Chereads / Chandraklana : Singularity Of The Grand Prize / Chapter 15 - Keong Yang Menyendiri

Chapter 15 - Keong Yang Menyendiri

KEONG YANG MENYENDIRI

Jun 5, 2022)

Diselatan Kota Alingkukoh dari jarak perjalanan memerlukan sekitar satu hari

hingga bisa tiba disini yaitu " Lataran Wijo ", 

Sebuah padang rumput yang luas dan

beberapa tanah agak menggelembung yang membuat padang rumput terlihat seperti

karpet bergelombang. 

Terdapat batu tebing di tengah savanah lembah hijau luas ini terbangun sebuah bangunan yang atapnya berbentuk keong berwarna kekuningan tua. 

Bangunan Warung dan Pondok Kecot yang memiliki lantai dua dan lantai tiga letaknya 

berada di bagian atap yang menggembul berbentuk keong.

Di atap berbentuk keong besar itu tampak di kelilingi jendela jendela bundar yang merupakan jendela kamar penginapan untuk para pendatang yang mau menginap. 

Bagian atasnya lagi yang masih seatap keong besar ini bagian tumpukan cangkang ke dua sama terdapat juga jendela bundar mengelilingi, yang mana bagian ini merupakan lantai toko penyimpanan barang dan peralatan Warung dan Pondok Kecot. 

Dilantai tiga ini juga melayani bagi pengelana yang datang untuk membeli atau perdagangan tukar tambah peralatan dan senjata bekas atau baru yang tentu saja semua bersih dari Lingkaran Kegelapan.

Dagangan yang paling utama di sediakan ialah "Ramuan Parem Kelor". Sebuah ramuan yang sudah diracik resepnya secara turun temurun, untuk menyegarkan serta menyembuhkan segala hal yang berkaitan dengan guna guna.

Selain itu karena merupakan Ramuan yang berkhasiat dapat mengembalikan energi dan menghilangkan rasa capek dengan cepat

dari pada ramuan ramuan umunnya membuat Ramuan Parem Kelor banyak yang meminati terutama para pengembara.

Sebelum dia tidur di kamar penginapan, 

Solor hendak melihat lihat benda dan peralatan yang terakhir tersedia di lantai 

tiga Warung dan Pondok Kecot, sekaligus membicarakan Akik Kumenteng yang ingin dibicarakan berdua saja pada salah satu penunggu Warung ini.

Bersama Koro si pedagang peralatan dan senjata menemani berjalan di depan Solor telah tiba di lantai tiga dimana 

ruangan berdinding cekung bergaris garis plat kayu kebawah setinggi tiga meter.

Di ruang ini terdapat kotak kayu melengkung panjang sepanjang luasnya ruangan

mepet di dinding yang cenderung cekung. 

Kotak kayu warna coklat agak gelap yang

bagian depan kotak kayu ini terdapat pintu kecil dan beberapa laci berderetan

sepanjang kotak kayu yang hampir mengikuti luas ruangan ini. Bagian atas kotak

setinggi perut ini teralasi kain bludru berwarna hijau tua bergaris kuning tua, 

dan di atas kain Beludru tergeletak beberapa benda dan peralatan, sebagian juga

ada yang di beri tempat ada juga yang diberi alas bantalan lebar.

Pada dinding ruangan ini terpajang beberapa topeng dan beberapa peralatan atau senjata disebelah kanan kiri terpajang juga bendera berbentuk segitiga panjang berwarna

hijau tua bergambar keong menyilang.

Di bagian tengah terdapat meja bundar agak besar berdiameter satu setengahan 

meter, yang dialasi taplak kain batik bergambar keong antara warna coklat hitam

dan sedikit warna hijau tua. 

Di tengah meja bundar ini dialasi kain bludru

berwarna hijau tua yang bergaris dua baris tebal dan tipis warna kuning tua di

sisi tepinya. Di atasnya terpajang botol botol yang tersusun dari pendek ke

lebih tinggi , dari ada yang berbentuk tabung, lurus dan sebagian cembung bagian 

bawah. Botol berisi jamu dan ramuan berbagai macam sesuai khasiatnya yang 

memiliki penutup dari kayu dan beberapa dari daun, ada yang luarnya terlilit 

kayu menjalar, ada juga yang bagian luar tertempel kain ada juga sedikit 

terbungkus daun.

Diatas meja ini terdapat lampu ublik besar menggantung berbentuk cangkang keong yang dilapisi kaca.

Dari paling jauh tempat tanggal masuk ruang ini, terdapat tangga melingkar menuju balkon kecil yanh ada pada pucuk atap 

cangkang keong dan tempat dimana roda lampu tali yang menghubungkan ke tanah menggelantung.

" Tidak ada senjata atau peralatan baru, tuan"

" Sudah sejak tiga bulan ini"

Ucap Koro yang berjalan menuju mendekati meja bundar yang di tengah kemudian berhenti.

" Tidak apa apa, setidaknya aku bisa melihat koleksimu"Ucap Solor yang berjalan 

menuju paling ujung meja kotak yang disebelah mepet dinding.

" Anda masih memakai tulup dan rumah semut merah, tuan?"

Tanya Koro kepada 

Solor yang sedang melihat lihat peralatan dan senjataterpajang di meja panjang 

melengkung mengikuti dinding ini

" Iya, masih tidak lawaran, dan saya suka itu"

Solor membalikan badan melihat Koro

" Dan saya tidak peduli itu"

Ucap Solor memandang Koro Melihat itu Koro sedikit tersenyum sampai memperlihatkan giginya.

" Iya tuan, begitulah ciri khas anda"

Kata Koro masih percaya kepada Teknik Solor yang masih menggunakan rumah Angkrang apabila bertarung.

" Ketika sesatu diajak adil tidak diangkat, tekniklah yang akan maju"

Ucap Solor mempercayai dirinya lalu kembali membalikan badan meneruskan melihat lihat peralatan dan senjata yang di pajang.

" Apakah tuan Solor sudah tahu kinerja Akik Kumenteng?"

Tanya balik Koro yang 

sebenarnya ingin ditanyakam sejak tadi waktu di lantai bawah

" Mengangkat beban berat"

" Jadi apabila seseorang memakai akik itu maka akan ringan apa yang si pemakai angkat"

Kata Solor menengok kebelakang melihat Koro yang masih berdiri disamping meja bundar di tengah ruangan.

"...Tuan.. apakah benar yang anda katakan tadi? Bahwa Akiknya dari Lingkaran Kegelapan??"

Tanya Koro memastikan 

" Kalau aku sih iya…., tetapi ntahlah…kerajaan Alingkukoh sudah menyatakan kalau Akiknya sudah tergarami, dan hasilnya NIHIL."

Jelas Solor sebetulnya juga masih ragu.

" Tetapi akiknya ajaib loh.."

" Mana mungkin bukan dari Lingkaran Kegelapan??...bukan begitu kan?

Tanya Solor meminta pendapat Koro yang juga mahir dalam hal ini.

" Apakah anda tahu banyak dengan akik itu tuan?"

Tanya Koro kemudian

" Lumayan, berkat buku dari Samiranah"

" Lainnya saya sedang mencari itu, 

bahkan seperti setiap orang yang aku temui, aku bertanya tentang akik itu"

Jawab Solor yang masih melihat lihat peralatan yang di pajang di meja yang melingkar sepanjang dinding ruangan.

" Ya, bisa jadi Akik Kumenteng milik Wandarimo tidak berguna dari pada 

kerisnya, maka dari itu beliau menurunkan melalui Sayembara"

Ucap Koro menerka

" Masa sihh itu.. ide yang bagus?, akik dipakai di jari Ro, dan Keris di kepalan tangan"

Ucap Solor menjawab dengan pandangan agak kebawah melihat lihat peralatan dan

senjata yang di pajang, tidak menyetujui pendapat Koro dengan mengutarakan, karena apabila Akik Kumenteng di pakai dan keris yang juga memiliki supranatural, maka tentu saja kekuatan menambah.

"Sungguh tuan, saya tidak tahu tentang itu, mudah mudahan saja tidak terjadi 

apa apa"

Gumam Koro

" Memangnya apa yang akan terjadi?"

Tanya Solor kepada Koro sambil membalikan 

badan menatap Koro yang berdiri disamping meja bundar ditengah

" Saya tahu anda sedang resah karena itu?? juga mencari itu " Balas Koro 

" Kata Gunadir tentang malapetaka tadi?"

Kata Solor melihat ke muka Koro tetapi 

badannya masih menghadap kotak kayu peralatan. Lalu Solor membalikan lagi mukanya melanjutkan melihat peralatan dan senjata yang ada diatas susunan meja kayu

" Jadi ketika kita mati, apakah bisa kamu sebut malapetaka penutup juga?" 

" Menurutmu, apa bedanya mati dengan malapetaka penutup?"Tambah Solor dengan membalikan muka menghadap ke Koro lagi

Mendengar itu Koro terdiam sedikit mencoba untuk tersenyum menerima.

" Tetapi ramalannya seperti itu…., Chandrakalan tidak akan aman kalau masih adanya Batin Pangikrar…dan suatu saat akan ada waktunya seperti dahulu…"

" Orang orang akan kembali terbiasa menggunakan Batin Pangikrar..dan tentu saja tak akan mau terkalahkan…"

Mendengar sanggahan dari Solor yang mengatakan bahwa Akik Kumenteng yang dijadikan Hadiah utama adalah dari Batin Pangikrar.

" Masih ada harapan Ro…akiknya sudah tergarami…"

Kata Solor menenangkan.

" Lantas?? ..dengan begitu apakah pusaka yang dimintai dari Batin Pangikrar suatu saat akan tidak terdeteksi apabila digarami?..

Bukankah itu akan membawa semuanya jadi sulit??....sangat membahayakan ini tuan.."

Kata Koro berpendapat membuat mengkawatirkan dirinya sendiri.

" Aku kira tidak mungkin!..."

" Kegelapan tidak bisa menyatu dengan Cahaya…"

Kata Solor

" Tetapi Batin Pangikrar awalnya sakral tidak seperti sekarang sangat Membahayakan"

Kata Koro mencoba menyambungkan perkataan Solor

" Benar ! Maka dari itu !!…Samiranah suka menyelidiki Lemah Angker !! inilah yang kami cari…"

" Tahu sendiri slogan Sayembaranya !.."

" Membuat kami terasa menanggung juga.."

Kata Solor karena mereka pernah sebagai pemenang dalam Tujuh Tahunan Sayembara.

" Maksud ?? . .tuan..menyimpulkan... !!?? … Akiknya berunsur cahaya?.."

Tanya Koro terkejut mencoba memahami apa yang sedang diberitahu oleh Solor

" Makanya aku bingung…."

" Sudahlah, lihat kondisinya nanti.."

Kata Solor sambil melanjutkan melihat 

lihat peralatan dan senjata yang adapada atas meja kotak kayu yang memiliki 

pintu kecil dan laci.

" Berati adanya kabar dari Ampringan tadi menyanggah apa yang tuan Solor katakan?

BAHWA AKIKNYA DARI BATIN PANGIKRAR"

Kata Koro kepada Solor

" Lah..kan sudah aku katakan dari tadi, bahwa akiknya benar dari Batin Pangikrar,"

"Dengan begitu apa kamu juga mau ikut mendemo untuk 

memberhentikan Sayembara yang diselenggarakan Wijonayem?"

Kata Solor

" Tentu saja tidak, tuan,"

" Sayembaranya, sepenuhnya didukung Oleh Aliansi..dan juga mendengar dari sanggahan anda…"

Ucap Koro ikut prihatin.

" Begitulah, tidak perlu ada yang ditakutkan ketika kita mati sekalipun"

" Ketika keadilan ikut di seret kebawah, tak tercuil ketakutan itu"

Kata Solor menyemangati untuk menenangkan sambil masih melihat lihat peralatan dan senjata yang di pajang

" Terima kasih tuan" Ucap Koro sambil mengangguk

"Kakekmu orang yang bijaksana, Ro"

" Beliau juga bukan orang penakut"

Tambah Solor menjelaskan

" Terima Kasih, tuan"

Ucap Koro memandang Solor dari belakang

Selang beberapa saat ketika waktu disekeliling Bangunan Warung dan Pondok 

Kecot menggerogoti, menandakan tengah malam terlewati. Solor yang masih melihat lihat peralatan dan senjata yang di pajang di meja mepet dinding lantai tiga ini sudah hampir semua dia cermati.

" Barangnya masih saja seperti dulu kan , tuan?"

" Tetapi coba anda lihat ini tadi"

Ucap Koro penjaga Warung dan Pondok Kecot yang mulai berjalan menuju meja 

yangmepet dengan dinding cekung lantai tiga Warung dan Pondok Kecot.

Mendengar itu Solor pun langsung berjalan pelan menghampiri Koro.

" Lihatlah benda ini tuan"Kata Koro kepada Solor

"Pecut dari mana itu"Tanya Solor

" Pecut Wuri dari Tantruno"

" Lihat saya menempelkan dari siapa pecut ini"

Ucap Koro memperlihatkan kertas yang tertulis nama senjata itu dan dibawahnya tertulis nama yang membuat.

Kertas itu tertulis " Sumadiyan " tepat di gagangnya.

" Biasanya Tantruno banyak sebagai pembuat pedang atau tombak"

Gumam Solor

" Maka dari itu, ini peluang "

Jawab Koro yang berada di sampingnya menerangkan tentang senjata itu.

Senjata yang Solor lihat sebuah pecut berwarna abu abu kehijauan dari serat 

kayu yang berlilit kecil dengan campuran tali terbuat dari besi yang lentur tetapi kuat, berukuran panjang dan lumayan besar, di bagian tali pecut terdapat besi 

besi lancip hingga tali di ujung terpasang juga jarum lebih besar daripada yang 

terpasang di sepanjang tali pecut. 

Gagangnya terbuat dari kayu, membentuk bekas kepalan tangan dan sedikit berukir batik ular tepat dikepalanya diujung 

gagang.

" Bagus juga Pecutnya" Gumam Solor

" Tumben menerima dagangan dari Tantruno"

Ucap Solor lagi

" Kami tertarik pada lilitannya, tuan"

" Maka kami mengambil" Kata Koro 

menceritakan

" Ini juga Akik" Ucap Solor melihat sebuah Akik yang terselip bagian bawahnya 

memperlihatkanbatu permata berwarna hijau emerald diletakan dikotak kecil yang bagian 

tempat selipannya kain beludru berwarna hijau tua.

Melihat bagian depan kotak 

kecil berisi Akik itu terdapat kertas kecil bertuliskan " Royo" dan di bawah 

tulisan itu tertulis " Edhoran"

" Apa Akiknya berfungsi ?"Tanya Solor

"Sepertinya akik ini sudah anda tanyakan terakhir anda kesini tuan"Ucap Koro yang masih begitu mengingat.

" Oh.. ya?"Ucap Solor menjelaskan sambil senyum

" Akik dari batu Jamrud " Jawab Koro seraya memandang Wajah Solor dengan merasa kawatir

" Dari orang yang tinggal di Loralas"

Tambah jawab Koro memberitahukan si 

pembat akik itu yang mana, Loralas adalah tempat kelahiran Solor.

" Hmm...Lainnya masih seperti dulu"

Gumam Solor seraya matanya melihat benda ke benda lain

" Tuan….apakah menurutmu masih ada orang yang menggunakannya?"

Tanya Koro masih mau membincangkan terkait Akik Kumenteng.

"Maksudmu?..Batin Pangikrar..?"

Sambungnya

" Kebanyakan mereka malah lupa, jikapun ada yang tahu, itu berbahaya dan sangat amat merenggut..!!"

Kata Solor masih matanya mengelilingi peralatan yang tersedia didepannya.

" Tetapi semestinya kamu merasakan, katika kita selalu membahas ini…,.."

Kata Solor seraya tiba tiba menatap Koro.

"... Mmm….iya..aku tahu tuan.."

" Memang ketika kita sudah mengetahuinya..apalagi dengan membicarakannya.."

" Membuat kita merasa ingin melakukannya…"

" Tapi, bagi kita…apa yang kita butuhkan?..."

Gumam Koro yang sepandat dengan Solor

" Memang, apa yang kau butuhkan?"

Tanya balik Solor

"Mm ..yang aku inginkan saja hanya..senang melayani pengembara…"

" Itu..pun menurutku sudah cukup.."

Jawabnya

" Kalau . .tuan sendiri?" Koro tanya balik

"..apa..ya…?. "

" Banyak sih …" 

" Mempunyai banyak keluarga..dan tentu saja…dapat dipercaya…"

Jawabnya

" Tetapi, orang orang mudah berubah…"

Gumam Koro 

"...... berubah karena keadaan terdesak, tidak berubah dengan dirinya sendiri.."

Tambah Solor Sepakat

"....Buat apa ..Tujuh tahunan diadakan Sayembara…kalau orang orang tetap mudah berubah?.."

Ucap Koro menyindir Wandarimo

" Tidak semua Ro.., Orang orang melakukan perjalanannya mereka sendiri…."

" Kau tidak bisa, memaksa itu…"

Tambah Solor menengah nengahi

" … Menurutku, Tuan dan Samiranahlah yang … benar benar .. Pengelana Bulan Sabit sejati…"

Ucap Koro jujur

" Kau mencoba memujiku…?"

" Aku tidak tahu tuan,...hanya saja aku masih shock ternyata Akiknya dari Batin Pangikrar.."

" ….Bagaimana nantinya orang orang tahu mengenai ini …"

Gumam Koro Kuatir

" HARAPAN.."

Kata Solor memperhentikan kekawatiran Koro akibat pemberitahuannya yang kembali mencoba memfokuskan pada dagangannya dengan berusaha mengalihkan pembicaraan memulai mendekati meja besar ditengah ruangan tersinari lampu gantung yang besar.

" Ramuannya unik unik …"

Ajak Solor membuat Koro membalikan badan menghadap meja bundar yang tengahnya penuh terisi beraneka ragam ramuan yang menggunung ditata secara rapi dari pinggir tepi meja sampai tengah botol ramuan yang paling tinggi bentuk bentuk botolnya.

" Apakah Ramuannya semua berkhasiat??"

Tanya Solor pada Koro yang terlihat dadanya sampai muka karena memang pendek disebrang meja.

" …Hiks…memangnya sekhasiat apa tuan? Buatan manusia…"

" Dengan Batin Pangikrar…semua urusan akan beres…."

Kesimpulan Koro apa yang manusia buat, tidak mampu menandingi dengan apa yang mengandung Batin Pangikrar karena dengan benda apapun sesuai permintaan akan terwujud.

"...Sstt….sudahlah saudarku…"

"  Walaupun aku berencana ke Alingkukoh, aku membawakan durian untuk kalian?"

" Wow.. tuan terima kasih…"

" Sengaja masih aku simpan di tas tabung kuda, karena baunya yang menyengat!"

" Mereka pasti senang juga tuan..mendengar ini.."

" ..dengan senang hati…."

Jawab Solor yang kemudian pandangan tertuju mengitari beraneka macam bentuk dan warna dagangan ramuan milik Koro.

" Ramuan apa ini"

Kata Solor dengan jari menunjuk ke arah botol yang luarnya dililiti kayu.

" Akaratas"

Jawabnya

" Kamu yang membuatnya..?"

" Bukan tuan…"

Ucap Koro sambil berusaha menyela botol lain memperlihatkan lebih jelas sampai botol yang di tunjuk Solor nampak tulisan kertas kecil di bagian pentup menggelantung terbaca tulisan bahasa jawa " Loralas "

" Khasiatnya untuk apa?"

Tanya Solor kemudian

" Mempercepat ..pertumbuhan.."

Balas Koro mengangguk

" Oalah bukan untuk diminum manusia?"

Kata Solor terkejut.

" Sayangnya ini pupuk untuk tanaman …tuan..tetapi bisa diminum juga.."

Kata Koro hafal semua jenis dagangannya, walaupun kadang lupa kalau tidak mengulang nama dan pembuatannya.

Jari jemarinya Solor mengarungi serta membolak balikan botol botol di meja itu saking terpukau keaneragamannya.

" Semestinya begitu tuan...pembuatnya meracik menggunakan bahan bahan 

tradisional…"

Lanjut Koro menjelaskan 

" Menarik sekali, secepat apa akan tumbuh?"Tanya Solor

" Dari si pembuat mengatakan, metabolisme akan mempercepat perkembangan tubuh 

kita dari satu minggu seperti satu bulan"

Ucap Koro yang sebenarnya juga ragu atas khasiat yang dibuat manusia dibawah rata rata.

" Menarik sekali, apabila saya minum, saya pun segera tua dan mati"

Jawab Solor dengan sedikit tersenyum

" Sayang sekali hanya satu botol tuan"

Kata Koro juga sedikit tersenyum

" Apa ramuan ini juga bisa menyembuhkan luka dengan cepat?"

" Begitulah,.... tetapi tidak terlalu khasiatnya untuk penyembuhan" 

Jawab Koro

" Kalau Ramuan ini untuk apa?"

Tanya Solor menunjukan botol kaca yang bagian bawahnya cembung terlihat warna cairannya merah pekat dan penutup botol dari kayu berukir bunga mawar berwarna coklat tua.

" Itu ramuan " Siamabrit", ramuan itu saya kira untuk wanita saja tuan,"

Jelas Koro kepada Solor

" Apa Khasiatnya?"Tanya Solor

" Memperlambat disaat malam pertama"

Jawab Koro

" Apa?, Walaupun dipercepat apakah wanita setelah minum ini akan jadi lambat 

ketika malam pertama?"

Tanya Solor sedikit penasaran

" Mmm... kata dari si pembuat begitu, ketika diminum akan memperlambat hubungan 

disaat malam pertama.."

" Sebentar, tuan coba lihat tulisannya apakah ada disitu"

Kata Koro meminta bantuan karena pendek tidak semuanya kertas tulisan terlihat 

Seketika Solor sedikit memutar botol itu lalu di sampingnya tertempel kertas 

bertuliskan" Siamabrit" dibawahnya tertulis " Sardinah"

" Siamabrit ... Sardinah"

Ucap Solor kemudian

" Oh benar, itu untuk memperlambat disaat malam pertama pengantin, bila di 

minum si wanitanya memungkinkan akan mendapat keturunan laki laki"

Jelas Koro 

" Menarik sekali, sayang saya belum punya istri"

Jawab Solor sambil tersenyum lebar

" Hehe... memang begitu khasiatnya tuan"Ucap Koro

" Lah.. memang saya belum punya istri, Ro"Kata Solor membela diri sendiri

" Tidak apa apa tuan, memang belum ada jodoh atau memang belum berencana 

tuan,"

Kata Koro sedikit membejek

" Memangnya umur kamu berapa?"Tanya balik Solor kepada Koro

" Saya paling tua diantara ketiga saudara saya lah.."Jelas Koro yang ada 

disamping Solor menghadap meja Bundar yang ada di tengah ruangan lantai tiga

" Hanya saja, belum siap membuang kekuatan saya"

Kata Solor

" Ya begitulah tuan,"

" Ketika keadilan diseret kebawah, ketakutan tak akan mencuil sedikitpun"Kata Koro mencoba membejek lagi

" Terus kenapa kamu mengambil ramuan ini "

Tanya Solor kepada Koro yang 

menunjuk Botol Siamabrit dengan jarinya.

" Kami mengambil karena khasiat lambatnya, tuan"

Jawab Solor

" Baiklah, aku ambil ramuan Kelor saja"" yang tanggung ini"

Ucap Solor kepada Koro menunjuk botol khas Warung dan Pondok Kecot karen sudah hafal pada cairan dan bentuk botolnya.

" Baiklah, tuan"Jawab Koro sambil mengambil Botol Parem Kelor berwarna kuning tua yang tertata agak tengah tetapi Koro tidak cukup tangannya untuk mengambil.

" Sepertinya saya perlu kursi pendek"

Kata Koro

" Tidak usah Ro, biar aku yang mengambilkan"

Kata Solor mengambil botol Parem 

Kelor dengan hati hati diantara botol botol lain di sebelahnya.

" Satu ya.." Ucap Solor kepada Koro seraya memberikan botolnya pada Koro yang lebih pedek

" Baiklah tuan"Jawab Koro

Sambil membopong botol Parem Kelor ke untuk di bungkus yang kemudian kembali 

bergegas memulai mengajak turun ke lantai dasar.

" Jangan diminum lebih dari satu bulan ya tuan"

Ucap Koro kepada Solor 

memberitahukan agar tetap dalam khasiat

" Baiklah, mari kembali ke Warung"

bergegas bergerak meninggalkan Meja Bundar yang di tengah ruangan

Menuju tangga untuk turun yang di awali oleh Solor berjalan diikuti Koro yang 

sambil mendekap botol Ramuan Parem Kelor. 

Berjalan pelan Solor menuruni tangga

dengan sedikit remang menjauhi Lampu di atas meja bundar berbentuk keong.

Dengan pelan mereka menuruni tangga yang bagian tengah beralas karpet warna 

hijau tua bergaris kuning pada pinggirnya. 

Tangga setinggi sekitaran empat meter memiliki pagar pegangan yang sama seperti tangga naik ke lantai dua. 

Di bawah tepat disamping tangga terdapat pot berukir tema keong ditanami tumbuhan hijau berdaun lebar dan lebat, yang bawah pot tersebut ada alas kain agak tebal berwarna hijau tua juga.

Kini Solor dan Koro tiba di lantai dua setelah mereka dari ruang peralatan dan