Chereads / Chandraklana : Pengembara Bulan Sabit / Chapter 7 - Bab 7 - Kerusakan Alam

Chapter 7 - Bab 7 - Kerusakan Alam

Solor memacu Wus Wus dengan hati-hati, langkah kuda itu bergema di malam sunyi, hanya diselingi suara angin yang merintih di antara pepohonan yang tumbang. Tiang cahaya di kejauhan tampak semakin besar, memancar seperti obor raksasa yang menusuk langit. Rasa penasaran bercampur waspada menghantui benaknya. "Apakah ini ulah buaya buaya tadi?"" Tetapi mustahil apabila ini ulah buaya buaya itu sampai meretakan tebing seperti itu" gumamnya, menggenggam kendali kuda lebih erat.Di sekelilingnya, lereng pegunungan terlihat rusak parah tampak belum lama terjadi. Tanah yang bergelombang dan bebatuan besar yang berserakan membuat perjalanan semakin sulit. Wus Wus beberapa kali tergelincir, mengeluarkan ringkikan panik, tetapi Solor menepuk lehernya dengan lembut, mencoba menenangkan kuda setianya.Udara dingin membawa aroma lembap tanah basah yang bercampur dengan samar bau logam. Di kejauhan, suara gemeretak terdengar, seperti suara pepohonan yang patah, membuat Solor menoleh cepat. Namun, tidak ada apa-apa di belakangnya—hanya bayangan gelap dari reruntuhan hutan yang diterangi sinar rembulan redup.Semakin dekat ke tiang cahaya, hawa aneh mulai menyelimuti udara. Dingin yang semula menusuk berubah menjadi rasa berat yang menekan dada, membuat napas Solor tersendat. Wus Wus menggeram, mengangkat kakinya, enggan melangkah lebih jauh. "Tenang, kawan," bisiknya pelan, sambil menuntun kuda itu melewati celah sempit antara batu-batu besar yang runtuh.Tiba-tiba, suara gemuruh terdengar dari atas tebing, membuat Solor menghentikan langkah Wus Wus dengan mendadak. Batu-batu kecil bergulir menuruni lereng, diikuti suara yang lebih besar seperti retakan tanah yang siap runtuh. Ia mendongak, matanya mencari sumber suara di antara kegelapan. Namun, alih-alih menemukan bahaya di atas, ia melihat bayangan samar sesuatu yang besar bergerak di tepi cahaya itu—sesuatu yang tidak semestinya ada di sana.Punggungnya meremang. Ia menelan ludah, mencoba menenangkan diri. "Apa yang sebenarnya terjadi di sini?" bisiknya pelan. Tapi kakinya tetap memacu Wus Wus, langkahnya semakin hati-hati mendekati fenomena tiang cahaya yang kini terasa seperti memanggil—atau mungkin memperingatkan.Solor melanjutkan perjalanan menuju desa yang terlihat dari kejauhan, kerlip cahaya obor yang berkerumun memberikan tanda adanya kehidupan di tengah kehancuran. Roda waktu terasa bergerak lambat, langkah Wus Wus semakin berhati-hati ketika melewati jalan berbatu yang tersisa di antara reruntuhan tanah dan pepohonan. Di sekelilingnya, hanya kehancuran yang menyambut—bebatuan tebing lereng porak poranda, pohon-pohon yang tercerabut, dan batuan besar yang berserakan di mana-mana. Namun, desa di depan tampak utuh, berdiri dengan tenang seperti dilindungi sesuatu yang tak terlihat.Ketika Solor tiba di pintu masuk desa, ia menahan Wus Wus, matanya menyapu pemandangan yang tidak biasa. Puluhan orang—mungkin ratusan—berkerumun di alun-alun desa, sebagian besar membawa obor yang berayun-ayun di tangan mereka, menciptakan bayangan gemeretak yang menari di dinding-dinding rumah kayu. Warga berbicara dengan suara pelan, namun Solor menangkap nada kecemasan dalam bisikan mereka.Ia menatap lebih jauh, dan tatapannya tertuju pada sekumpulan orang berseragam khas Aliansi. Mereka tampak sibuk, membawa alat dan dokumen, sebagian berjaga dengan sikap waspada. Sebuah rumah di tengah desa menjadi pusat perhatian. Dikelilingi oleh penjaga bersenjata dari Aliansi.Solor menghentikan langkah Wus Wus di sudut gelap, mengamati situasi dengan saksama. Ada sesuatu yang terasa aneh. Mengapa desa ini selamat dari kehancuran yang melanda sekitarnya? Mengapa Aliansi hadir di sini dengan jumlah yang begitu besar? Dan apa yang mereka jaga di rumah itu? Pertanyaan-pertanyaan itu bergelayut di benaknya, semakin menambah rasa penasaran yang terus tumbuh.Wus Wus meringkik pelan, seolah ikut merasakan ketegangan di udara. Solor menepuk lehernya, mencoba menenangkan kuda itu. Pandangannya kembali tertuju pada rumah yang dijaga ketat, matanya menyipit penuh curiga. "Apa yang terjadi di sini?" gumamnya. Ia memacu Wus Wus perlahan, mendekati kerumunan dengan hati-hati, sementara pikirannya dipenuhi dugaan dan tanda tanya besar. Fenomena tiang cahaya yang semakin dekat di atas desa ini, seperti sengaja mengarahkan langkahnya menuju misteri yang tengah menunggu.