disebelah bangku yang diduduknya
" Apa yang terjadi memangnya?"
Tanya Solor memancing untuk memberi tahu
" Lantas seorang pengintai di perbatasan?"
Kata pendatang itu menambah
" Diperbatasan anda hendak di panah, tuan?"
Tambah Koro menatap bertanya kepada pendatang barusan yang di aling alingi
Solor
" Di perbatasan ? Ancaman apa itu tadi!?"
Kata pengendara kuda barusan ke Warung dan Pondok Kecot
" Hmm... saya kira tidak ada apa apa sejak tadi sore"
Ucap Solor sambil mengelus jenggotnya meluruskan kebawah
" Betul tuan, tidak ada yang mengancam, kami juga tidak pernah ada urusan
dengan bajingan"
" Kami barusan juga melihat anda dari tebing saat menuju kesini, dan semua
kami kira aman"
" Hanya saja anda datang kesini terlalu larut malam, saya kira siapa"
Jelas Koro kepada Pendatang barusan yang sebelumnya mengendarai kuda
berkerudung kain jarik
" Selama dalam perjalanan, aku tidak ada urusan dengan orang orang Sanajayan
selain mau mengunjungi Wijonayem untuk melihat Sayembara, dan sepertinya tidak
ada yang membuntutiku juga sampai di perbatasan"
Kata pendatang warung itu dengan tangannya berpangku di atas meja
Sanajayan, merupakan suatu wilayah yang mencangkup luas dari wilayah gunung,
laut, hutan, daratan, kota kota dan desa desa yang menyebar di daerah wilayah
Sanajayan dibawah kepempimpinan kerajaan Wulansana.
" Lihatlah, anak panah biasa, saya kira tidak terlalu dikhawatirkan tuan"
Ucap Koro sambil menunjukan anak panah yang awalnya pemberian orang baru
datang itu saat merasa di ancam dengan tembakan panah di perbatasan
" Jadi menurut kalian apa maksud tembakan panah itu tadi?"
Kata pendatang yang barusan tiba
" Tuan Solor , bagaimana ini?
Kata Koro memandang ke Solor di sebelahnya
" Ehwmm ekhnm"
Kata Solor menggelengkan kepala, memberi tanda tidak tahu apa yang sebenarnya
terjadi
" Ya.. sebelumnya kami minta maaf tuan atas kejadian yang kurang berkenan saat
mengunjungi sini"
Gumam Gunadir dengan mengangkat kepalan kedua tangannya sedada berdiri di meja
peracikan minuman dengan badan menghadap ke orang itu
" Sepertinya sudah biasa tuan kalau di musim kasayembaraan begini, wilayah
Sanjayan saat ini ramai dan banyak pendatang yang datang dari luar Sanajayan"
Gumam Solor sambil memegang anak panah seraya memutarnya
" Tetapi selama perjalanan aku juga tidak merasa di buntuti seseorang!"
" Anak panah itu melayang dari kiri hingga menancap ketanah tepat di depanku,
sehingga membuat kudaku seketika berhenti"
" mengetahui itu aku langsung menuju ke arah anak panah itu diluncurkan !"
" Dan ketika aku tantang berteriak, tidak ada yang mau menunjukan diri!"
Kata Pendatang warung barusan yang merasa kesal
"Tetapi malam begini"
Ucap Koro yang sambil mengeluarkan kaki dari bangku kursi dingklik dan
beranjak untuk pindah tempat
" Anda lewat mana tuan?"
Kata Gunadir yang masih berada di tempat peracikan minuman
" Aku langsung lewat Nawijem, tidak melewati pegunungan Lumut"
" Aku juga tidak ada urusan sama sekali dengan orang di Sanajayan"
Ucap pendatang warung
"Bagaimana Koro, menurutmu siapa yang melayangkan anak panah?"
Tanya Solor kepada Koro yang berjalan mau masuk ke kursi dingklik kecil yang
sudah tersedia di dalam meja tengah berbentuk U
" Nah, itu saya tidak tahu, tuan"
" Tetapi dari anak panah itu hanya anak panah biasa seperti pada umumnya"
Kata Koro yang sambil berjalan sudah memasuki Meja tengah berbentuk U yang
kemudian dia menduduki kursi dingklik menghadap Solor dan pendatang warung
barusan.
"Mungkin itu panah milik pemburu yang meleset, tuan"
Kata Gunadir seraya melihat pendatang warung yang terakhir datang sambil
mengaduk gula pada gelas Teh
" Kalau saja itu seorang pemburu, kenapa tidak menghadap saat aku mencarinya!!"
Kata pendatang baru dengan sedikit menggunakan emosi
Tidak lama kemudian Gunadir memberikan gelas berisi teh hangat dengan lepeknya
kepada pendatang baru itu yang duduk disebelah Solor tepat di diatas mejanya.
" Tuan Solor juga dibuatkan teh hangat?"
Tanya Gunadir
" Tidak usah, terima kasih"
Jawab Solor
" Dengan senang hati Tuan"
Ucap Gunadir sembari membalikan badan melangkah agak kebelakang kemudian
menduduki kursi yang ada didalam meja tangah berbentuk U sambil mengatur posisi
duduknya agar rilek dan memberi selah pada Koro.
" Mendengar di Wijonayem diadakan Sayembara, aku kira di Sanajayan aman aman
saja, maka dari itu saya pergi kesini"
Tambah pendatang warung sambil menyeruput minuman tehnya.
" Hemm..memang tidak terjadi apa apa tuan,"
" Hanya baru saja ada berita kalau ada demo di desa Ampringan "
Kata Gunadir duduk sambil menyampirkan lap ke pundaknya
" Demo apa?"
Tanya pendatang warung
" Biasa tuan, ada yang tidak setuju dengan apa yang pemerintah lakukan"
Jawab Gunadir
" Memangnya kenapa di demo?"
Tanya pendatang itu menambah
" Iya sebagian warga di Ampringan tidak setuju diadakannya Sayembara"
Jelas Gunadir kepada pendatang warung dari Tantruno
Mendengar percakapan itu membuat dua pengunjung lainnya yang masih duduk
berbincang di kursi bangku lainnya disebelah barat mepet tembok menengok
melihat kepada percakapan mereka berempat.
Malam hari di Warung dan Pondok Kecot saat itu udara sekitar berubah dingin
karena hari yang terus berjalan. Malam pun sudah melewati tengah dan tidak lama
akan menuju ke subuh.
" Berapa,"
Ucap seseorang pengunjung yang lain yang duduk berdua berhadapan yang berada
mepet tembok mau membayar kepada Gunadir.
" Oh ..baiklah tuan,"
Ucap Gunadir yang langsung berdiri dari temat duduknya lalu berjalan menuju
meja khusus kasir yang masih dalam meja tengah berbentuk U
" Ini tuan"
Kata Gunadir kepada kedua pendatang warung menunjukan memberi catatan di
sebuah kertas kecil apa saja yang dia beli dan jumlah total
Seketika pendatang warung lainnya yang lebih dulu datang hendak selesai
berkunjung di Warung dan Pondok Kecot itu melunasi kepada Gunadir dan segera
untuk pergi meninggalkan.
" Terima kasih"
Ucap pendatang Warung dan Pondok Kecot seraya berduanya berjalan menjauhi
mereka menuju keluar warung melewati pintu sebelah selatan
" Sayembaranya dimulai tiga hari lagi, karena sebentar lagi subuh"
Ucap Koro yang belum merasa mengantuk kepada pendatang warung yang barusan
datang
" Dengan siapa anda, tuan"
Kata Solor menanyakan nama pendatang warung yang terakhir datang itu
" Perjalanan dari sini ke Wijonayem paling lama membutuhkan dua hari, dan itu
cukup,"
" Namaku Nawiran"
Ucap pendatang warung yang tadinya mengendarai kuda yang mendapat sedikit
teror di perbatasan
Mengetahui dua pendatang lainnya pergi keluar meninggalkan warung membuat
percakapan empat orang ini terputus dan diam beberapa saat yang mana pendatang
warung yang terakhir itu sambil menyruputi tehnya
" Salah satu warga desa dekat dengan hutan lemah angker itu, ada yang
meprovokasi sehingga memicu demo untuk diberhentikannya Sayembara di Wijonayem"
" Sebetulnya juga masih belum jelas, karena kami juga mendapat kabar dari
pendatang sini tadi siang "
Gumam Koro
" Rumornya karena akibat pemberitahuan dari seorang dukun disana?"
Kata Gunadir yang duduk santai di dalam meja tengah berbentuk U melayani kedua
pendatang warung
"Sebelumnya dari Tantruno, aku mendengar kabar kalau sejak Kejadian
penyerangan di Lawes, Sayembara tujuh tahunan akan diselenggarakan di Sanajayan
sehingga membawa kericuhan karena akibat dari hutan Lemah Angker"
"Memangnya kericuhan apa yang telah dibuat dari hutan angker itu?"
Ucap tambah pengendara kuda itu menatap ke Solor dan juga Koro
Kata kata ini dilontarkan oleh pendatang warung yang terakhir datang bernama
Nawiran, dia mengira gerara hutan lemah angker membuat orang orang di Sanajayan
banyak meneror termasuk orang yang melayangkan anak panah yang hampir
mengenainya di perbatasan Latar Ijo.
" Oh.. tuan, Apakah hutan itu juga sering disebutkan di Tantruno?"
Tanya Gunadir mendengar perkataan dari Pendatang warung itu sambil mengatur
posisi duduknya agar nyaman lagi
" Tidak terlalu, hanya saja orang orang di Tantruno sudah tahu banyak bahwa
hutan itu angker tempat yang jarang dikunjungi orang orang, dan sebagian ada
melakukan pemujaan dihutan itu"
Kata pendatang warung dari Tantruno bernama Nawiran
" Oh..Pemujaan??"
Gumam Gunadir sambil tangannya bergerak seperti mempersilahkan
" Sebentar, tuan Nawiran, "
" Anda mengatakan sejak kejadian di Lawes, Apa yang anda ketahui tentang
Lawes?"
Tanya Solor fokus menatap orang pendatang warung dengan lagak serius.
" Lawes yang dahulu terkenal dengan Tambang Lartojayan, dan Para pemimpin
mereka yang melanggar hukum Aliansi"
" Serta memperbudak orang orang guna mengeruk tambang emasnya, hanya terlalu
berambisi untuk mengoleksi batu "
Ucap Pendatang warung yang bernama Nawiran
" Batu?"
Gumam Solor tanda tanya
" Batu apa yang di koleksi, tuan?"
Tambah Solor menanyakan
" Ayahku menceritakan kalau pemimpin Lawes dulu tergila gila karena terobsesi
memiliki koleksi batu"
Terang pendatang warung berbicara dengan sedikit pandangan keatas menatap
lampu gantung diatas meja tengah U
" Oh..tuan, Batu apa yang di koleksi"
" Pasti batu yang sangat berharga dan mahal"
Gumam Gunadir yang masih duduk di meja tengah bersebelahan dengan Koro dengan
telapak tangan mendekap dan siku tangannya berjauhan menempel diatas meja
" Begitulah, Masakan anda tidak tahu tentang hal itu?"
Tanya Pendatang warung bernama Nawiran
" Apa benar begitu tuan Solor?"
Kata Koro seraya memandang Solor yang duduk di depannya berhadapan
" Dari kerajaan Alingkukoh hanya saja waktu itu menyerang Lawes, dan keluarga
Duwitri telah di hukum mati semua"
Ucap Solor sambil bergerak mengatur posisi badannya agar sedikit rilek karena
juga sedikit ngantuk
Mengetahui apa yang di ucapkan dari Pendatang bernama Nawiran, Pikiran Solor
membanting stir berubah timbul pertanyaan pertanyaan lagi, yang sekiranya
menjadi berkaitan tentang keganjilan pada hadiah utama sayembara nanti. Dengan
itu Solorpun segera mefokuskan lagi pada percakapan keempat orang yang duduk di
meja tengah warung dan Pondok Kecot berbentuk U
" Tuan Nawiran, apakah anda tahu tentang Akik Kumenteng?"
Mencoba Solor bertanya kepada pendatang warung
" Akik Kumenteng? Hadiah Sayembara di Wijonayem?"
" Aku ingin melihat sayembaranya karena hadiahnya itu"
" Dan ternyata justru malah ada yang tidak setuju dengan Sayembaranya"
"Pemimpin padepokan begitu murah hati menurunkan Akiknya untuk di jadikan
hadiah utama"
Jelas Nawiran pendatang Warung dari Tantruno
" Anda tahu asal usul Akik Kumenteng?"
Tanya Solor tambah
" Tidak, bukankah itu milik ketua Padepokan silat di Wijonayem ?"
Jawab Pendatang warung bernama Nawiran
" Akik itu pemberian dari Alingkukoh, dan Akiknya sebenarnya dari penambang
yang di perbudak di Lartojayan jaman dulu"
Kata Solor menerangkan
" Owhh Tuan, sudah layak tuan Wandarimo menurunkan Akik itu lewat Sayembaranya
kalau begitu "
Gumam Gunadir
" Jadi, Akik itu bukan milik Wandarimo???"
" Apa betul Akiknya sangat berkhasat?!"
Tanya pendatang warung bernama Nawiran seraya membelit tangannya hingga di
tumpukan ke atas meja depannya
" Saya pikir Akik itu bukan milik siapa siapa, hanya saja saya ragu sebenarnya
akik itu dibuat oleh budak di Lartojayan? apa memang akiknya sudah ada dan
disembunyikan diwaktu memasuki tambang? "
Jelas Solor mengatakan kepada yang lain
" Mengesankan "
" Tetapi dari pihak Tantruno semua orang sudah tahu bahwa Akiknya aman dari
"Penukar Maut" ( Orang orang diluar Sanajayan menyebut Batin Pangikrar dengan
Penukar Maut )
Gumam Pendatang warung bernama Nawiran
" Bagaimana ini tuan Solor?"
Kata Koro sambil memijat mijat kakinya menelonjorkan di bawah meja
" Aku tidak tahu itu.....ketika di ruang raja sebelumnya mereka mengatakan
kalau Akiknya sudah di garami"
Lanjut Kata Solor
Udara dingin sedikit demi sedikit memasuki ruangan warung yang memiliki
jendela panjang diantara pintu masuk yang tidak pernah tutup. Haripun juga
sudah berganti karena cahaya semburat sinar matahari yang mau muncul sudah
terlihat di langit merubah warna latar pegunungan pegunungan sekitar Latar Ijo.
" Aku pergi tidur dulu"
Kata Pendatang baru bernama Nawiran seraya mengambil Kain jarik yang terletak
di samping dan juga busur serta sarung panah yang masih di belakang punggungnya
Bergerak mengeluarkan kakinya dari meja dan bangku dingklik, pendatang warung
itu berjalan pelan menuju Lantai dua menjauhi mereka bertiga yang masih di meja
tengah berbentuk U
" Ohh.. silahkan tuan, kamarnya di lantai dua"
" Jangan lupa mengambil selimut di rak itu"
Ucap Gunadir yang masih tetap duduk sambil tangannya menunjuk ke rak tempat
selimut
Mengetahui itu Koro juga segera menyusul pendatang warung bernama Nawiran yang
hendak ke lantai dua untuk menunjukan kamarnya.
" Apakah tuan pendatang barusan adalah seorang kerajaan tuan Solor?"
Tanya Gunadir kepada Solor didepannya yang masih duduk di bangku dingklik meja
tengah berbentuk U .
" Saya kira dia pengelana juga, tidak ada yang di tunjukan sesuatu lencana
tentang pemerintah"
Jawab Solor
" Mendingan saya istirahat dulu Gun, mumpung Koro naik keatas"
Ucap Solor sambil bergegas mengeluarkan kedua kakinya dari dalam bawah meja
dan berjalan meninggalkan meja tengah berbentuk U
" Ohh iya tuan, sudah waktunya anda istirahat, karena sebentar lagi akan pagi"
" Jangan lupa Slimutnya tuan Solor"
Kata Gunadir dengan gerakan tubuh mempersilahkan
Solor berjalan menuju tangga naik yang ada di belakang meja tengah berbentuk U
sambil melangkah ke almari yang berskat tidak berpintu tempat penyimpanan
selimut dan mengambil satu paling atas dari beberapa tumpukan selimut lainnya.
Berjalan menaiki tangga naik yang lama kelamaan meninggalkan punggung Gunadir
hingga tertutupi papan kayu lantai dua.
Setiba di lantai dua Solor melihat Koro berjalan dari koridor menuju tangga
yang hendak mau turun.
" Sebelah mana kamarku"
Ucap Solor kepada Koro yang sedang mau turun tetapi masih agak jauh dari tangga
" Eemm.. Sini tuan"
Kata Koro dengab tangannya sambil menunjukan pintu kamar yang dekat dengan pot
tanaman
" Baiklah"
Kata Solor
Solor segera berjalan menuju pintu kamar yang tidak jauh dari tangga
" Selamat Istirahat tuan"
Kata Koro sambil sedikit membungkukan badan
" Sama sama"
Jawab Solor seraya membuka gagang pintu lalu membukanya
Menutup pintu kamar Solorpun bergerak melangkah munuju laci setinggi dada
manusia, sembari meletakan selimut hijau tua agak gelap dan peralatan
peralatannya yang di cantol kan ke sabuk ada juga yang diselipkan ditaruh
diatas laci itu. Sambil membuka sabuk yang sedikit besar terbuat dari kulit
pohon dan kulit singkong berwarna coklat tua Solor perlahan melepaskannya
karena di dalam sabuk itu tersimpan banyak peralatan benda benda ukuran kecil
di dalam kantong sabuk berbentuk dompet.
Melihat ruangan kamar yang remang berwarna oren yang tidak terlalu lebar,
dengan dinding model panel bercorak bagian atas bergaris vertikal papan kayu
berwarna coklat dan bagian bawah papan polos dari kayu berwarna coklat tua yang
setiap satu meter keliling terdapat ukiran bertema keong terlilit daun elegan.
Di samping Solor depan laci setinggi dada manusia terdapat tempat tidur satu
orang terletak membelakangi mepet dinding dengan bantal dan kain sprei berwarna
putih ditutupi selimut berwarna kuning yang tidak sampai menutupi bantal. Tidak
lupa juga dibawah tempat tidur dialasi karpet berwarna hujau tua bergaris
kuning melingkar dan tepat diatas bantal agak tinggi terdapat jendela bundar
yang tengahnya kayu lingkaran kecil dan setap seperempatnya ada garis kayu
menghubungkan pada lingkaran tepi jendela.
Di samping dari jarak dua langkah ada tembok lagi yang tertempel pigura kecil
berwarna coklat tua terdapat ukiran keong berwarna kuning tua keemasan. Dan
diatasnya terpasang ublik lampu minyak tertempel di atas pigura keong.
Kini Solor merebahkan badannya ke kasur, tampak merasa nyaman bercampur
pertanyaan memikirkan sesuatu.