Mendengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi membuat Alana menjadi gugup dan tidak bisa mengendalikan detakan jantungnya. Bahkan, saat dia bersama dengan Dito, dia tidak pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya. Apakah Alana akan menjadi istri Bisma secara resmi hari ini? Apakah dia resmi menjadi seorang istri? pikirnya.
Mengingat Dito dan Erika yang sudah bertunangan dan menghianatinya membuat hati Alana menjadi sedikit sakit. Dia masih belum melupakan Dito dipikirannya, walaupun kini dia sudah menikah. Dia masih belum bisa melupakan perasaan yang sudah menemaninya selama 8 tahun itu.
Tanpa sadar air matanya telah menetes dan pandangannya menjadi kabur karena air mata mulai menggenang di matanya. Khawatir dengan Bisma, dia langsung mengusap air matanya dan mencoba menenangkan dirinya sambil memejamkan mata sambil berbaring di tempat tidur menutupi dirinya dengan selimut hingga ke ujung kepalanya.
Setelah menangis, Alana merasa mengantuk ditambah karena selama 2 hari ini dia kurang tidur dan kelelahan. Terdengar suara air mulai behenti dari arah kamar mandi dan sepertinya Bisma akan keluar sebentar lagi. Alana mencoba berbaring dengan tenang di posisinya. Tercium aroma samar dihidungnya dan itu adalah aroma dari tubuh Bisma yang membuat pikiran Alana melayang tidak karuan. Dari aroma itu tercium aroma yang maskulin yang sangat khas dengan Bisma. Alana mencoba menenangkan dirinya dan berkata kepada dirinya sendiri untuk tenang.
Disisi lain, di musim yang sangat sejuk Bisma mengguyur badannya dengan air dingin selama 1 jam penuh. Pikirannya dipenuhi oleh sesuatu yang sangat menyiksanya. Melihat Alana dengan kondisi itu membuat Bisma menjadi panas. Tentu saja dia adalah pria normal. Namun, dia harus menekan nafsu yang meluap-luap itu. Walaupun sebenarnya Bisma sangat ingin, namun dia harus menahannya. Dia tidak boleh membuat istrinya takut kepadanya. Masih banyak waktu di masa depan hingga istrinya siap. Itulah yang membuatnya rela untuk mandi air dingin di malam hari dengan udara yang dingin dan mencoba untuk menahan diri.
Bisma menarik nafas dalam-dalam, memakai piyamanya dan keluar dari kamar mandi. Ruangannya sedikit gelap dan terlihat Alana sedang tertidur meringkuk dengan sangat lucu. Saking lucunya membuat Bisma ingin memeluknya dan tidak ingin melepaskannya.
Dengan sangat hati-hati dia berjalan ke arah tempat tidur, menatap istrinya yang saat sedang tertidur dengan tenang dan damai. Ada sedikit kemerahan dipipinya yang membuatnya terlihat seperti bayi.
"Alana" bisiknya dengan lembut.
Namun orang yang dipanggil tidak memberikan respon. Bisma membelai wajah istrinya itu dengan hati-hati dan mulai mematikan TV. Suasana kamar sangat tenang dan damai dengan sedikit sinar bulan yang masuk dari sela jendela.
Bisma mulai berbaring disampingnya dengan sangat hati-hati takut membangunkan istrinya. Tercium aroma tubuh dari Alana yang membuat sesuatu di dalam diri Bisma mulai bangkit lagi. Dengan tangan terkepal, Bisma mulai berbalik, mencoba menenangkan dirinya.
"Aku harus bisa menahannya, aku mencintainya" gumam Bisma
Keesokan harinya Alana terbangun oleh suara klakson yang begitu nyaring, dia mencoba membuka matanya walaupun masih snagat mengantuk. Setelah beberapa waktu Alana mulai sadar dan melihat ke sekeliling ruangan. Dia mulai sadar dan ingat bahwa sekarang dia berada di markas militer. Ketika Alana bangun, dia sudah melihat disampingnya sudah kosong tidak ada Bisma disana. Alana tidak tahu pukul berapa Bisma bangun. Namun sepertinya sudah lama Bisma meninggalkannya sendiri disini.
Alana mengehela napas lega, hari itu sangat cerah dan dia bergegas untuk mandi.Setelah mandi dia melihat di atas meja makan terdapat semangkuk bubur, dua roti kukus dan buah-buahan tersaji. Disana juga ada semangkuk sup hangat dan sebuah ketel kecil. Karena penasara Alana menghampirinya dan mulai membuka ketel itu. Setelah dibuka, tercium aroma susu hangat yang sangat harum dan itu membuat hati Alana tersentuh.
Melihat susu putih yang masih hangat itu membuat Alana berasumsi bahwa Bisma belum lama keluar. Tanpa berpikir lagi Alana langsung menyantap sarapannya dan susunya, setelah itu membersihkan ruangan itu.
Tiba-tiba terdengar suara hpnya berdering dan terlihat ada nama asisten jenderal Halim di nama penelepon.
"Selamat pagi, nona Alana, saya adalah asisten jenderal Halim. Mengenai waktu wawancara anda, bisakah anda melakukannya pada pukul 3 sore nanti?"
"Baik tidak apa-apa, saya bersedia" balas Alana dengan cepat.
"Kalau begitu saya akan menyamapaikan kepada jenderal bahwa anda bersedia"
"Baiklah, terima kasih" ucap Alana
"Sama-sama nona, kalau begitu saya tutup teleponnya" ucap sang asisten dan langsung menutup teleponnya.
Dilihatnya masih ada tersisa beberapa jam lagi baginya untuk mempersiapkan naskah wawancara dan masih ada 3 hari lagi dia harus menyerahkan naskah wawancara itu. Alana merasa waktunya masih cukup. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu kemudian terdengar suara laki-laki.
"Permisi nona Alana, saya adalah komisaris politik mayor jenderal Bisma,bisakah anda membukakan pintunya untukku? " ucapnya
"Baik sebentar" jawab Alana sambil membukakan pintunya dengan segera.
Terlihat dua orang sedang berdiri di depan pintunya. Satu orang yang dikenalnya yaitu Varo dan disampinya ada seorang yang memiliki badan yang sangat sehat dan tampan. Terlihat dari seragam militernya, dia memiliki 3 bintang di bahunya yang menunjukkan bahwa dia adalah seorang dengan pangkat letnan kolonel.
"Halo nona Alana, saya adalah Muhammad Fahri Ali. Saya adalah komisaris politik jenderal Bisma" ucapnya sambil tersenyum ramah
"Halo komisaris politik Fakhri" sapa Alana
"Halo nona Alana" sapa Varo juga
"Apakah kedatangan saya menggangu?" tanya komisaris politi
"Oh tidak, silahkan masuk" jawab Alana mempersilahkan mereka untuk masuk dan menyiapkan sesuatu untuk kedua tamunya itu
"Anda tidak perlu menghidangkan apapu nona. Komandan sangat sibuk dengan pekerjaannya. Saya datang kesini untuk menanyakan apakah makanan disini sesuai dengan selera nona. Saya hanya ingin memberikan yang terbaik untuk anda" ucap komisaris politik
Alana menggelengkan kepalanya dan berkata
"Makanan disini sangat enak dan saya tidak membutuhkan sesuatu sekarang" jawab Alana dengan sopan
Mendengar jawaban Alana membuat sang komisaris politik tersenyum
" Komandan Bisma adalah orang yang sibuk, bahkan meskipu saya adalah komisaris politiknya saya jarang bertemu dengannya. Saya mendengar bahwa tadi malam istri dari komandan berada disini. Karena saya tidak tahu apa kesukaan nona jadi saya khawatir ada sesuatu yang mengganggu nona selama disini. Anggap saja kita adalah keluarga." jawab komisaris politik
"Anda tidak perlu khawatir komisaris politik Fakhri, saya disini tinggal dengan nyaman dan para tentara juga sangat baik kepada saya" jawab Alana
Sang komisaris politik mengangguk mengerti dan berkata kepada Varo
"Varo, ajaklah nona Alana berjalan-jalan dan beri tahu para tentara lainnya untuk tidak membuat ulah. Jika ada sesuatu dengan nona Alana tolong beritahu aku" perintah sang komisaris politik
"Baik komisaris politik Fakhri" jawab Varo dengan patuh
Setelah mengobrol singkat, akhirnya komisaris politik Fakhri pamit undur diri. Mengingat masih tersisa beberapa waktu sebelum waktu janjian wawancaranya dengan jenderal Halim, Alana memutuskan untuk mengajak Varo berjalan-jalan disekitar asrama militer.
Dari kejauhan, Alana melihat ada banyak prajurit yang sedang berlatih di lapangan. Walaupun Alana tidak benar-benar untuk tinggal disana, namun Alana hanya penasaran seperti apa kehidupan di dalam markas militer itu. Terlihat beberapa tentara melihatnya dan itu membuat Alana menunduk malu.
"Alana, kenapa kamu bisa ada disini?"
Tiba-tiba ada suara yang terdengar dari arah belakangnya. Melihat siapa yang ada di belakangnya membuat Alana sedikit mengernyitkan dahinya. Mengapa dunia begitu sempit, pikirnya.Ya itu Erika. Sejujurnya dia ingin mengabaikannya namun Erika dangan sigap menahannya sambil menatapnya dengan rasa tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang.
Alana menghela nafasnya. Baru saja dia bertemu dengan orang baik dan sekarang dia harus berurusan dengan orang yang seperti Erika dan itu tidak bisa dihindari.
"Halo, mayor Erika. Senang bertemu dengan anda disini" sapa Alana sambil tersenyum enggan ke arah Erika.