Chereads / Chandraklana : Singularity Of The Grand Prize / Chapter 8 - Hirupan Udara Sejuk

Chapter 8 - Hirupan Udara Sejuk

Didalam tambang gua ruangan rongga paling ujung, yang seharusnya digali datar lurus guna menemukan biji bongkahan emas, kini terdapat rongga lorong tergali miring keatas seperti lorong jalan. Lima orang penambang berjuang dengan sisa sisa nafasnya dan juga energynya karena lapar yang tertahan karena terkahir makan dua minggu yang lalu, itupun hanya beberapa buah pisang sebagian lainya banyak yang sudah membusuk, dan juga beberapa kantong minuman bawaan Branas sebelum masuk ke gua ini.

Diruang rongga gua yang remang berwarna cahaya oren Aryo bersusah payah membolak balikan kotak peralatan mencari utasan tali, dikotak peralatan yang dia cari seperti hanya peralatan peralatan saja yang ada, sehingga membuat Aryo sedikit berjalan cepat berpindah pindah antar ruangan mencari beberapa utasan tali. 

Sehingga dia menemukan ruang rongga yang agak tinggi namun sempit tidak ada cahaya ublik di ruangan itu, Aryo memasuki ruangan rongga itu, dan juga tercium samar bau tidak enak hingga melihat didepannya terdapat kotak yang agak besar. 

Dihampirinya kotak itu dengan cepat, semakin mendekat dia melihat agak buram tak terlihat seperti suatu dua objek menggelantung setinggi satu setengah meteran membentuk lonjong diatas kotak itu. 

Ketika Aryo lebih mendekati lagi hingga dia sampai mengetahui bahwa ternyata ada mayat yang menggantung pada tonjolan batu gua terikat di atas kotak itu.

Sedikit kaget seraya memundurkan punggungnya. Dibukalah penutup kotak itu, sambil tangannya menggeledah dengan penerangan lampu ublik yang minim membuat sekeliling diluar radius cahaya lampu ublik gelap tak terlihat.

Kendala bau busuk yang sedikit mengganggu Aryo berharap menemukan tali pada kotak itu dengan berusaha mengobrak abriknya, dan ternyata diikotak itu hanya terdapat beberapa peralatan saja. 

Tidak mau lama waktu yang terbuang Aryo segera mundur beberapa langkah membelakangi dua mayat yang ada pada depan atas kotak perlatan serta mengayunkan beliung besinya melempar mengenai tali mayat yang tergantung. 

Terjatuhlah satu mayat dan juga tali yang mengikat pada tonjolan batu gua diatas. Segeralah Aryo menghampiri dan juga mengambil tali pada mayat dengan pandangan yang sedikit terganggu karena gelap.

"Segini sudah cukup"

Gumam Aryo

Selesai Aryo melepaskan tali pada bagian leher mayat yang kering kaku, dia kembali menuju kotak lagi di bawah mayat yang masih tergantung dan mengambil tiga buah sekop, setelah itu beranjak dia keluar dari rongga ruangan yang berbau

Berjalan cepat Aryo menuju penambang yang lain di ruang rongga dimana mereka membuat jalan lorong keatas.

Dilewatinya beberapa ruang rongga demi ruang rongga gua. Setiba di ruang rongga dimana sebelumnya Hartoko di baringkan menghembuskan nafas terakhir, dia melihat beberapa kotak batu bara, beberapa beliung besi, sobekan kain bekas serta sedikit tali terpotong potong berserakan diatas bekas lingkaran berwarna gosong menjadikan kenangan saat meninggalnya Hartoko.

Dengan rasa lapar yang tertahan sambil membawa tiga sekop digendongnya sebelah kanan dada dan tali tergenggam di sebelah tangan kiri Aryo bergegas menghampiri yang lain hingga tiba sampai depan gawang mulut rongga lorong yang tergali jalan keatas. 

Setiba di ruang rongga tergalinya lorong jalan keatas, terlihat Gundukan galian sudah memenuhi sebagian ruangan rongga gua yang tampak lebih penuh sebelumnya.

Berhentilah Aryo di samping mulut rongga lorong itu sembari duduk jongkok melepaskan ketiga sekop lantai gua. 

Dibukalah tali yang terbuat dari rumput kering yang terlilit lilit kecil dan panjang membentuk spiral yang kuat membuat tali menjadi tebal. Di pisahkannya tali rumput yang terlilit kecil yang panjang itu dari spiralan hingga sampai ujung tali yang telah di dapatnya.

Kini tali terpisah menjadi tiga bagian lalu Aryo mengikat menyambungnya dengan yang lain sehingga talinya panjang dan menggulung ikatan ke ganggang sekop

Bergegaslah Aryo berdiri serta membawa tiga sekop yang tergulungkan tali, lalu menggendongnya dengan tangan kanannya. Masuklah dia di rongga lorong jalan agak keatas yang gelap. Dengan sedikit hati hati Aryo berjalan yang jalannya sedikit menanjak dan agak sempit, semakin lama berjalan naik semakin gelap, masih saja Aryo berjalan dengan tangan kanan memegang tiga sekop tergulung tali dan juga tangan kiri sebagai pegangan dinding lorong.

" Belum terlihat"

Gumam Aryo belum melihat cahaya oren ublik sambil berjalan naik sedikit kesusahan karena sedikit pencahayaan.

Sambil berjalan sepertiga sampai yang lain, dengan pelan langkah demi langkah Aryo berjalan menaiki lorong miring keatas. 

Di lihatnya dari kejauhan cahaya ublik lampu remang kecil dari pantulan dinding lorong, perlahan cahaya lampu ublik itu semakin meluas semakin mendekati menghampiri Aryo

"Kita kesulitan menyingkrihkan sisa sisa galiannya"

" Apakah kamu mendapatkan talinya?"

Ucap Branas

Sambil membawa kreta bongkahan batu dan ublik lampu yang di cantolkan di sabuknya berjalan menuruni membawa keluar ke ruang rongga luar dekat mulut lorong ini masuk.

" Talinya sudah aku dapatkan, aku juga membawa beberapa sekop"

Kata Aryo sambil bergeser memberikan jalan Branas yang mendorong kreta berisi bongkahan sisa galian.

"Bagaimana galiannya?"

Tanya Aryo dengan berhenti sejenak melihat Branas menuruni lorong sambil mengglendeng kreta

" Terus menggali" 

" Hanya saja kami sedikit kesulitan membuang bekas galiannya"

Jawab Branas dengan berteriak yang sudah agak jauh kebawah

Terus berjalan melanjutkan agak cepat dan hati hati Aryo dalam lorong agak naik menuju ketiga penambang dengan membawa tiga sekop.

Lorong ini semakin jauh dari ruang rongga gua buntu yang biasanya mereka gali sebelumnya, yang sekarang banyak timbunan gumpalan gumpalan sisa galian lorong, membuat lorong ini hanya saja galiannya semakin menyempit karena memang mempercepat membuat lorong jalan. 

Berjalan agak cepat hingga sampai rongga agak luas yang di gali untuk istirahat sebelumnya sudah tertumpuk timbunan bekas galian terlewati jauh beberapa meter, menandakan galiannya memang cepat berkat memakai akik.

Sambil berjalan agak cepat, Aryo kembali melihat pantulan cahaya ublik oren bergerak gerak turun menghampirinya.

Ternyata Sareh sambil membawa kreta berisi bongkahan batu besar menuruni lorong untuk dibuang di ruang rongga di luar rongga ini dengan ublik yang di cantolkan ke sabuknya.

" Karto mencangkul lebih cepat, dan sisa sisa galian menumpuk didalam!"

Ucap Karto melewati Aryo dengan sedikit berdesakan 

Dengan bergegas melangkah lebih cepat, hingga beberapa saatnya Aryo tiba ditempat Karto menggali layak buldozer.

Disisi Karto yang tidak berhenti menggali lorong, di belakangnya Aryo segera membuka ikal tali yang digulung pada tangkai ujung gagang skop, sembari mengambil lima beliung yang ada di sekitar.

Kedua beliung dia lepas bagian kepala besi pemukulnya dengan beliung. menyusun tiga beliung yang berjejer setiap satu beliung di beri skat gagang kayu bekas gagang beliung lain. Dan menalikan tali yang di ikal Terikat kencang melilit beliung hingga seperti kipas.

" Coba pakai ini..! "

Pinta Aryo kepada Karto menyuguhkan tiga beliung yang terikat seperti kipas yang tadi barusan di buat

Segeralah Karto memakai beliung yang seperti kipas itu sembari memberikan beliungnya ke Sareh yang ada dibelakangnya

DANG ...DRANGG..DRANGG

" Dengan ini dapat mencongkel lebih banyak!"

Kata Karto sambil menggali puas

"Kita buat lagi rongga ruangnya yang lebih luas!"

Kata Aryo sambil melihat galian Karto meluas sambil membersihkan batu batu sisa galian.

"Sisa sisa bongkahan galian yang ini nantinya kita buang semua diluar lorong!"

Sambil menunggu Branas dan Sareh naik, Aryo membantu menyingkrihkan sisa sisa galian bersama Wiji. Kini Karto membesarkan galian untuk meronggai dinding gua lebih agar lebih luas. Guna menggali meluaskan rongga ruangan ini untuk wadah sisa sisa galian yang nantinya mengglinding ketika membongkar menggali untuk mempersingkat waktu serta energi. Dengan bantuan akik ajaib itu galian semakin mudah dan cepat.

Tidak lama kemudian Branas dan Sareh sudah sampai ketempat ini, kini mereka berlima merencanakan menghentikan galiannya terdahulu guna membuang sisa sisa galian yang menumpuk mengakibatkan lorong menjadi sesak dan sempit serta susah untuk dilalui.

Setelah galiannya berhenti dahulu, begitu dengan tergesa gesa mereka bergantian saling melepaskan dan memakai akiknya untuk mendorong kreta yang berisi bertumpuk tumpuk bongkahan batu sisa galian untuk di dibuang dibawa turun diluar pintu lorong ini.

Dan begitu seterusnya hingga bersih tidak tersisa bongkahan bongkahan batu sisa galian di ruang rongga luas dan sedikit besar yang barusan di gali dan di buat.

Hingga saat tergalilah ruangan rongga yang agak besar dan luas dan juga sisa sisa sudah terbuang di bawah, kini saatnya mereka berlima membuat lorong lagi dengan jalan lorong miring keatas yang lebih besar, untuk nantinya bongkahan sisa sisa galian langsung bisa menggelinding dan menumpuk di area ruang rongga besar yang barusan dibuat.

"Sekarang saatnya kita menggali lorong lagi agak luas dan memiliki kemiringan jalan yang lancar untuk bisa tergelindingnya sisa bongkahan!"

Ucap Aryo kepada empat penambang

Seketika Aryo meminta akik untuk di pakainya kepada terakhir pengguna disaat dia membuang sisa bongkahan menggunakan kreta yaitu Branas.

Digalinya dinding gua bermulaan seperti dua tangga, selanjutnya Aryo menggali dinding hingga bagian agak keatas dengan memutar, terus digalinya dinding gua agak keatas dan memutar hingga hampir mirip terwongan, sisa demi sisa galian di singkrihkan oleh yang lain hingga turun menggelinding ke bawah masuk keruang rongga yang luas.

Mereka juga tidak lupa membawa beberapa tali serta skop yang tersisa memasuki terowongan.

Terowongan yang digali Aryo lebih rapi dari sebelumnya, galian ini muat untuk lima orang berjejer tanpa lencang tangan kesamping. Kini kelima penambang saling bahu membahu dengan sekali tergali sisa bongkahan digelindingkan ke bawah menuju ruang rongga besar dan begitu seterusnya.

Hingga pada saat Sareh parah tidak bisa menahan capeknya karena sangat kekurangan energy.

" Sepertinya aku sudah tidak kuat"

Gumam Sareh kepada kelima penambang yang lain disampingnya berdesakan.

"Ayolah, Sareh... tinggal berapa saat lagi kita menemukan celah!" 

Ucap Karto sambil merangkulnya

"Seluruh badanku seperti remuk"

Ucap Sareh dengan wajah pucat tersembur orennya cahaya remang ublik melihat Karto dan Wiji

" Ayolah kawan, ."

Ucap Wiji sambil merangkul Sareh juga

Ditahannya Sareh oleh rangkulan Wiji dan Karto agar terus berdiri, karena galian yang tergali cepat dan tidak berhenti ini terus mengglindingkan sisa sisa bongkahan galian yang baru saja tergali.

" Ini minumlah, habiskan airnya !" 

Ucap Branas

Di ambilnya kantung air oleh Wiji dan megukkan ke mulut Sareh yang berdesakan terus bergerak mengikuti galian yang digali Aryo.

Setiap galian dinding yang tergempur mereka memberi jalan turun bongkahan itu dan begitu seterusnya .

Mendengar itu Aryo pun bergegas lebih mempercepat galian terowongannya, dengan di bantu Branas menyingkrihkan sisa galian dengan menggelidingkan kebawah.

Selang beberpa jam kemudian terowongan yang di buat Aryo sudah mencapai puluhan meter. Hingga sampai tidak terlihat dan gelap yang ada di bawahnya. Bisa diperkirakan seperti memotong gunung menjadi dua bagian atas dan bawah.

Terus menggali dengan tekad dan harapan Aryo dengan cepat mengayunkan beliungnya membuat terowongan panjang, dngan mereka para pekerja yang sedikit berdersakan ditemani tiga lampu ublik yang di cantolkan disabuk.

" Kalian rawat Sareh, biar aku yang mnyingkrihkan!"

Ucap Branas kepada Wiji dan Karto

Sedikit kuwalahan juga Karto yang sedang merangkul menggerakan badan Sareh berjalan mengikuti galian serta tangan kanannya yang memegang tiga sekop.

Semua tampak termengah mengah capek, keadan yang semakin lembab dan gerah membuat semua penambang bercucuran mandi keringat, sehingga Sareh terjatuh sudah tidak kuat sehingga membuat galian Aryo berhenti sebentar.

" Bagaimana"

Ucap Aryo.

" Badannya Panas sekali"

Ucap Wiji memegang dahi Sareh

" Kita buat ruangan lebar lagi disini, sepertinya timbunan sisa bongkahannya mau sampai sini.

Aryo mulai mengecek kebelakang terowongan, ternyata sudah telihat banyak tumpukan batu sisa galian lebih dari satu setengah meter dari ketiga penambang berdiri merangkul Sareh.

Sareh kini duduk dengan kaki terselonjor dan kepala seakan tidak mampu mengangkat yang di masih dirangkul oleh Wiji dan Karto

" Baiklah , aku buat Ruangan Rongga luas lagi!"

Ucap Aryo dengan tergesa dan cepat mengayunkan beliungnya

Di galinya maju dan agak memutar meronggai dinding gua agar lebih luas.

"Kini aku akan melebihkan tingginya biar bermuat banyak sisa galiannya"

Dengan menggali sampai basah kuyup keringat Aryo terus mengalir layak mata air terua mencangkuli dinding gua lalu keatas lagi guna atap ruang rongganya lebih tinggi. 

Kini sisa sisa galian mengganggu lagi, tidak ada tempat menyingkrihkan bongkahan sisa galian.

Beranjaklah Wiji dan Karto membawa Sareh ke rongga yang dibuat Aryo. Mencari tempat Istirahat, yang didatasnya terlihat Aryo Masih menggali keatas melingkar.

"Sareh bertahanlah"

Ucap Karto disamping sambil memeluknya serta Wiji yang membantu Branas menyingkrihkan sisa galian

Pada saat itulah tiba tiba ketika Aryo terhalang membuat galian macet ketika dia mencangkul.

Dilihatnya agak dekat ketika Aryo mencoba mencangkulnya keadaannya makin berat tidak ringan lagi.

Diputar putar kanlah akik yang di pakainya di sebelah jari manis tangan kanannya, sembari mengayunkan beliungnya tetapi tetap tidak terasa ringan lagi.

"Ada apa Aryo?"

Tanya Branas dibawahnya melihat galiannya berhenti.

" Kenapa ini? Galiannya tidak ringan lagi.!"

Jawab Aryo sambil melihat akiknya berhenti bekerja.

" Kenapa memangnya?"

Ucap Branas dengan nafasnya yang termengah mengah di bawah Aryo

" Aku tidak tahu, sepertinya akiknya tidak bekerja"

Jawab Aryo kepada Branas

" Coba gali lagi!"

Jawab Branas 

Mendengar itu Aryo segera bersiap lagi mengayunkan beliungnya mematuk batu dinding gua untuk mencongkel membuat lubang galian.

Draggg...draghhff...drghh...

PRANKKK...

" Halah.... Beliungnya patah!!"

Ucap Aryo Sambil termengah mengah kehabisan energi juga

" Jadi keras lagi ! Nas!"

Kata Aryo kepada Branas yang agak di bawahnya dalam satu ruang rongga 

" Apa yang terjadi?" 

Ucap Karto melihat Aryo kesusahan diatasnya

" Masa akiknya tidak bekerja lagi?"

Tanya Aryo kepada semua yang ada di bawahnya

" Padahal bisa lebih sangat cepat menggalinya!" 

Teriak Wiji menambah

Di ruang rongga galian menjadi terasa sesak dan gerah, melihat Aryo berhenti mencangkuli dinding batunya membuat Karto nampak berubah sedih dibarengi keadaan Sareh yang semakin mengigil parah.

" Kawan, sepertinya Sareh demam parah,

Badannya panas sekali!,"

Ucap Karto sedikit bersuara keras pada yang lain

" Bagaimana ini"

Ucap Branas juga bingung karena gerahnya didalam ruangan rongga 

Aryo meloncat turun dari gundukan batu menuju Sareh di baringkan, lalu seketika dengan cepat ditempelkannya tangan Aryo ke dahi Sareh mengetahui panasnya seperti panggangan batu di terik matahari membuat Aryo merasa kasihan berharap tidak ada yang mati lagi.

" Tetap sadarlah Reh"

Gumam Wiji sambil memeluk Sareh terbaring

" Tetap tidak ada waktu Nas"

" Kita tetap tidak akan berhenti mencangkul dindingnya!"

Ucap Aryo sembari mengambil salah satu beliungnya membentuk kipas yang patah kembali naik ke gundukan batu melanjutkan mencangkul

" Percumah! Itu akan menghabiskan energi!"

" Perbaiki dulu akiknya biar bekerja lagi!"

Ucap Branas seraya mengikuti langkah Aryo guna membantunya

" Sepertinya kita masih lama menemukan celah, apalagi ini gunung, walaupun di gali pasti sangat jauh" 

Gumam Wiji di sebelah karto berhenti membersihkan sisa galian

" Ah.. ntahlah, Aku sangat khawatir kepada Sareh"

Jawab Karto cemas

" Nas aku perlu sedikit naik, aku akan mulai melubangi lebih naik keatas!"

Ucap Aryo 

Akiknya di putar dan di pencet pencet oleh Aryo mencoba mengencangkan penjepit akik. Dengan cepat setelah itu Aryo mengangkat mengayunkan beliunngnya ke dinding batu lebih agak keatas

Selain itu Karto yang berusaha menjaga Sareh mencoba memulai memijati seluruh tubuh Sareh 

DRANGGH DRANGGGH

" Kenapa ini!"

Ucap Aryo kesal sambil memutar dan menekan nekan mata akik di penjepit akik mengatahui galiannya tampak keras

" Sepertinya kembali seperti semula Nas!"

" Akiknya tidak enteng seperti tadi"

Teriak Aryo yang diaatas berdiri pada gundukan batu

" Belum bisa lagi?!"

Tanya Branas

" Terus mencangkul saja kalau begitu"

Ucap Aryo melanjutkan menggali

" Apa aku keatas juga" 

Kata Branas sambil mencari beliung lainnya mau membantu naik ke gundukan batu

Dranghhh drangg...

" Kenapa sulit di gali lagi ?!!"

" Ini beliungnya seperti menancap !"

Kata Aryo bergegas

" Bagaimana " 

Ucap Branas sembari menyusul naik ke gundukan batu membawa beliung serta membuka cantolan ublik lampu lalu diangkatnya mengarah pada galian

" Ini yang mengakibatkan macet"

Ucap Aryo

" Kenapa memangnya ?!"

Tanya Branas sambil menerangi dengan tangannya keatas memberi penerangan ke arah galian

Aryo berusaha melanjutkan galian dengan dibantu Branas diatas gundukan batu

Dengan dilihatnya sambil Aryo meranggeh naik lagi bertumpu pada batu kaki satunya ke tonjolan beberapa batu dinding dia memegang dan menyentuh bagian yang membuat beliungnya macet.

" Oh ini TANAH!! 

Ucap Aryo berteriak keras kesemua tambang

" Yang benar saja !?.."

" Kalau begitu segera ganti pencepit akiknya ...!!"

Ucap Branas ke Aryo yang disebelah atasnya

" Berikan sekopnya!!"

Mendengar itu Wiji sedikit gembira dan segera memberikan Skop yang disebelahnya Karto lalu bergegas sedikit mendaki memberikannya ke Aryo yang ada diatasnya.

" Sareh, kita sudah menemukan permukaan,"

Kata Karto yang masih memijat pundak dan kaki Sareh menahan panasnya badan berujung lemas 

Aryo membuat Galian seperti jalan lebih naik hingga sampai bagian tanah yang ditemukan di atasnya depan rongga.

Kini mereka tampak merasa lega atas bertemunya pada lapisan tanah yang penuh harap.

Ketika Aryo menggali dinding gua meronggai guna membuat ruangan untuk sisa sisa galian, cangkulannya tersangkut pada dinding gua bagian atas karena lapisan sudah berganti tanah.

Dengan bergegas Aryo berusaha mencongkel tanah dengan sekop yang masih tangan kirinya memegang beliung, Diambilnya congkelan beberapa tanah dan jatuh kebawah. Seketika Aryo turun dari bongkahan batu gua yang belum tergali guna mencangkuli membuat rongga yng lebih tinggi.

Diulurkannya tangan kebawah mengambil jatuhan tanah dari congkelan dia tadi. Sembari mendekatkan ke lampu ublik disamping kanannya tercantol pada sabuk. Warnanya yang agak coklat kehitaman dan sedikit kering. Menggunakan jari telunjuk dan jempol dia remas dengan mudah penyet dan juga pecah.

" Iya benar, ini tanah!,"

Ucap Aryo bernada keras

Branas mendekati Aryo melihat serpihan tanah yang di pegang Aryo

" Bagaimana, apakah bisa ditaruh di penjepit?"

Kata Branas mendekati

Dengan begitu Aryo mengambil lagi congkelan tanah yang jatuh, dan mengambil bagian yang sekiranya dapat di jepit di penjepit akik. Segeralah dipasang serpihan tanah ke tempat penjepit akik, sedikit ditekan menjadi agak penyet.

Dengan bergegas Aryo naik lagi ke bongkahan batu dengan membawa sekop ditangan kirinya dan beliung besi ditangan kanannya. Melangkah jauh mengangkat kakinya kanannya sembari mengangkat badan disusul kaki kiri hingga berdiri di bawah rongga kecil bekas congkelan tanah.

Di Cangkulnya sedikit, lapisan antara batu gua dan tanah, bagian batu guanya di congkel lebih luas dan melebar sampai menurun bagian dinding gua. 

Didatangilah Wiji dan Branas membawa beliung besi membantu mencangkuli dinding gua membuat jalan untuk mempermudah menggali tanah yang terletak pada bagian atas . 

" Sareh !.... Bangunlaah ..akan kuajak kau mampir warungnya Sri!!"

Teriak keras Branas menyemangati Sareh yang sedang tidur lemas dipeluk Karto bersandar didinding gua agak jauh di bawah belakannya.

Dengan cepat Aryo membuka semua lapisan Batu gua hingga lebar dengan beliung besi dan dibantu Wiji di sebelahnya.

" Dironggai seberapa ini "

Kata Wiji menanyakan 

" Sama, aku akan buat menyerupai terowongan lagi, maka dari itu terus congkelah lapisan itu agak lebar!,"

Jawab Aryo

" Baiklah!"

Tambah Wiji

" Sini aku bantu mencongkel, Aryo kamu mulaiah gali tanahnya dan coba Akik itu bekerja atau tidak!",

Kata Branas sambil menggeser Aryo mengarahkan ke bagian tanah yang sudah terlepas lapisan diatasnya.

Digantilah tangan kanan Aryo memegang sekop, sambil diletakannya beliung besi kebawahnya, langsung menyerok tanah menggunakan sekop.

"Wahhh.. Seperti menyendok Agar agar!!"

Teriak Aryo Kagum menunjukan senyum kesemua penambang 

"Memangnya kamu pernah makan Agar agar!?"

Tanya Branas menengok melihat Aryo sambil mencongkel congkel lapisan yang ada depan atasnya.

" Tentu saja, tidak pernah!"

Jawab Aryo

" Sudah aku duga!!"

Kata Branas

Perasaan lapar dan lelah mereka seakan akan terganti dengan gembira karena bertemunya tanah setelah beberapa mil menggali keatas

" Bagaimana nasib akik ini setelah keluar dari gua?"

Tanya Aryo sambil masih menggali didekat Branas

" Aku lebih memilih peduli nasib Sareh daripada Akik itu,"

" Hanya saja aku tanya siapa yang patut menyimpan"

Tanya Aryo

Dengan di galinya menggunakan akik dan sekop Tanahnya cepat melubangi hingga sampai membentuk terowongan lagi

"Sebentar, aku ikat lagi skop ini seperti kipas lagi!"

Kata Aryo berhenti dan membalikan badannya menuju keluar terowongan tanah yang hampir seperti terowongan.

Turunlah Aryo di bagian ruang Rongga Ruang batu yang masih ada Sareh tergeletak dan Karto didekatnya bersandar didinding gua, dan juga Branas dan Wiji sibuk membersihkan serta sedikit merapikan agar lebih leluasa ruangannya.

Setiba di ruang rongga batu gua lagi Aryo segera menyusun menyusun ketiga sekop yang keduanya diambil di sebelah Karto, lalu melepaskan mengganti yang sebelumnya di tali pada ketiga beliung yang patah membentuk kipas sebelumnya.

" Sareh! Bertahanlahh!

Sedikit lagi kita keluar!!

Kata Aryo ke Sareh yang masih dalam pelukan dan tangan Karto di dahinya.

" Bagaiamana galiannya?"

Tanya Karto kepada Aryo yang tergesa gesa menali didepannya 

" Aku yakin lancar"

Ucap semangat Aryo kepada mereka berdua 

Setelah selesai sekop itu tertali rapat hingga membentuk kipas, Aryo dengan cekatan naik lagi sedikit memanjat bongkahan batu hingga 

Masuk lagi ke terowongan tanah melanjutkan meronggainya.

Berkat sekop yang ditali hingga berbentuk kipas Galiannya tambah semakin cepat melebar dan banyak. Dibuangnya sisa sisa tanah galian keluar ke ruang rongga batu gua, yang di singkrihkan oleh Branas serta Wiji menumpuknya dibagian sebelah dinding ruang rongga gua.

" Lorongannya cepat sekali tergali !!"

Teriak Aryo dengan terdengar lebih kecil dari kejauhan dalam lorong tanah

" Teruslah menggali !" 

Aku dan Wiji menyingkrihkan sisa sisa tanahnya di bawah sini!

Teriak Branas

Seketika melihat Branas dan Wiji menyingkrihkan sisa sisa tanah, Karto menggeletakan Sareh dengan pelan, lalu dia menuju ke Branas dan Wiji yang sedang menyingkrihkan sisa cangkulan tanah.

" Kamu jaga saja Sareh !"

Ucap Wiji ke Karto

" Iya .. Kamu jaga saja Sareh, ini tidak terlalu berat daripada Batu gua!,

Tambah Branas 

" Baiklah Kalau begitu"

Sambil kembali ke Sareh yang di baringkan karto segera mengangkat kepalanya dan memberi pahanya untuk bantal.

Ketika terowongan tanah sudah tergali panjang hampir lima belas meteran, Aryo kembali berhenti karena tanah yang dicepitkan tadi lepas. 

" Owalah….makanya…jadi berat "

Gumam Aryo

Dengan meletakan pada dinding terowongan sekop menyerupai kipas sembari lari cepat Aryo menuju keluar terowongan tanah, menemui Branas dan yang lain.

"Tanah pada penjepitnya lepas!"

Ucap Aryo

" Mungkin tanah yang tidak keras membuatnya terlepas!"

Kata Branas di depannya sedang sibuk

Dirobeknya sedikit kain baju rompinya bagian bawah, lalu dimasukannya tanah sedikit dan membungkus sangat kecil kemudian di putar melilit kain bagian atas, lalu di letakannya dengan pelan yang putaran lilitan potongan kain yang membungkus tanah dahulu sembari menjepitnya pada penjepit akik.

Diputar digoyah goyahkannya kepalan tanah, hingga kencang tidak mudah jatuh lagi.

" Sudah aku selesaikan !"

Ujar Aryo ke Branas dan Wiji 

" Salah satu dari kalian bantu aku memberisihkan sisa galian tanahnya didalam dan terlalu banyak menyumbat"

Ucap Aryo sambil naik bongkahan batu gua dan menuju masuk terowongan tanah sembari lari menuju galian melanjutkan.

Tidak lama Branas naik bongkahan batu gua dan masuk e terowongan menuju galian Aryo yang jauh kira kira seratus meteran lebih.

" Apa saatnya perlu kita bertiga juga masuk?"

Kami butuh lampu ubliknya"

Kata Karto ke Wiji

" Sepertinya kita segera masuk saja, sisa sisa galian tanahnya sulit dan tersumbat didalam!"

Kata Wiji seraya mendekati Karto dan Sareh sembari berusaha merangkulkan tangan Sareh ke pundak Wiji.

Disusul Karto juga merangkulkan tangan Sareh ke arah pundak Karto lalu diangkat pelan sampai berdiri.

Berjalan sambil merangkul Sareh yang sepertinya sudah tidak sadarkan diri dengan dibantu Karto dan Wiji menuju terowongan yang dibuat Aryo mereka berusaha berteriak memanggil Branas.

" Tolong kami!..!!"

Teriak Wiji

Mendengar dari kejauhan dengan suara  hampir tidak terdengar, Branaspun segera mendatangi mereka di luar terowongan.

Dilewatinya beberapa sisa sisa galian tanah yang menghalang halangi jalan terowongan Branas berusaha dengan cepat segera sampai.

Di luar terowongan Karto dan Wiji yang sedikit kesusahan mengangkat badan Sareh menaiki Terowongan yang tidak lama lagi Branas muncul meranggeh punggung sareh memeluk serta diangkat badannya dan dari bawah memegang menatakan paha kakinya ke mulut terowongan tanah.

Agak di tarik mundur Sareh menjauhi mulut terowongan kedalam sembari Wiji dan karto naik dengan tangan terdahulu.

Setiba semua sudah masuk ke terowongan Sareh dibopong masuk kedalam sampai ke tempat Aryo menggali. Dengan jalan yang agak naik dan redup, sisa sisa galian tanah menumpuk sedikit becek sebagian menutupi mereka berusaha terus melanjutkan perjalanannya.

Dengan cepat galian Aryo menggali tanah membentuk terowonngan yang miring keatas, hingga suatu tanah yang digalinya lumer. Ketika terus menggali dengan sekop berbentuk kipas tergali bagian tanah yang agak lumer sehingga memperingan galiannya, Ketika merasa galian semakin mudah Aryopun menambah kecepatan galiannya hingga beberapa meter terlampaui. 

Pada saat itu ketika Sekop berbentuk kipas mengenai tanah yang sedikit becek tercangkul tanah itu seketika memancurkan kencang air yang dingin mengguyur Aryo. 

Seketika Aryo yang memperhentikan cangkulannya berusaha menutup air dengan sekopnya, dengan berusaha semaksimal mungkin tetapi Pancuran air semakin kemana mana, sehingga mengelubangi terowongan.

Masuknya air dingin kedalam terowongan sangat deras mematikan lampu ublik yang dicantolnya pada sabuk dan juga menambah Aryo kesusahan berusaha menutupi lubang air itu. Dengan basah kuyub Aryo meminta bantuan kepada semua penambang yang di belakang

" Tolong .. ada semburan air!!"

Teriak Aryo

Mendengar dari kejauhan suara teriakan yang hampir tidak terdengar, Branas segera melepaskan tangannya dari membopong Sareh.

"Sebentar ….sepertinya Aryo berteriak memanggil"

Gumam Branas sambil melepas bopongannya

Bergerak cepat Branas melewati sisa sisa Galian tanah menuju Aryo. Air yang masuk mengalir turun ke seluruh jalan terowongan sehingga membasahi sisa sisa galian tanah.

" Wah Aryo, bagaimana ini!?"

Ucap Branas sesampai tempat Aryo yang sedang berusaha menutupi pancuran air dengan sudah basah kuyup yang airnya masih tetap mengalir melalui tubuh Aryo.

" Mungkin ada sungainya" 

Ucap Aryo sambil berusaha menutup lubang air menggunakan sekop dan tangannya yang semakin merembes

" Kita sumbat airnya!, "

" Biar aku tahan , kamu ambil bongkahan batunya!"

Kata Aryo kepayahan menahan pancuran air semakin melebar.

Dengan cepat Branas membalikan badan segera kembali menuju ruang rongga gua.

Dengan becek berair injakannya Branas melewati terowongan.Alirannya yang deras membuat air menuruni terowongan hingga sampai pada Karto dan Wiji yang sedang mebopong Sareh

" Hah ..air??!"

Ucap Karto 

Dengan menyingkrih lebih ke dinding terowongan, menjahui aliran air Wiji dan Karto mebompong Sareh tetap berjalan pelan samai menemui Aryo. Di lihatnya Branas kembali dengan tergesa gesa menemui Karto dan Wiji.

"Airnya deras sekali masuk ke terowongan!,"

Kata Branas dengan cepat seakan akan tidak peduli dengan mereka melanjutkan menuju ruang rongga gua mengmbil bongkahan batu

Disamping itu Aryo yang masih bersusah payah menutup lubang air, dia mencoba menutupnya dengan gumpalan tanah. Karena deras airnya kencang gumpalan tanah itu pun hancur dan gagal menyumbat lubang Airnya.

Derasya air yang masuk membuat lubang tanah terkikis, sehingga lubangnya semakin melebar. Dengan tanah yang tidak dapat menahan tekanan air, di sebagian terjebol lubang lagi dan mengalirkan air lebih deras membuat seketika tanahnya terbuka hingga semua air masuk semua ke lorong jadi air terjun menciptakan gelombang.

Aryo terjatuh terpental terguyur ambrolnya tanah karena tekanan air. Semua air masuk ke terowongan hingga menyapu bersih yang menghalang halangi jalan alirannya. Aryo segera mencari sekopnya dan berlari menuju menjauhi lubang air. 

Disisi Karto dan Wiji yang tambah kesusahan membawa Sareh melawan derasnya aliran air pada terowongan yang sempat menjungkir balikan mereka. 

" Cepat!! Tidak ada waktu lagi, bawa Sareh berenang menyelam!!"

Ucap Aryo setiba menghampiri ketiga penambang muda habis salto terkena dorongan air, kembali mengangkat menggendong Sarehl melawan arus diikuti Karto dan Wiji dibelakang menahannya.

Mereka berempat berjalan melawan derasnya arusan air yang banyak masuk  keterowongan sebagian membuang rasa capek mereka saraya tangan Sareh di pegang erat lalu dikalungkan pada leher oleh Aryo untuk memulai menggendongnya dibantu Karto dan Wiji dibelakangnya menahan berjalan mel