''Cukup, jangan sentuh diriku, Arthur! Kau tidak lagi pantas disebut Ayah dari anak ini. Selama ratusan tahun kita sudah menantikan kehadirannya, dan sekarang … Kau mengatakan ingin membunuhnya. Ayah seperti apa dirimu?!"
"Di mana rasa kasih sayangmu, Arthur? Dia ini anakmu, darah dagingmu yang seharusnya kau jaga dengan segenap jiwa, dan bukan berpikir untuk mengakhiri nyawanya!''
Wanita bergaun merah, dengan rambut terurai sebahu, sedikit gelombang di ujungnya, tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Pandangannya dengan pria pemilik manik berwarna biru, dengan pedang yang tersarung rapi di pinggang, saling bertemu.
Sesekali wanita itu mengibaskan tangannya, ketika pria tersebut berusaha ingin menyentuhnya. Dia tak ingin disentuh, terutama dengan pria yang secara gamblang ingin membunuh anak dalam kandungannya.
''Ini semua demi keselamatan nyawanya. Aku melakukan ini semata-mata ingin melindungi anak kita dan Kerajaan ini! Sungguh, aku tidak berniat membunuhnya. Kau dan aku telah menantikan dia, menunggu tangisannya mewarnai Istana ini, tetapi dia tidak bisa hidup untuk sekarang. Mohonlah untuk mengerti, Agatha!''
''Tidak ada yang harus dimengerti! Kau hanya dibutakan oleh kekuasaan. Seorang Ayah tidak akan berpikir untuk membunuh buah hatinya, hanya demi kesenangannya semata!''
''Astaga, sudah berapa kali kukatakan! Diriku sama sekali tidak memiliki niat membunuh anak kita hanya untuk kekuasaan. Keputusan ini kuambil semata-mata untuk melindungi Rakyat Aqua dari kekejaman Orion. Mohon untuk mengerti …''
Pria itu berdecak kesal. Tidak terpikirkan sebelumnya, berawal dari perbincangan santai dapat berakhir dengan perdebatan hebat. Dia sempat terdiam sejenak, sebelum akhirnya melanjutkan kembali kalimat yang terpotong itu.
''Agatha, biarkan aku melakukannya tanpa rasa bersalah. Percayalah, aku pun tidak ingin mengorbankan dia. Akan tetapi, saat ini kelahirannya akan membawa bencana besar bagi Tiga Kerajaan, kemungkinan Planet Airraksa pun akan hancur. Keseimbangan Alam Semesta akan kacau … Mohon untuk memahami keadaannya sekarang, Agatha.''
Pria; bernama Arthur itu berusaha menenangkan istrinya, yaitu; Agatha Hester yang tengah tersulut emosi.
Bagaimana Agatha tidak naik pitam? Pernikahan yang sudah terjalin ratusan tahun, menantikan tangisan bayi dalam kehidupan rumah tangga. Saat itu semua akan terwujud dalam waktu beberapa bulan lagi. Nyatanya sebelum kebahagiaan benar-benar datang, Arthur sendiri memutuskan untuk membunuh buah hatinya, dengan alasan ingin melindungi anak serta Kerajaan yang dipimpinnya.
Agatha tidak terima, hingga akhirnya perdebatan besar terjadi di antara keduanya. Arthur berusaha membuat Agatha mengerti, betapa mengerikannya bencana yang akan datang setelah anak itu lahir nanti. Namun, wanita bergaun merah itu tidak ingin memahaminya sama sekali, dan tetap kekeh mempertahankan bayi dalam janinnya.
''Cobalah untuk mengerti, Agatha. Saat ini ratusan ribu pasukan yang dipimpin langsung Raja Orion, mulai bergerak untuk melawan Bangsa kita. Tujuannya hanya satu, yaitu merebut Immortality yang ada pada anak kita. Aku tidak ingin dia mati di tangan Orion, dan Immortality jatuh padanya. Apa kau ingin Planet Airraksa dipimpin Raja seperti dia? Kau ingin Tiga Kerajaan tunduk di bawah perintah Raja biadab seperti dia? Cobalah untuk mengerti ….''
Sebesar apa pun Arthur menjelaskan, sekeras apa pun dia meminta istrinya untuk mengerti, Agatha tetap kekeh dengan pendiriannya. Tidak peduli Immortality jatuh di tangan Orion atau tidak, wanita bergaun merah itu hanya ingin, bayinya dapat hidup seperti yang sudah dinantikannya selama ini.
Agatha telah lama mendambakan kehadiran anak dalam pangkuannya. Dirinya memang seorang Ratu, wanita tangguh, dengan mental baja. Akan tetapi, semua itu tidak membuat kehidupannya menjadi sempurna. Maka dari itu, dengan kehadiran seorang anak, Agatha merasa hidupnya sebagai seorang wanita telah lengkap.
"Jika, memang demikian. Maka, jangan salahkan diriku yang harus pergi. Bagaimana juga, aku tidak akan menyerahkan bayi dalam kandungan ini pada pria seperti dirimu, yang hanya memikirkan Kerajaan saja!"
Arthur terdiam sejenak. Pikirannya menjadi kosong. Pandangannya dan Agatha saling bertemu. Wanita bergaun merah dengan perut yang mulai membuncit itu, tampak serius. Nada bicaranya sudah menggambarkan dengan jelas, betapa dia tidak ingin anaknya mati sia-sia.
Arthur mengelah napas, sebelum akhirnya berbicara kembali, "Kau tidak akan bisa pergi dari Kerajaan ini. Seluruh penjuru Planet Airraksa bahkan sudah dipasang dinding kekuatan Lunar. Siapa saja yang ingin keluar dari Planet ini, maka Orion akan mengetahuinya dengan mudah. Ketika itu terjadi, kau tidak akan bisa lolos darinya."
Arthur terus mendekat. Agatha pun meningkatkan kewaspadaannya. Tempat yang saat ini dia pijaki sangat luas. Kendati demikian, Agatha tidak dapat keluar dari ruangan tersebut, dikarenakan Arthur telah memasang Sihir pelindung, yang sulit bahkan mustahil untuk bisa ditembus, dengan kekuatan biasa.
Pria yang kira-kira sudah berusia lima ratus tahun itu, berusaha keras untuk mendekati Agatha yang terus menjauh. Tangan Arthur mencoba meraih istrinya yang tengah mengandung lima bulan tersebut. Namun, Agatha selalu berhasil menepisnya.
"Berhenti di sana, Arthur! Satu langkah lagi kau mendekat, maka aku tidak segan-segan menggunakan kekuatan untuk melawan dirimu. Aku bukan hanya Ratu di Kerajaan Aqua saja, tetapi aku juga Dewi dari bangsa Miracle. Bagaimanapun kekuatan kita berimbang. Andaipun kita bertarung, maka aku tidak akan kalah!"
Arthur tersenyum pahit. Dia memijat pelan kepalanya yang mulai terasa sakit, andai perdebatan ini tetap dilanjut. Bukan tidak mungkin, dirinya akan mengambil tindak tegas, seperti yang terlihat. Diskusi tidak menemukan jalan keluar, sebaliknya semakin memperburuk situasi sekarang. Tidak ada cara lain, yaitu dengan bertarung andai itu bisa menyelesaikan semuanya.
Agatha terdiam untuk beberapa saat, sebelum akhirnya mengelah napas panjang dan menyadari, yang dikatakannya bisa membawa dampak buruk yang lebih besar lagi. Menantang Arthur sama saja menyerahkan nyawa. Hal yang seharusnya dia sangat hindari.
Namun, Agatha telah mengibarkan bendera perang, yang artinya sekarang Arthur bukan lagi suaminya, melainkan musuh. Musuh yang ingin mencelakai anaknya.
Siapa yang tidak mengetahui kehebatan pria yang selama tiga ratus tahun memimpin Kerajaan Aqua? Arthur terlahir dengan kekuatan luar biasa, bakat Ilmu Bela Diri yang dikuasainya membuat, pria berjuluk Raja Es tersebut sulit untuk dikalahkan. Bahkan di Tiga kerajaan sekalipun, belum ada yang dapat mengalahkannya, kecuali Orion; Raja dari kerajaan Shiner, itu pun kekuatan mereka sama-sama imbang.
Arthur, untuk sejenak memejamkan matanya, terlintas kembali kenangan indah yang telah dilalui bersama Agatha. Wanita bergaun merah, sosok pemberani, tangguh dan tidak kenal takut itu, nyatanya telah mewarnai kehidupannya hampir dua ratus tahun.
Dua ratus tahun bukan waktu yang singkat menjalani kehidupan rumah tangga. Ada kalanya badai menerpa, tetapi berlalu dengan mudah. Semua terikat dari kepercayaan. Arthur begitu mencintai Agatha, sejak awal dirinya dipertemukan dengan wanita tersebut.
Ketertarikannya bukan sekedar dari paras cantik wanita berjuluk Dewi Keajaiban itu, tetapi watak tegas dan tidak pandang bulu itulah yang membuat Arthur menyukai Agatha. Sejak awal, dia dapat melihat sifat lain yang tidak dimiliki oleh wanita pada umumnya, dan Arthur menemukannya pada diri Agatha.
Sampai akhirnya cinta kedua insan itu dipersatukan dalam ikatan pernikahan. Janji suci terucap, mengingat dua hati yang telah mengisi satu sama lain.
Nyatanya dua ratus tahun yang telah dilewati, asam manis kehidupan, suka duka rumah tangga yang telah lalu, tidak bisa membuat Agatha mengerti situasi sekarang.
Arthur membuka matanya kembali, memandang Agatha dari atas sampai bawah. Tidak ada yang berubah dari wanita itu, hanya sedikit terlihat perutnya yang mulai buncit, di sanalah keturunan Bangsa Aqua berada.
"Kau sendiri yang sudah mengatakannya, Agatha. Jangan salahkan diriku andai pada akhirnya, aku menggunakan kekuatan untuk membuat dirimu mengerti …."
Agatha menelan salivanya, yang ditakutinya akan segera terjadi. Sudah dapat dibayangkan bagaimana kekuatan besar yang akan Arthur tunjukkan nanti.
Agatha menekan perutnya, seolah sedang memeluk anaknya. Hal yang langsung terlintas dalam benaknya adalah, Arthur akan sangat mudah membunuh bayinya andai itu terjadi.
Sorot mata berwarna biru laut itu sudah berubah merah. Menandakan keseriusan dia untuk menggunakan kekuatan, demi mendapatkan apa yang diinginkannya.
Agatha tidak bisa diam begitu saja. Dirinya juga memiliki kewajiban untuk melindungi anak dalam kandungannya, meskipun lawan di hadapannya adalah suami, sekaligus Ayah dari bayinya.
"Aku berikan satu kesempatan lagi untukmu. Menyerahkan bayi itu secara baik-baik, atau …."
Arthur menggantung kata-katanya, di waktu bersamaan Agatha langsung menyambar ucapan tersebut.
"Sudah kukatakan! Aku tidak akan menyerahkan dia pada pria seperti dirimu. Jika kita harus bertarung, maka aku tidak akan segan-segan untuk melawan tanpa memedulikan statusmu, Arthur! Andaipun aku harus mati nanti, diriku tidak akan menyesalinya!"
________.