'Apapun lauknya yang penting bisa makan berdua sama kamu, aku sudah sangat senang.' Batin Tristan.
Tristan duduk di kursi ruang makan, sambil menunggu Vania menyelesaikan masakannya. Setelah masakannya matang, Vania menghidangkan masakannya itu di atas meja makan.
"Bu, aku makan disini ya!" Ucap Tristan sambil menuangkan nasi ke atas piringnya.
"Memang Yurika nggak masak?" Tanya Ibu Rani.
"Masak. Tapi aku masih lapar."
Biasanya, kalau Yurika masak, lalu Tristan lebih memilih makan di rumah orang tuanya, ia akan marah pada suaminya itu, karena sudah capek memasak tapi tak di makan oleh Tristan.
Tristan mengambil piring, lalu ia menuangkan nasi ke atas piring tersebut dan ia mengambil ayam, tempe dan sambal goreng buatan Vania. Tristan duduk di sebelah Vania.
"Hhmmm ... Enak banget ini sambalnya, sedap!" Ucap Tristan sambil menjilati jari-jarinya yang terkena sambal. Rasanya masakan Vania selali cocok di lidahnya, harusnya Yurika belajar memasak bersama Vania.
"Memang Mbak Yurika nggak pernah bikin sambal?" Tanya Vania.
"Pernah, tapi nggak seenak sambal buatan kamu!"
Vania pun merasa senang karena masih ada yang memuji masakannya selain almarhum suaminya. Tiba-tiba Vania teringat, dulu ia selalu masak sebelum Erik pulang kerja, lalu mereka makan malam bersama. Erik pun selalu memuji masakan istrinya itu. Istri mana yang tidak senang ketika sang suami selalu memuji masakannya walaupun hanya dengan lauk seadanya. Namun Vania sangat bersyukur mempunyai suami seperti Erik yang selalu baik padanya. Mungkin kebaikan-kebaikan Erik pada Vania memberikan sebuah pesan agar kebaikannya saja yang selalu terkenang saat Erik telah tiada seperti sekarang. Tiba-tiba Vania terdiam, lalu air matanya sudah menumpuk di ujung pelupuk matanya. Vania tidak dapat menahannya lagi, air matanya pun menetes membasahi pipinya.
"Van, kamu kenapa?" Tanya Tristan yang sedang memandangi adik iparnya itu.
Vania langsung mengusap air matanya, "nggak, aku nggak apa-apa kok!" Ucapnya.
"Cerita aja Van ke aku, ada apa?" Tristan penasaran, ada apa dengan Vania?
"Aku hanya teringat Erik, Mas!"
"Wajar sih kalau kamu teringat mendiang suamimu, karena kamu sangat mencintainya kan?"
Vania pun menganggukkan kepalanya, ia memang masih sangat mencintai Erik, namun takdir mengharuskan mereka untuk berpisah.
"Van, kamu ada niat untuk menikah lagi?" Tanya Tristan dengan suara lirih.
"Saat ini belum ada, Mas. Yang aku pikirkan hanya bagaimana aku mencari uang, aku harus bisa membiayai Arzan."
Tristan pun memandangi Vania, "Van, kalau soal itu, aku bisa membantu kamu. Berapapun uang yang kamu minta untuk kebutuhan kamu dan Arzan, kalau aku ada uang, aku akan mencukupinya. Kamu tenang aja ya!" Tutur Tristan.
"Terima kasih, Mas."
Vania dan Tristan melanjutkan makan malam mereka.
"Assalamualaikum." Salam Arzan.
"Waalaikumsalam." Jawab Vania.
Arzan baru saja pulang mengaji, lalu ia bersalaman pada Vania dan juga Tristan.
"Mama, tadi saat aku pulang ngaji, ada yang nanyain Mama, lalu katanya dia kirim salam untuk Mama." Ucap Arzan yang mengadu di hadapan sang mama dan juga Papa Tristan.
Tristan melirik Vania, "siapa yang kirim salam ke kamu?" Tanya Tristan. Vania pun mengangkat kedua bahunya, ia juga tidak tahu.
"Siapa sih yang kirim salam?" Tanya Vania pada Arzan.
"Om yang waktu itu pernah membelikan aku mainan di warung, Ma!"
Vania berusaha mengingat-ingatnya lagi. "Om Yudha?"
"Iya, Om Yudha."
Tadi, saat mengantar Arzan mengaji, Vania juga bertemu dengan Yudha.
Tristan menunjukkan ekspresi wajah bingungnya, ia tidak mengenal laki-laki yang bernama Yudha itu.
"Yudha itu siapa sih?" Tanya Tristan.
"Tetangga baru, yang rumahnya di sebelah kanan, beda satu rumah."
Tristan tetap tidak mengetahui laki-laki yang bernama Yudha itu, karena Tristan termasuk orang yang jarang bergaul di lingkungan rumahnya. Sehari-harinya, ia disibukkan dengan bekerja, jika libur, ia sering mengajak anaknya jalan-jalan atau hanya tidur di rumah.
Tristan merasa sedikit cemburu ketika Arzan menyampaikan salam untuk Vania dari laki-laki bernama Yudha itu. Tristan mempunyai firasat kalau Yudha suka dengan Vania.
"Yudha itu masih perjaka?" Tanya Tristan.
"Kayanya sih duda." Jawab Vania. Tristan heran, mengapa Vania sudah tahu tentang Tristan, jangan-jangan? Ah Tristan tidak ingin berpikir macam-macam, namun juga ia masih penasaran, mengapa Vania tahu kalau Yudha adalah seorang duda?
"Kok kamu bisa tau kalau Yudha itu seorang duda?"
"Tadi, saat aku mengantar Arzan mengaji, kebetulan aku ketemu sama dia, lalu kita ngobrol sebentar."
"Oh."
Dengan adanya laki-laki lain yang sepertinya suka dengan Vania, membuat Tristan ingin memiliki Vania seutuhnya. Ia ingin menjadi imam untuk Vania, ia ingin menggantikan posisi Erik di hati Vania, ia ingin menjadi pelindung bagi Vania dan Arzan.
"Astaghfirullah ... " Gumam Tristan. Ia sampai lupa kalau ia masih menjadi imam bagi Yurika, ia masih mempunyai tanggung jawab berupa kedua anaknya.
"Kenapa, Mas?" Tanya Vania.
"Nggak apa-apa kok." Jawab Tristan. Hal bodoh yang pernah terlintas dalam benak Tristan adalah ia ingin menjadi suami bagi Vania, sedangkan ia sendiri masih menjadi suami bagi Yurika. Tristan memukul-mukul keningnya dengan genggaman tangannya.
Vania memperhatikan Tristan, seperti orang yang sedang dilanda masalah. Vania berpikir, mungkin kakak iparnya itu sedang stres masalah kerjaan di kantor, makanya seperti itu padahal Tristan justru sedang bermasalah dengan perasaanya, karena Tristan tambah mencintai Vania, ia sangat ingin memilikinya.
Yurika yang sedang berada di rumah, mencari-cari keberadaan suaminya itu, lalu ia beranjak ke rumah mertuanya, untungnya Tristan dan Vania sudah selesai makan. Vania sedang mencuci piring, sedangkan Tristan sedang duduk di ruang tengah sambil menatap layar ponselnya.
"Pa, aku cari-cari nggak taunya ada disini!" Ucap Yurika.
"Iya."
"Ayo pulang! Anak-anak nanyain kamu, Liora minta tidur sama kamu, lalu Keanu minta diajari belajar sama kamu." Tutur Yurika.
Tristan pun langsung berdiri, lalu ia beranjak kembali ke rumahnya.
Kedua anak Tristan memang sangat lulut kepadanya, karena Tristan sosok laki-laki yang penyayang dan lembut pada kedua anaknya. Apapun yang diminta Keanu dan Liora, Tristan selalu menurutinya.
"Jadi Papa harus menemani tidur Liora atau mengajari Keanu belajar?" Tanya Tristan.
"Ajarin aku belajar aja, Pa." Jawab Keanu, lalu Liora pun menangis, karena ia juga ingin tidurnya ditemani sang papa. Tristan diperebutkan kedua anaknya.
"Liora, bobo sama Mama aja yuk!" Ajak Yurika, namun Liora tidak mau. Ia tetap ingin tidur dekat sang papa.
"Keanu, Mama yang ajarkan aja ya belajarnya!" Ucap Yurika.
"Nggak mau! Mama galak. Kalau aku nggak bisa, pasti aku diomelin." Sahut Keanu, ia trauma jika diajari belajar oleh sang mama yang terkadang sulit mengontrol emosinya.
Di waktu yang sama, Vania pun sedang menyuapi Arzan makan sambil menemaninya belajar, mengerjakan tugas sekolah.