Chapter 8 - Chapter 8

"Yang Mulia."

Seorang prajurit, yang kira-kira berusia kurang dari seratus tahun tiba-tiba memecahkan keheningan di ruangan tersebut.

Tatapan prajurit itu mengandung semangat yang begitu berapi-api. Arthur yang memandangnya pun dapat merasakan aura ksatria yang terpancar, dari prajurit tersebut.

"Ada apa Prajurit-ku, apakah kau sudah mengambil keputusan? Lalu, apa jawaban darimu, wahai Anak muda?"

Semua pasang mata menahan napas bersama-sama. Tentu jawaban dari pemuda itu menentukan nasib semua orang.

Perang dilanjut atau tidak, semuanya tergantung pada keputusan pemuda tersebut. Arthur tersenyum ramah pada pemuda yang duduk tersungkur di hadapannya itu, sedangkan Steven yang berdiri tidak jauh dari Arthur, dilanda kecemasan.

"Katakan anak muda, yang ingin kau sampaikan," pinta Arthur, yang tidak sabar menunggu jawaban dari pemuda tersebut.

"Apa kau ingin mengambil kesempatan itu?" Kembali Arthur mengulang pertanyaan yang sama.

"Tidak Yang Mulia. Hamba tidak ingin mengambil kesempatan itu. Hamba hanya ingin mengatakan, kalau diriku akan tetap ikut berperang, bagaimanapun hasilnya nanti. Hamba, tidak peduli kekuatan musuh lebih besar dari kekuatan kita, yang Hamba yakini, adalah rakyat Aqua tidak pernah takut untuk membela tanah airnya."

Seketika Arthur tersentak saat mendengar perkataan prajurit-nya tersebut. Dia memandang prajurit-nya yang masih muda itu.

Pemuda yang usianya belum genap seratus tahun itu, nyatanya memiliki jiwa bela negara yang tinggi. Dapat, dirasakan dari kata-katanya yang jujur dan tidak dibuat-buat. Steven sama terkejutnya dengan Arthur ketika pemuda itu, menolak kesempatan yang Arthur berikan.

Arthur ingat jelas saat seusia pemuda itu, dia asyik membaca buku dan malas untuk belajar ilmu perang.

Namun, saat ini Arthur dihadapkan dengan sosok pemuda yang membuat hatinya terguncang, sekaligus merasa kagum.

"Biarkan kami ikut berperang Yang Mulia!"

Seketika suara prajurit bergema di ruangan. Mereka beramai-ramai duduk tersungkur, sambil berkata, 'Biarkan kami ikut berperang Yang Mulia!' hal serupa dilakukan oleh Steven.

"Biarkan kami berperang Yang Mulia! Kami tidak peduli dengan musuh yang ada. Kami hanya ingin melindungi rumah serta tanah kelahiran kami."

Kendatipun Stevan bukan penduduk asli Aqua, tetapi dia sudah menganggap tanah negeri sebagai tanah kelahirannya, terutama dia memiliki keponakan, yang tidak lain adalah Agatha. Ratu dari kerajaan Aqua.

"Kepergian kami ke medan perang, bukan serta merta untuk menunjukkan kekuatan semata, tetapi kami berperang untuk membela negeri yang menjadi rumah dan tanah kelahiran kami. Leluhur bangsa Aqua pasti menangis, andai mereka melihat kerajaan ini hancur, tanpa satu pun rakyatnya yang mau berjuang. Jadi, saya harap Yang Mulia mengizinkan kami untuk ikut berperang bersama Yang Mulia."

Kembali pemuda itu membuat Arthur bangga dengan kata-katanya. Tidak ada hal lain yang menggetarkan hatinya, selain tekad dari pemuda tersebut.

"Bangunlah!"

Arthur memintanya untuk berdiri. Kedua bahunya disentuh Arthur, membuat pemuda itu merasa canggung.

"Siapa namamu, Anak muda?"

Arthur bertanya, tatapannya begitu tenang dan pemuda itu menunjukkan senyuman yang hangat.

"Namaku, Zeus. Yang Mulia."

Pemuda itu memperkenalkan dirinya sebagai Zeus. Zeus Putra Angin. Usianya baru menginjak sembilan puluh tahun. Namun, pengetahuannya tentang ilmu perang tidak kalah hebat dari Jenderal-jenderal yang ada.

Ketika Zeus telah berdiri, para prajurit termasuk Steven pun ikut berdiri tegak kembali.

"Aku sangat kagum dengan keberanianmu anak muda. Kerajaan Aqua sangat beruntung memiliki dirimu sebagai generasi penerus kerajaan ini."

Arthur menepuk-nepuk punggung Zeus, membuat pemuda itu merasa canggung. Perlakuan yang Arthur tunjukkan tentu disaksikan oleh banyak orang, yang menjadikan Zeus sosok paling berpengaruh saat ini.

"Terima kasih atas pujian Yang Mulia. Aku tidak mengharapkan apa-apa dari perjuanganku ini, yang diriku inginkan hanya kedamaian Rakyat Aqua serta keselamatan Yang Mulia, serta Ratu."

Zeus sedikit menyinggung tentang Ratu, yang artinya adalah Agatha. Sontak Arthur tersentak kaget, dan begitu juga dengan Steven yang mendengar perkataan Zeus.

Steven baru menyadari bahwa, saat ini dia tidak melihat keberadaan Agatha di samping Arthur.

"Omong-omong di mana Agatha. Mengapa aku tidak melihat dia? Tentu, keponakanku itu baik-baik saja bukan? Bagaimana dengan keadaan bayi yang ada di dalam kandungannya?" tanya Steven.

Mendadak dia bertanya tentang keberadaan Agatha. Arthur buru-buru menjawab, "Saat ini bukan waktunya memikirkan hal itu. Keadaan Agatha baik-baik dan begitu juga dengan bayinya. Sekarang kita hanya fokus pada perang yang ada di depan mata. Apa Paman paham?"

Jawaban Arthur membuat Steven diam. Dia tidak lagi membahas tentang Agatha. Zeus kembali dalam barisannya. Arthur tersenyum bangga pada anak muda itu.

Perasaan tenang seketika menghias hatinya. Dia dapat merasakan bahwa masa depan Bangsa Aqua akan cerah andai, pemuda-pemudi Bangsanya memiliki tekad seperti Zeus.

"Aku senang memiliki prajurit pemberani seperti kalian semuanya. Kita kalahkan bangsa Shiners dan membuat Bangsa Aqua kembali damai!" seru Arthur, dengan semangat yang berapi-api.

"Hidup Yang Mulia, Arthur!"

Semua orang bersorak menyebut nama Arthur. Seketika mata Arthur berselimut cahaya biru, yang menandakan seluruh kekuatannya telah pulih kembali.

****

Di sisi lain, di luar gerbang Kerajaan Aqua, sosok pria yang usianya lebih dari tujuh ratus tahun, memakai zirah emas sedang menunggangi kuda berwarna hitam.

Sebuah pedang tersarung di pinggang pria itu. Tubuhnya memiliki tinggi hampir dua meter. Dia adalah Orion, Raja dari bangsa Shiners yang sangat ditakuti.

"Wahai Prajurit-ku yang pemberani! Mari kita luluh lantahkan kerajaan Aqua sampai menjadi tanah, agar Raja sombong itu tahu siapa penguasa dunia yang sesungguhnya. Hahaha!"

"Hidup Yang Mulia Raja Orion!"

"Hidup!"

Sekitar enam puluh ribu pasukan, saling berseru membanggakan nama pemimpin mereka.

Siapa yang tidak mengenal Orion? Selain Raja dari Bangsa Shiners, Orion juga dikenal sebagai Raja Api. Dia bisa mengendalikan dua elemen alam, yaitu Api dan Tanah.

"Yang Mulia!"

Salah satu prajuritnya datang dengan tergesah-gesah. "Ada apa?" tanya Orion dari atas kudanya.

"Raja Arthur telah berada di atas menara dengan beberapa Jendral serta Panglima Steven di sisinya," lanjut Prajurit itu memberikan laporan.

Orion mengerutkan keningnya, sambil mengeluas dagunya, "Jadi Raja Sombong itu sudah tahu tentang kedatangan kita. Bagus, kalau begitu aku tidak usah repot-repot memberitahukannya."

Dengan enam puluh ribu pasukan yang ada, siapa pun pasti akan bisa melihatnya, meski keberadaannya ditutupi.

"Kalau begitu bersiaplah. Kita akan segera menyerang kerajaan Aqua dan membuat Raja Sombong itu menyerahkan Immortality pada kita. Hahaha."

Prajurit itu kembali ke barisannya. Orion seperti mendapatkan mainan kesukaannya, tatkala dia memikirkan kekalahan dari bangsa Aqua nantinya.

Yach ...

Orion memacu kudanya untuk bisa berada di barisan paling depan. Sementara itu, Arthur dan beberapa Jendral serta Panglima Steven telah siap di benteng istana.

"Gawat Yang Mulia, Raja Orion mulai bergerak!" seru salah satu Jendral, yang baru saja melihat keadaan Medan perang, menggunakan teropong.

"Berikan teropong itu padaku!" pinta Arthur.

Prajurit itu langsung memberikan teropong tersebut pada Raja Arthur. Arthur ingin memastikannya sendiri dan ingin melihat, sudah sampai mana pergerakan dari Raja Orion dan pasukannya.