Didalam gua Lartojayan sebelah desa Lawes, bercahaya remang sedikit bahkan seperti tidak ada pantulan cahaya dari lampu kotak terbuat dari besi dan kaca berbahan bakar batu bara. Membuat gua ini terlihat gelap, berongga rongga ruangan gua sebagian lorong menuju ruang rongga lain. Ruangan rongga yang juga tidak terlalu luas maupun besar membuat gua ini tidak terlalu menggema ketika ada suara keras.
Gua tambang tua, banyak pekerja yang telah tumbang di gua ini, kengerian yang selalu ada dalam penderitaan para penambang tidak kunjung reda. Ntah itu akibat dari kegelapan yang menguasai atau dari manusianya yang memang begitu. Semua tampak seperti Mendung hitam yang mengumpul dan sesekali mengeluarkan cahaya berkilat.
Ketika semua rongga ruangan dalam gua ini remang sedikit tak bercahaya, ketika semua lampu lampu kotak kaca yang di kelilingi plat besi mengikat kehabisan cahaya dari api yang ditimbulkan batu bara semakin habis menambah redup, tetapi tidak dalam ruang rongga yang satu ini.
Didalam ruangan rongga satu ini lebih terang dari pada ruang rongga lainnya yang lebih banyak batu berwarna hitam, di ruang rongga yang banyak serat tanah membuat warna ruangan rongga lebih dominan terang daripada yang lain.
Diruang rongga inilah mereka lima orang penambang berdiri di barengi kuburan yang ada pada depannya, harapan dan saksi kengerian yang ada pada dalam gua seakan akan mengalir pada denyut nadi mereka, membuat denyutan nadi mengganti semua rasa lapar serta energy yang telah habis. Membuat mereka yang ingin segera menggali habis habisan gunung ini.
Beranjaklah Aryo berjalan dengan membalikan badan menuju ruang rongga utama yang tadinya Hartoko di baringkan, karena disitu terdapat lorongan penyambung atau jalan menuju dalam masuk dan keluar gua. Diikuti Branas dan ketiga penambang berjalan lebih cepat mengikuti Aryo yang didepannya.
" Setelah ini mari kita bergantian meneruskan galian jalan keatas lorong gua"
Ucap Aryo ke Branas yang berjalan cepat menghampiri mendekati Aryo.
" apa yang sedang kita lakukan?"
Tanya Branas
" kita semaksimal mungkin gali membuat lorong keatas, kalau bisa malah membuat tangga"
" wuow .. itu sangat keren"
Jawab Branas mengejek
" Hari ini kita kuras tenaga terakhir kita"
Bilang Aryo kepada tiga penambang muda yang ada pada belakangnya yang juga sedang berjalan menuju lorong buntu untuk melanjutkan galian agak keatas.
" kami siap"
Ucap mereka sembari Sareh menyahut tambah
" kami juga ingin segera menikah !"
Ucap Sareh sedikit keras dengan mengangkatkan kepalan tangan keatas
Seketika mereka semua tersenyum sambil masih berjalan menuju lorong ruang ronga buntu.
Setiba dijalan lorong ruang rongga yang sebelumnya Branas mencoba memakai akik dan mengangkat bongkahan batu gua besar. Kembali melanjutkan, mereka bersiap menggali dinding gua kearah lebih keatas. Mereka bergantian menggunakan akiknya untuk mencangkuli dinding gua.
" Apa perlu diganti batu dulu batu yang ada pada penjepit akik itu? "
Tanya Branas kepada Aryo yang sebelumya memberitahu kalau batu yang pada penjepit diganti oleh Sareh dengan batu yang sedikit berserat tanah kekuningan di ruang rongga pekuburan tadi.
" Ini, tadi batunya aku masukan ke saku"
Ucap Sareh sambil menangkat batu kecil yang sebelumnya di cepit di akik menunjukan.
" Pasanglah lagi, setelah itu kamu yang pertama menggali "
Ucap Aryo kepada Sareh dan menyuruh melanjutkan cangkulannya di rongga lorong yang agak keatas
Dipasangkannya lagi batu yang sebelumnya disimpan pada saku Sareh ke tempat penjepitan Akik sambil melepakannya dari jari manis tangan kanannya.
" Ini biar Wiji dahulu yang menggali"
Ucap Sareh sambil memberi akik itu ke arah Wiji yang sedang berdiri disampingnya
" Baiklah, mari kita lanjutkan "
Ucap Wiji senang sambil meletakan beliungnya kesamping kakinya sembari enerima akik yang ditawarkan oleh Sareh.
Dipakailah akik itu di jari manis sebelah tangan kanan Wiji, lalu dia mengangkat lagi beliungnya berjalan menuju dinding gua untuk menggali.
DANG.. DANG.. DANGG
Beliung besi menggempur dinding Batu merongga rongga dengan mudah. Wiji merasa sedikit takjub tertolongnya dia, seakan2 ada harapan keluar dari tempat ini membuat rasa laparnya seakan akan terganti.
Mengetahui itu Aryo dan Barnas segera mengangkat beliung besinya membantu Wiji mencangkul, mencongkel dan menggempur membuat lorong yang agak keatas. Disamping itu Sareh dan Karto lebih memilih duduk sejenak istirahat di belakang mereka menggali.
" kira kira kita berhasil tidak ya dengan Rencana Aryo membuat lorong keatas? "
Gumam Aryo ke Karto
" Bisa jadi, Gua ini berada di perut gunung, dan juga Gunung Lajejer tidak terlalu tinggi, hanya saja memanjang"
Jawab Karto
" Aku sangat kelaparan "
Ucap Sareh kapada Karto
" Ayolah, coba kau lihat gempuran Wiji belum beberapa menit sudah menggempur lorong kedalam "
Ucap Karto
" Hei Aryo.. sepertinya galian Wiji kurang naik"
Teriak Sareh kepada Aryo yang sedang membantu galian Wiji dan juga Branas
" Apakah iya?"
Ucap Aryo sambil membalikan badan mundur dan membalikan badan berjalan beberapa langkah dengan terlihatnya gawang lorong bekas galiannya menandakan sudah tergali beberapa langkah.
" Ohh.. bisa secepat ini "
Gumam Aryo melihat galian Wiji dengan di bantuannya Branas terlihat terongga lebih cepat
" Wiji ... cangkulah agak keatas lagi ... cangkulanmu terlalu datar..!"
Kata Aryo sedikit keras memberitahukan Wiji dan Branas menggali yang sudah agak tidak terlihat didalam lorong.
"Kalian kalau sudah segera bantu kami, lihat kinerja akiknya !, aku yakin tidak sampai satu hari kita akan keluar dari sini"
Ucap Aryo ke Sareh dan Karto yang sedang istirahat duduk didepannya.
Kemudian Aryo membalikan badan menghadap lorong yang di gali Wiji dan Branas, dilihatnya Lorong itu semakin dalam dan menjadi gelap.
" Nas teruslah menggali ..! Aku mencari Lampunya dulu..!"
Ucap Aryo Ke Wiji dan Branas yang berada digalian lorong yang sudah beberapa Meter.
" Ayo salah satu kalian ikut aku mengambil lampu !"
Dengan berbegas Aryo mengajak dua penambang muda yang sedang duduk istirahat sembari berjalan meninggalkan mereka pergi mau menuju di ruang rongga sebelumnnya.
"Aku saja "
Ucap Karto
Segeralah Karto beranjak berdiri lalu mengikuti Aryo..
Mengetahui lorong yang semakin dalam digali oleh Wiji dan dibantu Branas, Sareh memukul rasa laparnya diganti mengangkat semangatnya sembari beranjak berdiri dan mengambil beliung besinya lalu berjalan menuju rongga yang gelap galian Wiji tadi.
Dengan berjalan sedikit cepat Sareh melangkahkan kakinya dengan jalan yang agak naik, dengan naik sambil berjalan dia memegang dinding lorong dengan kedua tangannya yang satunya memegang beliung besi sedikit sulit melangkah tanda lorong ini agak lebih sempit dan menuju Wiji dan Sareh menggali.
" Gelap sekali, apa kalian tidak kesulitan mencangkul?"
Tanya Sareh yang berada di belakangnya menghampiri
" Haha ...aku tidak tahu kalau mencangkulnya seringan ini"
Ucap Wiji senang bisa cepat menggali lorong
"Bagaimana lampunya?"
Tanya Branas menengok kebelakang melihat Sareh
" masih diambil oleh Aryo dan Karto"
Ucap Sareh
Disisi lain berjalan Aryo dan Karto mengelilingi beberapa ruang rongga yang ada lampunya. Meraka mencari lampu dari ruang rongga yang terjauh
" Apakah disini aman Ar?"
Tanya Karto sambil berjalan cepat kepada Aryo
" Aman dari prajurit?"
Tanya Aryo
"Iya "
Jawab Karto
"Setahuku tidak pernah Prajurit penjaga yang datang kesini, hanya saja mereka masa bodoh."
"Ruangan ruangan rongga inipun mereka tidak memperhatikan, bisa bisa roboh sehingga mereka kehilangan tambang emasnya"
Jelas Aryo kepada Karto sambil melangkah lebih cepat menuju ruang rongga lainnya yang tidak sejalan sampai mulut gua.
" Baiklah, kamu lepas tiga lampu itu, aku melepas bagian sini."
Ucap Aryo
Segeralah Karto sedikit berlari menghampiri ublik lampu yang terjauh. Dipanjatnya dinding gua dengan tangan dan kakinya bertumpu pada tonjolan tonjolan dinding gua dengan tangan meranggeh melepaskan lampu dari cantolannya. Sedikit hati hati Karto membawa turun agar tidak dan mati apinya sembari turun diletakannya lampu itu lalu mengambil lampu berikutnya. Dengan cara yang sama Aryo mengambil lampu pada atas ruang rongga gua. Hanya saja Aryo memilih menyuruh mengambil lampu yang tercantol lebih rendah kepada Sareh. Dua Lampu ublik di dapatkan oleh Karto sedangkan Aryo masih mengambil satu, yang satunya agak tinggi jadi sedikit sulit untuk mengambilnya.
" Berapa yang kau ambil?"
Tanya Aryo ke Karto yang ada agak jauh darinya
" dua "
Jawab Karto
" kita ambil tiga saja yang ini sulit meraihnya"
Kata Aryo menjelaskan
" Baiklah"
Jawab Karto yang awalnya sedang berdiri mau mengambil lampu lagi tidak jadi, dengan lansung bergegas berjalan menuju Aryo dengan membawa Ublik lampu di kedua tangannya.
" Lampu yang ini tinggi, aku tidak dapat meraihnnya"
Jelas Aryo kepada Karto
" iya itu sulit untuk mendaki"
Ucap karto melihat lampu yang ada pada dua tiga meteran di atas kepalanya
" Baiklah kita bawa tiga dahulu, "
Ucap Aryo sambil menggerakan badannya maju berjalan cepat menuju ruang galian diamana mereka bertiga menggali lorong yang agak keatas.
Disamping itu Wiji, Branas, dan Karto sudah tidak bisa melihat apa apa, yang hanya mendengar suara beliung besi mengempur dinding dinding lorong didepan mereka.
Setiba di galian lorong yang agak keatas, Aryo dan Karto membawa tiga ublik lampu, dengan pandangan lebih jelas mereka berjalan pelan memasuki lorong yang digempur oleh Wiji dan yang lain berjalan agak keatas, dengan permukaan bawah yang tidak rata serta sedikit sempit mereka membawa dua ublik lampu di bawa oleh Karto dan satu buah ublik lampu dibawa oleh Aryo.
" Wah.. sudah jauh sekali lorongannya!"
Ucap Aryo sedikit keras
Sambil membawa ublik lampu Aryo dan Karto berjalan pelan dan hati hati menuju mereka.
" Hei.. kalian apa bisa melihat? "
Ucap Karto dengan sedikit keras yang masih sambil berjalan agak naik dengan menghampitkannya kedua lampu oleh tangan kanannya ke dada erat dan tangan kirinya memegang dinding lorong berjalan naik
" cepatlah naik kesini"
Ucap Sareh kepada Karto yang sudah terlihat bayang bayangnya serta cahaya oren mendatangi
Lorongan yang di gali merupakan rencana mereka sejak awal. Mereka berencana menggali dengan agak keatas guna membuat jalan dari pada mencari sekreta emas. Dan jalan lorong inipun bertujuan juga untuk penambang lain agar bisa dilanjutkan hingga sampai menemukan celah udara. Tetapi dengan berkat susuk yang keluar ditinggalan dari tubuh Hartoko seakan akan mereka bisa melanjutkannya sendiri.
Dilorong gua yang di gali agak keatas mereka sudah menghasilkan puluhan meter, didalam lorong lima orang penamang berjuang dengan semangat karena adanya harapan untuk bisa keluar dengan adanya Akik yang memermudah galiannya. Bertetes tetes keringat pun terganti dengan harapan, rasa lapar yng tertahan seakan akan hilang karena harapan itu.
" sepertinya lorongnya semakin sempit "
Gumam Aryo
" haha aku keasikan mencangkulnya, seperti layak memukul gelembung"
Jawab Wiji bercanda
" masa sih ?"
Tanya Karto karena belum mencoba
"Gali disni lebih luas Ji"
"Kita buat ruangan untuk istirahat disini"
Ucap Aryo kepada Wijidibelakangnya
Semua yang sedikit berdesakan karena sempit lorongannya kini Aryo, Branas, Sareh dan Wiji agak mundur untuk digalinya menyamping dan memperluas. Wiji menggali memperluas rongga dengan dibantu yang lainnya menyingkrihkan beberapa sisa sisa galian kebawah tapi tidak sampai menutup jalan, dengan Karto yang sedang membawa tiga ublik lampu sebagai penerangan. Setelah cukup ruangan yang dironggai muat lebih leluasa mereka pun duduk sebentar
"Ini Ambil"
Ucap Branas ke Wiji memberikan kantung air yang masih tinggal dua kantung
Dintegukkan beberapa tetes air bergantian dan disisakan sedikit. Lalu kedua kantung air dikembalikan ke berikan Branas untuk di taruhnya di cantolan sabuknya.
" siapa selanjutnya yang mau menggali?"
Tanya Branas kepada yang lain yang masih duduk
"Siapa?"
Tanya Aryo
" Karto kamu tidak ingin mencoba?"
Tanya Aryo yang duduk disebelah depannya
" Tidak apa apa, aku siap saja"
Jawab Karto
" baiklah Wiji kamu ganti pembawa lampu yang lain membantu menyingkrihkan bekas galian"
" kita terus gali lorong ini agak ketas, sampai kita tidak menemukan celah pun!"
" maka dari itu kalian semua bertahanlah sebisa dan sekuat mungkin!"
Ucap Aryo sedikit keras menyemangati mereka.
" kalau begitu ayo kita lanjutkan!"
Ucap Branas juga sedikit keras
Segera Wiji melepaskan akiknya seraya diberikan ke Karto dengan melanjutkan meranggeh lampu ublik didepannya
"Tunggu sebentar, bagaimana kalau kita ikat tiga beliung jadi satu ?"
" apakah itu keberatan?"
Tanya Sareh duduk di pojok dari mereka berlima duduk
" kita mencari cepatnya lorong tergali"
Ucap Aryo
" tapi talinya di bawah, dan juga lorong ini sudah lumayan jauh"
Ucap Wiji mengambil ketiga lampu ublik untuk dibawanya
" baiklah Karto lanjut Cangkuli dulu, biar aku ambil talinya dibawah"
Ucap Aryo sambil meminta satu ublik lampu yang dibawa Wiji
Bergegaslah Aryo berjalan menuruni lorong dengan membawa ublik dan juga sedikit hati hati. Kemudian dimulailah Karto mencangkul melanjutkan galian lorong yang agak keatas
" Loh ringan ya ..? "
"Seperti batunya berubah jadi tanah lumpur"
Ucap Karto sedikit heran apa yng dirasakannya dr sebelum menggali memakai akik