Chereads / Cinta Kamu .... / Chapter 6 - Marah

Chapter 6 - Marah

Masih di dalam Bandara.

"Ayo," ajak Rama sambil menggandeng tangan Donita. setelah beberapa saat duduk di ruang tunggu akhirnya panggilan untuk segera naik pesawat pun terdengar, dan kemudian mereka berdua pun segera naik ke pesawat.

"Berat amat sih," ucap Donita.

"Mau dibawakan?" ucap Rama menawarkan.

"Tukeran ya?" ujar Donita meminta, dan Rama tersenyum.

"Gak usah, sini." Rama membawa semua barang bawaan Donita dan kemudian menaruhnya di bagasi atas pesawat, Donita sudah duduk sementara Rama masih berdiri, lalu tiba-tiba Rama disenggol oleh penumpang lain dan membuat Rama tertunduk hingga wajahnya pun tertunduk tepat berhadapan dengan wajah Donita, sesaat mereka berdua berpandangan lalu kemudian Rama pun segera mengambil posisi duduk di samping Donita.

"Maaf ya barusan? Tidak sengaja," ucapnya, dan Donita pun tersenyum.

"Disuruh pasang sabuk pengaman, gimana sih caranya?" tanya Donita sambil memegangi sabuk pengaman, dan Rama pun kembali tersenyum.

"Aku seperti orang bodoh ya? Katrok hihihi ..." ucap Donita sambil cengingisan.

"Enggak kok, sini aku pasangin, maaf ya?" Donita menahan nafas.

"Selesai," ucap Rama sambil kembali membenahi posisi duduknya.

"Huh ..." Donita melepaskan nafasnya, Rama pun tersenyum sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal, Rama mengambil majalah yang terselip di kursi depannya, kemudian Rama melihat gambar-gambar pramugari Garuda Indonesia yang ada di majalah itu.

"Cantik-cantik ya?" ucap Rama, Donita melirik sambil berucap dalam hati.

'Cantik apanya, lipstik tebal kaya badut gitu dibilang cantik.' Kemudian Donita berkata.

"Sini aku mau lihat," Donita menarik majalah itu dari tangan Rama, lalu tiba-tiba seorang pramugari cantik datang menghampiri.

"Barang-barangnya mas?" ucap pramugari menawarkan dagangannya.

"Lihat jam ceweknya mbak," pinta Rama.

"Untuk Mbaknya kan?" tanya pramugari sambil memberi isyarat dengan menunjukkan jempolnya pada Donita.

"Bukan, untuk Mbak," jawab Rama sambil cengengesan.

"Bolehkah saya memilih?" tanya Rama.

"Boleh, mari ikut Mas ..." jawab pramugari itu sambil tersenyum, lalu Rama pun melangkah mengikuti pramugari itu, sementara itu Donita hanya diam sambil berucap dalam hati.

'Belum juga sampai di Kalimantan, masih di pesawat, heh ...' tidak lama kemudian Rama pun kembali dan rupanya Donita sudah tertidur, Rama pun tersenyum dan langsung duduk.

Sementara itu dengan Airis dan Rendy, nampak mereka berdua masih berada di dalam mobil, dan tiba-tiba Airis meminta pada Rendy untuk berhenti.

"Stop, stop, itu ada masjid aku mau sholat ashar dulu," ujarnya, dan Rendy pun langsung menyahut.

"Ya iyalah masjid tempat untuk sholat bukan buat paduan suara," ujarnya sambil membelokkan mobilnya masuk ke halaman masjid, setelah berhenti Rendy tidak ikut turun, namun begitu dia nampak ikut mendengarkan suara adzan yang berkumandang, karena meskipun Nasrani dia nampak sudah fasih melafalkan bacaan-bacaan adzan itu dan memang dia menirukannya.

Sementara itu di lain tempat Egi nampak masih setia menunggui Rina.

"Hei Rin," sapa Egi dan nampaknya Rina menyikapinya dengan cuek, namun Egi berpikir lain.

"Semakin sulit malah makin semangat." Rina nampak masuk mobil dan kemudian langsung pulang, berbeda dengan kakaknya Airis yang juga masih bareng gandengannya si Rendy, setelah selesai melakukan sholat ashar terbesit dalam benaknya untuk kabur namun dia teringat dengan pesan Kakak Rendy Kak Donita yang berpesan agar dia membujuk Rendy agar lekas masuk Islam dan menjadi seorang muslim dan juga pesan agar supaya Rendy berhenti dari hobinya balapan.

"Ya Alloh ... Rendy kan nanti mau balapan, ya udah deh demi Kak Donita heh ..." lalu Airis berkata mengajak Rendy.

"Ayo Ren," ucap Airis.

"Kamu aku antar pulang ya?" jawab Rendy balik bertanya.

"Hmmm yang tiga juta lunas lo ya?" balas Airis.

"Kok bisa? Hehehe," balas Rendy nampak menggoda.

"Rendy, aku pingin curhat sama lo," ucap Airis.

"Curhat?"

"Sebenarnya gue ini pingin banget bisa dekat dengan Bokap dan nyokap, tapi yah ... semua itu hanyalah mimpi," ujar Airis.

"Enak ya jadi lo, kalau gue kedua orang tua beda agama, tapi udahlah itu gak penting, tapi ngomong-ngomong kenapa lo tiba-tiba ingin curhat sama gue?" tanya Rendy penasaran.

"Ya karena aku ingin dekat aja sama lo," jawab Airis namun dalam hatinya ia berucap, ' Semua ini demi Kakak ku, kak Donita.'

"Aku itu orangnya paling gak suka berteman dengan orang yang tidak tulus, mau mendekati hanya karena ada yang diinginkannya, ingat itu," ucap Rendy mempertegas.

"Iya-iya ..." dan tidak lama kemudian sampailah mereka di rumah.

"Cepat pulang," ucap Rendy dan Airis pun tersenyum dan kemudian berkata.

"Gak mau ah, meskipun cuma pura-pura aku kan masih pacar lo, jadi apa salahnya kalau gue ngikutin lo?" ucap Airis nampak menggoda Rendy.

"Yah itu terserah lo aja, tapi yang jelas malam ini gua gak akan kemana-mana," jawab Rendy.

"Benar nih gak kemana-mana? Bukannya tadi lo bilang kalau mau balapan?" tanya Airis seolah mengingatkan.

"Ya sebagai pacar gue kan harus mastikan nanti jadi balapan kau tidak terjadi apa-apa?"

"Terserah," jawab Rendy sambil keluar dari mobilnya dan kemudian Airis pun juga bergegas pulang juga, dan rupanya ayahnya sudah menunggunya.

"Dari mana saja kamu?" tanya sang ayah.

"Dari bandara yah, habis ngantar orang."

"Siapa yang kau antar dan kenapa kok bisa bareng dengan Rendy?" lanjut cecar tanya ayahnya.

"Kakak Rendy, Kak Donita, dia dan suaminya mau pergi ke Kalimantan." Mendengar itu Ayahnya pun terkejut, sedangkan Airis nampak terus melangkah menaiki tangga menuju ke kamarnya.

"Airis, tolong dengar baik-baik ucapan Ayah, jangan pergi lagi dengan Rendy, ngerti?!" tegas ayah dan Airis pun langsung menghentikan langkahnya.

"Dia itu beda agama dengan kamu!" tegas ayah.

"Memang apa peduli Ayah? Dulu saja ..." airis tidak melanjutkan kata-katanya dan kemudian dia langsung bergegas menuju ke kamarnya dan begitu masuk dia kaget setelah mendapati adik tirinya sedang berada di sana.

"Heh, ngapain lo masuk-masuk ke kamar gue?!" tanya Airis dengan nada membentak, dan tak disangka-sangka tiba-tiba saja Rina yang selama ini masih bersikap lembut dengan kakak tirinya itu kini terlihat mulai berani melawan.

"Ngapain lo bentak-bentak gue, biasa aja kali! Ini kan dulu kamar gue, lo nya aja yang tiba-tiba muncul dan masuk di kehidupan gue!"

"Siapa yang masuk? Apa bukannya lo dan nyokap lo itu?!" timpal Airis nampak tidak mau kalah.

"Heh, dengar ya! Jangan bawa-bawa nyokap gue, orang nyokap lo itu yang nyuruh bokap lo nikahi nyokap gue." Dan tiba-tiba Airin ikut campur.

"Udahlah Kak, diam jangan bertengkar!" Melihat Airin yang tiba-tiba saja ikut campur Airis pun langsung membentak.

"Ini lagi! Ngapain lo kecil-kecil ikut?!"