Chereads / Chandraklana : Singularity Of The Grand Prize / Chapter 3 - Hadiah Utama Dan Penambang Hebat

Chapter 3 - Hadiah Utama Dan Penambang Hebat

Petugas sayembara sambil berteriak memberikan pengumuman, mereka juga berhenti 

sejenak sambil menempelkan poster yang dibawanya di tempat2 yang sekiranya 

dijumpai atau di lewati orang2 dan penduduk.

Satu bulan sebelumnya kota Alingkukoh juga memberikan pengumuman acara 

sayembara ini ke seluruh warga penduduknya. Bahkan orang orang yang dari sana 

sudah ada yang menginap di desa Wijonayem guna mengikuti sayembara ini.

Hingga disuatu tempat, sebuah rawa yang tidak terlalu luas dan ditumbuhi 

pohon2 besar yang berdaun hijau tua keabu abuan dan panjangnya kebawah sampai 

tanah ada juga yang sampai menyentuh genangan air rawa. Wilayah rawa yang 

sedikit berkabut ini terletak di bagian utara desa Wijonayem, jaraknya dari 

desa Wijonayem kerawa ini sama saja dua hari menunggang kuda.

Di rawa ini terdapat sebuah bangunan seperti menara tetapi tidak tinggi, 

beratapkan jerami berbentuk limas segi empat.Di sampingnya terdapat dinding2 

bangunan dari bambu kuning jejer tersusun rapi yang terikat dan beratap jerami 

juga dan bagian atas atap atapnya yang berbentuk limas segi empat terdapat 

tiang kecil yang pucuk tiangnya terikat keong atau cangkang binatang laut. 

Lantainya dari papan kayu memiliki pondasi sperti panggung letak lantainya dari 

tanah sampai menjorok ke air genangan rawa. Gulungan surat tiba tiba jatuh 

mengenai orang yang berpawakan pendek kurus rambutnya kuncung belakang terkucir 

keatas dan agak domble,

"Aw" 

Kaget Solor tertimpa gulungan surat yang sedang memancing di depan teras 

rumah panggungnya, diletakan gagang pancingnya kesamping dia duduk, lalu 

meranggeh.

" Kenapa Samiranah mengirimkan surat lagi "

Sambil memegang dan membuka ikatan gulungan surat yang mendarat dikepalanya. 

Dibacanya surat gulungan yang berisi sayembara padepokan. Dengan tidak terkejut 

Solor mengetahui isi surat, lalu segera diletakannya lembaran itu yang dia 

kiranya surat dari temannya yang sama menjatuhi kepalanya kemarin sembari 

mengambil gagang pancing yang berada di samping dia duduk untuk melanjutkan 

memancing.

Hari semakin gelap, senjapun datang, matahari yang seakan2 tidak mau 

tenggelam membuat langit menjadi hitam kebiru biruan.

Suasana rawa semakin berkabut di barengi suara kodok dan jangkrik yang mulai 

berlantunan.

" Puhfff"

Usai Solor mematikan pematik apinya guna menyalakan lampu lampu rumahnya. 

Bergegaslah Solor mengambil pancingnya dan di sendenkan di dinding depan rumah, 

berjalan menghampiri ember yang di dekat air dimana dia duduk mancing tadi, 

dihitungnya ikan ikan hasil dia memancing tadi.

" saya kira 5 sudah cukup untuk dua hari "

Lumayanlah mendapat dua ekor ikan Lele dan tiga ikan gabus. Setelah itu 

Solorpun masuk kerumahnya sambil membawa ember ikan dan tidak lupa juga menutup 

pintunya. Langsung menuju dapur kecil miliknya, ditaruhnya ember itu di meja 

dekat perapian, lalu melangkah menuju tempat peralatan dapur mengambil panci 

serta mengisi air dari gentong yang berada di dekat rak peralatan dapurnya. 

Dibawanya panci berisi air menuju perapian yang hanya dua langkah saja, setiba 

di perapian dia meletakannya di bagian lubang atas perapian sambil memutar 

mutar agar pas mantab dengan panci berisi air yang tadi dibawanya. Dimasukannya 

beberapa arang dari depan perapian, lalu menyalakan pematik apinya disulutkan 

ke arang, dengan jongkok sedikit meniup2 pelan Solor membesarkan api 

diperapiannya, setelah apinya menyala sedang.

Solorpun bergegas berdiri berjalan menghampiri tempat bumbu dan rerempahan, 

diambilnya empat siung bawang merah satu siung bawang putih dan kembali 

ketempat rak peralatan dapur mengambil wadah penggerus. Dimasukannya bawang 

tadi ke wadah penggerus sambil membawa penggerus dan berjalan kemeja yang 

didekat perapian sambil meletakan wadah penggerusnya. Diapun juga menambahkan 

garam yang diambilnya di toples kecil terbuat dari kaca bening dirak depannya 

yang menempel didinding. Ditambahkan juga sedikit sekali gula yang di ciduk 

menggunakan sendok kecil dari toples kecil dari kaca yang ada pada sebelah 

toples garam tadi dan memasukannya kedalam wadah penggerus bercampur garam dan 

bawang. Diletakannya toples berisi gula di meja dekat penggerus Solor lansung 

berbalik badan berjalan menuju tempat empon empon dan rempah, diambilnya 

sepotong kunyit lalu kembali kemeja dimana penggerus diletakan.

Di klupasnya kunyit dengan pisau yang tersalip menempel di dinding, lalu di 

cucinya kunyit itu di wadah air yang berada di satu meja dengan alat penggerus 

tadi dan memasukannya kedalam wadah penggerus yang terbuat dari besi.

Diangkatnya tongkat penggerus dan memulailah Solor menumbuk Bumbu racikannya, 

dengan kuat dan pelan Solor menumbuk sampai menciptakan suara tumbukan pukulan 

besi terdengar dari luar gubuk rumahnya.

Kluntung .. kluntung..

Beberapa saat kemudian, setelah Solor mengetahui Bumbunya sudah lembut, dia 

segera mengambil ikannya yang ada pada ember tadi

"Malam ini ikan gabus tiga"

seraya menaruhnya di meja didekat wadah berisi air, lalu dia mengambil pisau 

untuk menyayat mengeluarkan isi perut ikan gabus serta membersikan sisik sisik 

yang ada.

Lalu di bilasnya kedalam wadah air didekatnya hingga bersih sampai di 

mengentaskan dan menaruh di papan kayu yang sudah disediakan sebelumnya di meja.

"Oh.. airnya sudah siap"

Solor bergegas mengambil sendok dan menciduki bumbu yang sudah dilembutkan di 

alat penggerus tadi lalu mencelupkan ke wadah air rebusan yang sudah sedikit 

mendidih. Setelah itu dimasukannya ikan yang sudah dibersihkan kedalam air 

rebusan. Diambilkanya penutup wadah di rak dan menutupkannya ke wadah air 

mendidih dimana Ikan dan bumbu direbus.

"Beres"

Setelah itu Solor membersihkan mencuci serta mengembalikan bekakas bekas 

aktivitasnya tadi ketempat asal dia menempatkan alat alatnya. Setelah bersih 

semua Solorpun tidak lupa melihat api yang ada diperapian mengecek kobaran api. 

Setelah tahu bahwa kobaran api pas bisa membuat air terserap dengan bumbu 

keikannya, diapun pergi ke kamar yang di sebelah skatan dinding dapurnya untuk 

mandi, dilepasnya celana miliknya, dan mencatolkan di cantolan dinding kamar 

mandi, lalu di cidukannya air tampungan hujan dari gentong depannya dia beriri.

" byurr.. byurrss.."

Setelah itu diambilkanya lap yang diantolkan di dinding dekat dia 

mencantolkan celananya, dilap bersih juga seluruh badannya. Dari kaki hingga 

rambut kuncungnya semua sudah dilap, dicantolkan lagi lapnya sambil mengambil 

celananya dan memakainya. Sebelum keluar dari kamar mandi, Solor mengambil 

bunga kecil berwarna ungu kemerahan dari tas yang tercantol dekat lap tadi.

Setelah diambilnya bunga dia meremukan dengan tangannya bunga itu seraya 

menggosokan ke seluruh badannya terutama ketiak. Tidak lama kemudian Solorpun 

kembali ke tempat perapian dan membuka penutup wadah rebusan,

"Sedikit lagi"

Lalu dia menutupkan lagi pnutup rebusan. Tahu bahwa air bumbu belum semua 

habis teresap, Solor langsung berjalan keluar dapur menuju ruang berikutnya, 

sesampai di ruang dimana ruangan itu ada akuarium kecil ditempatkan di antara 

jendela yang bertirai dari kain putih, dan juga rak buku kecil berbentuk kotak 

dekat kursi yang terbuat dari anyaman rotan disampingnya lagi pintu depan 

keluar rumah. Dibukanya pintu itu sambil berjalan keluar rumah suara kodok dan 

jangkrik lebih terdengar keras, dan haripun sudah malam bertabur bintang 

terhalang sebagian oleh pohon pohon willow. Berjalan mendekat ke tempat dia 

duduk mancing tadi berdiri sejenak lalu mengambil lagi lembaran surat poster 

pengumuman acara sayembara di desa Wijonayem tadi, sambil melotot melihat 

gambar2 logo poster dia berjalan berbalik arah menuju pintu rumahnya masuk ke 

dalam dan menutup pintunya lagi. Berjalan lagi sambil melihat poster pengumuman 

hingga sampai Solor menemukan tempat duduk yang ada di sebelah samping depannya.

"Akik Kumenteng" 

Sambil melotot melihat poster, Solor teringat bahwa dia belum selesai masak 

karena perutnya juga lagi demo karena sedikit lapar.

Diletakannya poster tadi di meja depannya sambil bergegas berjalan menuju 

dapur lagi.

Setiba di perapian dia membuka penutup rebusan, tercium bau yang sedap 

menandakan semua bumbu sudah meresap kedalam daging ikannya. Diambilnya lap di 

sekitaran meja dan diangkatnya wadah rebusan di atas meja samping perapian, 

lalu Solor memasang besi pemanggang di perapian sembari mengambil ikan yang 

berbumbu diwadah rebusan tadi dan diletakan kepemanggangan. Setelah ketiga 

ikannya dipanggang, dia menambahkan cairan kedelai di botol yang diambilnya 

dekat rak gula dan garam ditempatkan. Bau yang sedap mengepul didapur rumah 

Solor, dibalikannya ikan panggang serta di tuangkan lagi sedikit cairan 

kedelainya merata.

Tidak lama kemudian dia mengambil penjepit yg berada di samping pisau di 

selipkan dan piring di rak. Di capitnya ikan berbumbu ketiga tiganya dan 

diletakan di piring yang sudah dibawanya, diletakannya penjepit itu di meja 

seraya berjalan menuju ke ruang tadi dia duduk sambil membawa ikan panggang 

berbumbu yang hangat. Setiba di ruangan yang agak lebih bersih dan rapi Solor 

pun meletakan piringnya di meja yang ada depannya sambil mengambil kursi yg 

disampingnya lalu duduk bersiap untuk makan malam. Di bukanya daging ikan Gabus 

Panggang berbau sedap miliknya dan memakannya dengan nikmat.

Solor mengambil lembaran poster pengumuman sayembara yang diletakan di meja 

dia makan. Sambil menikmati makan malamnya Solor mengulangi membaca tulisan 

tulisan yang ada pada poster tersebut. Sekilas dia teringat saat masa sayembaranya dahulu, tidak terasa begitu cepat dia sudah melewati dua generasi pemenang Sayembara Tujuh Tahunan.

Mengingat Sayembara sayembara sebelumnya menghadiahkan setidaknya piala atau koin emas dan beberapa hewan ternak, jarang berhadiah peralatan.

Hingga saat kemudian Solor selesai dengan makan malamnya, langsung dia kembali ke dapur untuk mengembalikan piring serta mencuci tangan.

Setelah itu dia kembali ke ruang tamu lagi sambil membawa segelas air minum 

dan duduk lagi di tempat dia makan tadi. 

Diambil lembarannya lagi mencoba mengulangi.

Sambil minum Solor melihat lembaran pengumuman. Dia sedikit teringat lagi apa yang ada dilembaran pengumuman itu ada yang tidak asing selain acara setiap tujuh tahunnya.

Diletakan Gelas yang di genggamnya ke meja lalu Solor menuju rak buku yang 

terbuat dari kayu berwarna agak coklat. Dilihatlah buku buku sambil mengingat 

warna buku apa yang hendak dia mau cari, di pilih buku satu persatu oleh Solor, 

sambil mengingat dia mencari warna buku yang dia maksud, rak buku setinggi 

satu meter dan panjangnya delapan puluh cm, terbuat dari kayu berwarna kecoklatan ada empat shaf dan shaft paling atas berisi pot bunga kamboja putih dan di sampingnya baringan buku buku, shaf kedua sandaran Buku buku dan cangkang keong, shaf ketiga dan keempat berisi sandaran buku buku 

semua. Setelah berhasil menemukan buku yang Solor maksud, dia segera mengambil 

dan kembali ketempat duduk sambil membuka mencari sesuatu yang dia pernah ingat dan berkaitan dengan isi surat dari temannya yang jatuh mengenai kepalanya 

kemarin.

Setelah Solor tau di halaman buku dimana keterangan tentang Akik Kumenteng 

pernah di ulas dan di jelaskan. Sedikit heran dia mengetahuinya, bukan tentang 

mujarab atau saktinya benda akik ini tetapi kepada pihak padepokan kenapa 

Akiknya dijadikan hadiah utama yang padahal Akik itu adalah benda pusaka yang 

dimintai melalui Batin Pangikrar.

Sedikit heran dan juga sedikit kecewa Solor mengetahui ini. Dibantu dengan 

sanggahan isi surat dari temannya dibacanya lagi buku itu, pertama dia melihat 

cover judul bukunya berjudul " Alit Ananging Iso" sebuah buku yang mencatat 

benda benda kecil yang sakti buatan Batin Pangikrar hasil tulisan yang disusun 

oleh teman mudanya Samiranah.

Setelah dia menemukan halaman yang mengemukakan tentang Akik Kumenteng, 

semakin dia mencermati dengan mengkaitkan isi surat dari temannya, dan diapun 

mulai menduga bahwa informasi ini memang berkaitan dengan isi surat temannya 

yang sebelumnya jatuh mengenai kepalanya.

Tahu bahwa Akik ini dapat meringankan beban yang dahulunya dibawa oleh seorang 

budak Tambang dari desa Lawes. 

Pada jaman dulu desa Lawes adalah desa dekat dengan tambang emas kuno yang berumur Ribuan tahun, terletak di lereng gunung Lajejer sebelah barat yang sekarang desa itu sebagian menjadi Puing puing 

akibat serangan dari kota Wulansana dan Alingkukoh. Sebelumnya desa 

Lawes adalah desa yang damai, Dipimpin oleh ketua Desa dari salah satu keluarga 

Duwitri. Tetapi semenjak kepala desa bekerjasama dengan Lelembut Dhengen 

mengikat perjanjian akan menghidupkan kembali tambang emas lawes yang sudah 

lama tidak dipakai. Semakin lama kelamaan terdengarlah perjanjian itu sampai 

kota Alingkukoh bahkan sampai kota Wulansana karena melanggar perjanjian 

Aliansi dan juga perbudakan kejam di tambang Lartojayan.