Petugas sayembara sambil berteriak memberikan pengumuman, mereka juga berhenti
sejenak sambil menempelkan poster yang dibawanya di tempat2 yang sekiranya
dijumpai atau di lewati orang2 dan penduduk.
Satu bulan sebelumnya kota Alingkukoh juga memberikan pengumuman acara
sayembara ini ke seluruh warga penduduknya. Bahkan orang orang yang dari sana
sudah ada yang menginap di desa Wijonayem guna mengikuti sayembara ini.
Hingga disuatu tempat, sebuah rawa yang tidak terlalu luas dan ditumbuhi
pohon2 besar yang berdaun hijau tua keabu abuan dan panjangnya kebawah sampai
tanah ada juga yang sampai menyentuh genangan air rawa. Wilayah rawa yang
sedikit berkabut ini terletak di bagian utara desa Wijonayem, jaraknya dari
desa Wijonayem kerawa ini sama saja dua hari menunggang kuda.
Di rawa ini terdapat sebuah bangunan seperti menara tetapi tidak tinggi,
beratapkan jerami berbentuk limas segi empat.Di sampingnya terdapat dinding2
bangunan dari bambu kuning jejer tersusun rapi yang terikat dan beratap jerami
juga dan bagian atas atap atapnya yang berbentuk limas segi empat terdapat
tiang kecil yang pucuk tiangnya terikat keong atau cangkang binatang laut.
Lantainya dari papan kayu memiliki pondasi sperti panggung letak lantainya dari
tanah sampai menjorok ke air genangan rawa. Gulungan surat tiba tiba jatuh
mengenai orang yang berpawakan pendek kurus rambutnya kuncung belakang terkucir
keatas dan agak domble,
"Aw"
Kaget Solor tertimpa gulungan surat yang sedang memancing di depan teras
rumah panggungnya, diletakan gagang pancingnya kesamping dia duduk, lalu
meranggeh.
" Kenapa Samiranah mengirimkan surat lagi "
Sambil memegang dan membuka ikatan gulungan surat yang mendarat dikepalanya.
Dibacanya surat gulungan yang berisi sayembara padepokan. Dengan tidak terkejut
Solor mengetahui isi surat, lalu segera diletakannya lembaran itu yang dia
kiranya surat dari temannya yang sama menjatuhi kepalanya kemarin sembari
mengambil gagang pancing yang berada di samping dia duduk untuk melanjutkan
memancing.
Hari semakin gelap, senjapun datang, matahari yang seakan2 tidak mau
tenggelam membuat langit menjadi hitam kebiru biruan.
Suasana rawa semakin berkabut di barengi suara kodok dan jangkrik yang mulai
berlantunan.
" Puhfff"
Usai Solor mematikan pematik apinya guna menyalakan lampu lampu rumahnya.
Bergegaslah Solor mengambil pancingnya dan di sendenkan di dinding depan rumah,
berjalan menghampiri ember yang di dekat air dimana dia duduk mancing tadi,
dihitungnya ikan ikan hasil dia memancing tadi.
" saya kira 5 sudah cukup untuk dua hari "
Lumayanlah mendapat dua ekor ikan Lele dan tiga ikan gabus. Setelah itu
Solorpun masuk kerumahnya sambil membawa ember ikan dan tidak lupa juga menutup
pintunya. Langsung menuju dapur kecil miliknya, ditaruhnya ember itu di meja
dekat perapian, lalu melangkah menuju tempat peralatan dapur mengambil panci
serta mengisi air dari gentong yang berada di dekat rak peralatan dapurnya.
Dibawanya panci berisi air menuju perapian yang hanya dua langkah saja, setiba
di perapian dia meletakannya di bagian lubang atas perapian sambil memutar
mutar agar pas mantab dengan panci berisi air yang tadi dibawanya. Dimasukannya
beberapa arang dari depan perapian, lalu menyalakan pematik apinya disulutkan
ke arang, dengan jongkok sedikit meniup2 pelan Solor membesarkan api
diperapiannya, setelah apinya menyala sedang.
Solorpun bergegas berdiri berjalan menghampiri tempat bumbu dan rerempahan,
diambilnya empat siung bawang merah satu siung bawang putih dan kembali
ketempat rak peralatan dapur mengambil wadah penggerus. Dimasukannya bawang
tadi ke wadah penggerus sambil membawa penggerus dan berjalan kemeja yang
didekat perapian sambil meletakan wadah penggerusnya. Diapun juga menambahkan
garam yang diambilnya di toples kecil terbuat dari kaca bening dirak depannya
yang menempel didinding. Ditambahkan juga sedikit sekali gula yang di ciduk
menggunakan sendok kecil dari toples kecil dari kaca yang ada pada sebelah
toples garam tadi dan memasukannya kedalam wadah penggerus bercampur garam dan
bawang. Diletakannya toples berisi gula di meja dekat penggerus Solor lansung
berbalik badan berjalan menuju tempat empon empon dan rempah, diambilnya
sepotong kunyit lalu kembali kemeja dimana penggerus diletakan.
Di klupasnya kunyit dengan pisau yang tersalip menempel di dinding, lalu di
cucinya kunyit itu di wadah air yang berada di satu meja dengan alat penggerus
tadi dan memasukannya kedalam wadah penggerus yang terbuat dari besi.
Diangkatnya tongkat penggerus dan memulailah Solor menumbuk Bumbu racikannya,
dengan kuat dan pelan Solor menumbuk sampai menciptakan suara tumbukan pukulan
besi terdengar dari luar gubuk rumahnya.
Kluntung .. kluntung..
Beberapa saat kemudian, setelah Solor mengetahui Bumbunya sudah lembut, dia
segera mengambil ikannya yang ada pada ember tadi
"Malam ini ikan gabus tiga"
seraya menaruhnya di meja didekat wadah berisi air, lalu dia mengambil pisau
untuk menyayat mengeluarkan isi perut ikan gabus serta membersikan sisik sisik
yang ada.
Lalu di bilasnya kedalam wadah air didekatnya hingga bersih sampai di
mengentaskan dan menaruh di papan kayu yang sudah disediakan sebelumnya di meja.
"Oh.. airnya sudah siap"
Solor bergegas mengambil sendok dan menciduki bumbu yang sudah dilembutkan di
alat penggerus tadi lalu mencelupkan ke wadah air rebusan yang sudah sedikit
mendidih. Setelah itu dimasukannya ikan yang sudah dibersihkan kedalam air
rebusan. Diambilkanya penutup wadah di rak dan menutupkannya ke wadah air
mendidih dimana Ikan dan bumbu direbus.
"Beres"
Setelah itu Solor membersihkan mencuci serta mengembalikan bekakas bekas
aktivitasnya tadi ketempat asal dia menempatkan alat alatnya. Setelah bersih
semua Solorpun tidak lupa melihat api yang ada diperapian mengecek kobaran api.
Setelah tahu bahwa kobaran api pas bisa membuat air terserap dengan bumbu
keikannya, diapun pergi ke kamar yang di sebelah skatan dinding dapurnya untuk
mandi, dilepasnya celana miliknya, dan mencatolkan di cantolan dinding kamar
mandi, lalu di cidukannya air tampungan hujan dari gentong depannya dia beriri.
" byurr.. byurrss.."
Setelah itu diambilkanya lap yang diantolkan di dinding dekat dia
mencantolkan celananya, dilap bersih juga seluruh badannya. Dari kaki hingga
rambut kuncungnya semua sudah dilap, dicantolkan lagi lapnya sambil mengambil
celananya dan memakainya. Sebelum keluar dari kamar mandi, Solor mengambil
bunga kecil berwarna ungu kemerahan dari tas yang tercantol dekat lap tadi.
Setelah diambilnya bunga dia meremukan dengan tangannya bunga itu seraya
menggosokan ke seluruh badannya terutama ketiak. Tidak lama kemudian Solorpun
kembali ke tempat perapian dan membuka penutup wadah rebusan,
"Sedikit lagi"
Lalu dia menutupkan lagi pnutup rebusan. Tahu bahwa air bumbu belum semua
habis teresap, Solor langsung berjalan keluar dapur menuju ruang berikutnya,
sesampai di ruang dimana ruangan itu ada akuarium kecil ditempatkan di antara
jendela yang bertirai dari kain putih, dan juga rak buku kecil berbentuk kotak
dekat kursi yang terbuat dari anyaman rotan disampingnya lagi pintu depan
keluar rumah. Dibukanya pintu itu sambil berjalan keluar rumah suara kodok dan
jangkrik lebih terdengar keras, dan haripun sudah malam bertabur bintang
terhalang sebagian oleh pohon pohon willow. Berjalan mendekat ke tempat dia
duduk mancing tadi berdiri sejenak lalu mengambil lagi lembaran surat poster
pengumuman acara sayembara di desa Wijonayem tadi, sambil melotot melihat
gambar2 logo poster dia berjalan berbalik arah menuju pintu rumahnya masuk ke
dalam dan menutup pintunya lagi. Berjalan lagi sambil melihat poster pengumuman
hingga sampai Solor menemukan tempat duduk yang ada di sebelah samping depannya.
"Akik Kumenteng"
Sambil melotot melihat poster, Solor teringat bahwa dia belum selesai masak
karena perutnya juga lagi demo karena sedikit lapar.
Diletakannya poster tadi di meja depannya sambil bergegas berjalan menuju
dapur lagi.
Setiba di perapian dia membuka penutup rebusan, tercium bau yang sedap
menandakan semua bumbu sudah meresap kedalam daging ikannya. Diambilnya lap di
sekitaran meja dan diangkatnya wadah rebusan di atas meja samping perapian,
lalu Solor memasang besi pemanggang di perapian sembari mengambil ikan yang
berbumbu diwadah rebusan tadi dan diletakan kepemanggangan. Setelah ketiga
ikannya dipanggang, dia menambahkan cairan kedelai di botol yang diambilnya
dekat rak gula dan garam ditempatkan. Bau yang sedap mengepul didapur rumah
Solor, dibalikannya ikan panggang serta di tuangkan lagi sedikit cairan
kedelainya merata.
Tidak lama kemudian dia mengambil penjepit yg berada di samping pisau di
selipkan dan piring di rak. Di capitnya ikan berbumbu ketiga tiganya dan
diletakan di piring yang sudah dibawanya, diletakannya penjepit itu di meja
seraya berjalan menuju ke ruang tadi dia duduk sambil membawa ikan panggang
berbumbu yang hangat. Setiba di ruangan yang agak lebih bersih dan rapi Solor
pun meletakan piringnya di meja yang ada depannya sambil mengambil kursi yg
disampingnya lalu duduk bersiap untuk makan malam. Di bukanya daging ikan Gabus
Panggang berbau sedap miliknya dan memakannya dengan nikmat.
Solor mengambil lembaran poster pengumuman sayembara yang diletakan di meja
dia makan. Sambil menikmati makan malamnya Solor mengulangi membaca tulisan
tulisan yang ada pada poster tersebut. Sekilas dia teringat saat masa sayembaranya dahulu, tidak terasa begitu cepat dia sudah melewati dua generasi pemenang Sayembara Tujuh Tahunan.
Mengingat Sayembara sayembara sebelumnya menghadiahkan setidaknya piala atau koin emas dan beberapa hewan ternak, jarang berhadiah peralatan.
Hingga saat kemudian Solor selesai dengan makan malamnya, langsung dia kembali ke dapur untuk mengembalikan piring serta mencuci tangan.
Setelah itu dia kembali ke ruang tamu lagi sambil membawa segelas air minum
dan duduk lagi di tempat dia makan tadi.
Diambil lembarannya lagi mencoba mengulangi.
Sambil minum Solor melihat lembaran pengumuman. Dia sedikit teringat lagi apa yang ada dilembaran pengumuman itu ada yang tidak asing selain acara setiap tujuh tahunnya.
Diletakan Gelas yang di genggamnya ke meja lalu Solor menuju rak buku yang
terbuat dari kayu berwarna agak coklat. Dilihatlah buku buku sambil mengingat
warna buku apa yang hendak dia mau cari, di pilih buku satu persatu oleh Solor,
sambil mengingat dia mencari warna buku yang dia maksud, rak buku setinggi
satu meter dan panjangnya delapan puluh cm, terbuat dari kayu berwarna kecoklatan ada empat shaf dan shaft paling atas berisi pot bunga kamboja putih dan di sampingnya baringan buku buku, shaf kedua sandaran Buku buku dan cangkang keong, shaf ketiga dan keempat berisi sandaran buku buku
semua. Setelah berhasil menemukan buku yang Solor maksud, dia segera mengambil
dan kembali ketempat duduk sambil membuka mencari sesuatu yang dia pernah ingat dan berkaitan dengan isi surat dari temannya yang jatuh mengenai kepalanya
kemarin.
Setelah Solor tau di halaman buku dimana keterangan tentang Akik Kumenteng
pernah di ulas dan di jelaskan. Sedikit heran dia mengetahuinya, bukan tentang
mujarab atau saktinya benda akik ini tetapi kepada pihak padepokan kenapa
Akiknya dijadikan hadiah utama yang padahal Akik itu adalah benda pusaka yang
dimintai melalui Batin Pangikrar.
Sedikit heran dan juga sedikit kecewa Solor mengetahui ini. Dibantu dengan
sanggahan isi surat dari temannya dibacanya lagi buku itu, pertama dia melihat
cover judul bukunya berjudul " Alit Ananging Iso" sebuah buku yang mencatat
benda benda kecil yang sakti buatan Batin Pangikrar hasil tulisan yang disusun
oleh teman mudanya Samiranah.
Setelah dia menemukan halaman yang mengemukakan tentang Akik Kumenteng,
semakin dia mencermati dengan mengkaitkan isi surat dari temannya, dan diapun
mulai menduga bahwa informasi ini memang berkaitan dengan isi surat temannya
yang sebelumnya jatuh mengenai kepalanya.
Tahu bahwa Akik ini dapat meringankan beban yang dahulunya dibawa oleh seorang
budak Tambang dari desa Lawes.
Pada jaman dulu desa Lawes adalah desa dekat dengan tambang emas kuno yang berumur Ribuan tahun, terletak di lereng gunung Lajejer sebelah barat yang sekarang desa itu sebagian menjadi Puing puing
akibat serangan dari kota Wulansana dan Alingkukoh. Sebelumnya desa
Lawes adalah desa yang damai, Dipimpin oleh ketua Desa dari salah satu keluarga
Duwitri. Tetapi semenjak kepala desa bekerjasama dengan Lelembut Dhengen
mengikat perjanjian akan menghidupkan kembali tambang emas lawes yang sudah
lama tidak dipakai. Semakin lama kelamaan terdengarlah perjanjian itu sampai
kota Alingkukoh bahkan sampai kota Wulansana karena melanggar perjanjian
Aliansi dan juga perbudakan kejam di tambang Lartojayan.