"Van, ini uangnya!" Ucap Tristan sambil memberikan Vania tiga lembar uang seratus ribu.
"Aku masih ada uang, Mas!" Vania berusaha menolaknya karena tidak enak terus menerus menerima uang dari Tristan.
"Udah ambil aja!" Tristan memaksa Vania untuk mengambilnya, akhirnya Vania mau mengambil uang itu.
"Terima kasih ya, Mas!"
"Iya."
Tristan sangat senang bisa membantu Vania, walau tak seberapa, tapi ia berharap nanti akan bisa membantunya lebih banyak lagi.
Vania membayar obat di apotik dengan menggunakan uang yang diberikan oleh Tristan, lalu ia menuntun Arzan kembali ke dalam mobil.
"Van, mau beli makan apa?" Tanya Tristan.
"Ga usah Mas, langsung pulang aja!"
"Kalau kamu mau beli makanan, ga apa-apa Van, nanti aku beliin. Mungkin Arzan mau makan sesuatu?"
"Aku mau makan ayam kentucky, Pa!" Pinta Arzan pada Tristan.
"Sayang, Nenek di rumah sudah masak lho, masa kamu maunya makan junk food terus sih?" Ucap Vania.
"Aku kan udah jarang Ma, makan ayam kentucky, apalagi semenjak Papa udah ga ada!"
Mendengar hal itu, Tristan pun langsung melanjukan mobilnya menuju Resto ayam terdekat untuk memenuhi permintaan Arzan. Sedangkan Vania merasa tidak enak pada Tristan karena selalu menuruti permintaan Arzan, Vania takut terjadi kecemburuan pada anak-anak Tristan.
"Mas, terima kasih banyak ya, Mas selalu baik sama saya dan Arzan." Ucap Vania.
"Kamu kan adik ipar saya dan Arzan keponakan saya jadi sudah sewajarnya kalau saya membantu kalian berdua."
Disaat suaminya telah tiada, ternyata masih ada yang perhatian dengan Vania dan Arzan, Vania sangat bersyukur mempunyai kakak ipar seperti Tristan.
Tristan melirik Vania yang duduk di jok belakang melalui kaca mobil. Ia makin terpesona pada janda itu. Vania juga melihat Tristan di kaca, lalu Vania langsung membuang pandangannya ke arah lain, karena Vania tahu kalau Tristan sedang mencuri-curi pandang terhadapnya.
Vania merasakan ada hal yang berbeda dari Tristan, ia sangat peka terhadap seorang laki-laki yang memiliki sesuatu terhadapnya. Vania merasakan kebaikan Tristan selama Erik tidak ada, dilandasi rasa cinta. Namun Vania berusaha menampiknya, hal itu tidak boleh terjadi karena akan merusak rumah tangga Tristan dan Yurika.
Sudah sampai di rumah, Vania turun dari mobil Tristan, lalu ia menuntun Arzan untuk masuk ke dalam rumah. Arzan duduk di sofa ruang tamu. Vania mengambilkan nasi, lalu menyuapi Arzan dengan lauk ayam yang tadi dibelikan oleh Tristan.
"Hueekkk ... Hueekkk ... "
Arzan merasa mual, ia kembali memuntahkan makanannya yang baru saja masuk ke dalam perutnya. Vania pun membersihkan lantai yang terkena muntahan Arzan. Setelah itu Vania meminumkan Arzan obat yang diberikan oleh dokter.
"Kamu istirahat di kamar ya!" Titah Vania, lalu ia menuntun sang anak ke dalam kamar.
"Mama!" Panggil Arzan, lalu Vania membalikkan badannya, ia mendekati anaknya yang sedang sakit itu.
"Ada apa, Sayang?"
"Aku kangen Papa!" Ucap Arzan.
Ucapan Arzan tersebut membuat hati Vania tersayat. Seorang anak yang merindukan Papanya yang telah tiada, memang benar kata orang, rindu yang paling menyakitkan adalah rindu kepada orang yang sudah tidak ada lagi di dunia.
Vania memeluk anak semata wayangnya itu. "Kita sama-sama berdoa untuk Papa ya, semoga nanti bisa bertemu kembali di surgaNya!"
"Iya, Ma. Kira-kira Papa lagi ngapain ya sekarang?"
"Mama juga nggak tau, Sayang!"
Anak sekecil Arzan yang sangat dekat dengan sang papa namun sudah harus ditinggal Papanya untuk menghadap Tuhannya, hanya lima tahun kebersamaan Arzan dari Papa Erik, sangat singkat. Disaat anak lain masih bisa merasakan kasih sayang seorang Ayah, namun tidak bagi Arzan. Kasihan sekali ia. Vania meneteskan air mata.
"Mama kok nangis? Mama kangen Papa juga ya?" Tanya Arzan.
Vania menganggukkan kepalanya. Vania juga rindu Mas Erik, namun ia sudah harus mengikhlaskannya, mau ditangisi sampai seberapa banyak air mata yang keluar, Mas Erik tidak akan kembali lagi, jadi percuma saja.
"Sudah, kamu tidur dulu ya!" Titah Vania. Ia menemani sang anak tidur.
Ketidakhadiran Vania di rumah Mbak Yurika hari ini membuat Mbak Yurika repot mengerjakan pekerjaan rumah.
"Mana sih Vania? Anaknya sudah diajak berobat, dia nggak masuk kerja juga!" Ketus Mbak Yurika.
"Mungkin masih menemani anaknya yang sakit, Ma. Mama kerjakan kerjaan rumah sendiri aja!" Titah Mas Tristan.
Ini hari libur, anak-anak Mbak Yurika sedang menginap di rumah neneknya (orang tua Mbak Yurika), ia ingin berduaan dengan sang suami, ia ingin diajak jalan-jalan untuk melepas penatnya, jadi tidak bisa karena pekerjaan rumah yang menumpuk, harus segera ia selesaikan.
Yurika menghampiri Tristan, lalu duduk di sebelahnya. "Pa, jalan-jalan yuk! Aku bosan di rumah terus."
"Jalan-jalan kemana?"
"Ke Mall."
"Lalu, itu kan pakaian masih numpuk belum disetrika, ada pakaian kerja aku, ada pakaian seragam sekolah Keanu. Siapa yang mau nyetrika?" Tanya Tristan.
"Nanti aku suruh si Vania aja yang setrika, kita jalan-jalan aja yuk! Pulangnya sekalian jemput Keanu dan Liora."
"Oke. Kamu siap-siap sana!"
Yurika langsung bersiap-siap, ia berganti pakaian, ia memakai dress yang panjangnya dibawah lutut, lalu wajahnya ia oleskan sedikit makeup agar tetap terlihat cantik. Setelah itu, ia ke rumah Ibu Rani, ibu mertuanya itu.
Tok ... Tok ... Tok ...
Yurika mengetuk pintu kamar Vania. Vania yang sedang tertidur, langsung membuka matanya, lalu ia membukakan pintu.
"Gimana keadaan Arzan? Sudah lebih baik kan?" Tanya Yurika.
"Tadi sudah minum obat, semoga nanti setelah bangun tidur panas ditubuhnya mereda." Jawab Vania.
"Yaudah, kamu kerja sana! Saya mau pergi dulu. Ini kunci rumah saya!" Titah Yurika seraya melemparkan kunci rumahnya ke arah Vania.
"Iya, Mbak!"
Yurika dan Tristan pun pergi. Vania melihat mobilnya melaju dari depan pintu rumahnya, ia berdiri disana. 'Betapa beruntungnya Mbak Yurika, dia masih punya seorang suami yang sangat mengerti dirinya.' Batin Vania. Ia pun menitipkan Arzan pada Ibu Rani, lalu ia beranjak ke rumah Yurika untuk mengerjakan pekerjaan rumah.
Yurika dan Tristan masih berada di jalan, mereka terjebak kemacetan.
"Tuh kan, ini yang membuat aku malas keluar rumah saat weekend, pasti selalu macet!" Keluh Tristan.
"Demi menyenangkan hati istri, sesekali ga apa-apa kan Pa?"
"Sesekali? Kita sering jalan-jalan dihari sabtu atau minggu!" Ujar Tristan.
"Tapi kan biasanya sama anak-anak, kalau berduaan seperti ini kan jarang!"
Menurut Tristan, hari sabtu dan minggu adalah hari untuknya beristirahat di rumah setelah dari senin sampai dengan jumat ia bekerja, tapi Yurika selalu mengajaknya jalan-jalan. Demi menyenangkan hati istri dan anak-anaknya, Tristan tidak bisa menolaknya.
"Pa, kamu masih ingat nggak temanku yang bernama Lingga?"
"Iya ingat, kenapa?"
"Dia tuh sudah bercerai dengan suaminya, karena suaminya selingkuh lalu menikah lagi!"