Chapter 9 - Chapter 9

Berlanjut.

Arthur telah bersiap dengan beberapa ribu pasukannya. Semula dia hanya memiliki pasukan yang berjumlah seribu pasukan, tetapi ketika dirinya keluar dari istana, nyatanya para rakyat Aqua yang mayoritas pria itu, telah berdiri di depan istana. Mereka juga ingin ikut dalam perang besar tersebut.

Arthur sengaja tidak mengumumkan perang tersebut pada rakyat-rakyatnya. Dia tidak ingin banyak jatuh korban jiwa dari pihaknya. Maka dari itu, Arthur memerintahkan kepada seluruh rakyat Aqua, terutama anak-anak untuk segera menyelamatkan diri, mencari tempat untuk berlindung.

Namun, siapa yang menduga, bahwa sebagian dari mereka malah berdiri di depan istana dan menyatakan bahwa, mereka siap untuk berperang.

Mereka juga ingin maju ke medan perang, dan ikut bertempur bersama Arthur, di barisan terdepan. Ketika itu, Arthur tidak lagi bisa membendung air matanya.

Dia tahu, sejak awal pemikirannya terhadap rakyat-rakyatnya ternyata salah. Faktanya, seluruh rakyat Aqua turun ke lapangan dan menyatakan ingin ikut berperang, andai waktu bisa diulang, maka Arthur ingin kembali disaat dia harus berdebat dengan Agatha, yang membuat istrinya itu harus meninggalkan kerajaan Aqua serta Planet Airraksa, untuk selama-lamanya.

Dia ingin masa-masa itu diulang dan berpikir untuk tidak membunuh anak yang ada di dalam kandungan Agatha. Andai itu terjadi, setidaknya Agatha masih ada di istana saat ini.

"Kau benar sayangku, yang kau katakan itu benar. Seluruh rakyat Aqua adalah orang-orang yang pemberani. Aku telah salah menilai mereka."

Arthur memejamkan matanya untuk sesaat. Ingatan akan Agatha kembali membayang dalam benaknya. "Aku harap kau ada di sini, untuk melihat ini semua, tetapi itu sangat mustahil. Namun, aku yakin kau pasti bisa mendengarkan suara hati dari rakyat-rakyatmu, Sayang."

Rindu yang teramat mendalam, serta penyesalan yang tidak bisa termaafkan itu, membuat Arthur harus menerima semuanya.

Dia ingin mengutuk dirinya sendiri, andai dia tidak bertindak gegabah waktu itu, maka saat ini Agatha tetap ada di istana, dan berjuang bersama dengannya.

"Aku akan mencari dirimu, Sayang. Sejauh apa pun kau pergi, aku akan tetap menemukanmu, Sayang. Tunggu aku. Setelah perang ini selesai, maka aku, Arthur akan mencarimu dan membawamu kembali ke istana Aqua, serta anak kita. Aku akan menantikan hari itu, Sayang."

Arthur membuka matanya, setelah lama bermeditasi sambil memulihkan tenaga dalamnya. Ketika itu juga, cahaya biru terpancar dari mata Arthur.

Cahaya yang sangat ditakuti di kerajaan Aqua, karena ketika Arthur mengeluarkan cahaya dari matanya, maka menandakan dia sedang marah.

Steven yang berada di sisi Arthur, serta beberapa Jendral di sana, merasakan aura yang bergitu berbeda dari Arthur.

Belum pernah mereka melihat Arthur begitu marah dan serius, "Semoga saja ini menjadi awal yang baik bagi kerajaan Aqua. Aku hanya berharap, perang ini segera berakhir dan dunia kembali damai seperti sebelumnya."

Tentu Steven mengatakan itu semua dalam hatinya. Selain Steven, Zeus yang nyatanya diangkat jadi panglima perang, menemani Steven di barisan terdepan, ikut menguntai harapan yang sama.

"Ibu, Ayah. Aku tidak akan mengecewakan kalian. Ini akan menjadi perang pertama dan terakhirku. Aku akan berjuang sampai titik darah penghabisan dan membawa kedamaian bagi, bangsa ini. Doakan aku, Ibu, Ayah."

Zeus memasang penutup di wajahnya. Dia yang usianya teramat muda di antara yang lain, telah siap dengan segenap kekuatan yang ada.

Pedang yang tersarung di pinggangnya akan menjadi senjata, yang ingin dia gunakan untuk membantai semua musuh-musuhnya.

Zeus bertekad, sebelum perang ini selesai dan bangsa Aqua menang, maka dirinya tidak akan pulang. Terlihat pancaran keseriusan dari matanya.

Arthur yang berdiri tidak jauh dari Zeus, ikut merasakan semangat pemuda itu. Harapannya begitu besar pada Zeus, seolah pemuda itu akan membawa kedamaian bagi bangsa Aqua dan Planet Airraksa.

Ketika Arthur dan yang lainnya telah siap di benteng istana, Raja Orion yang memang mulai bergerak itu telah berdiri beberapa meter dari gerbang utama kerajaan Aqua.

"Hey, kau Orion! Menyerahlah kau, tidak mungkin dirimu dan pasukannya itu masuk ke istana. Kami dari Bangsa Aqua akan berjuang melindungi tanah air kami, serta keluarga yang kami cintai!" seru Arthur dari atas benteng.

Sementara Orion yang duduk di atas kudanya, tersenyum tipis menanggapi perkataan Arthur. "Cih. Kau terlalu sombong Arthur! Apa kau tidak lihat pasukan yang kubawa untuk meluluh lantahkan istamu? Lihatlah baik-baik dan bandingkan dengan pasukan yang kau punya? Hahaha, pasti tidak lebih dari sekelompok pecundang dengan omong kosong yang besar."

Orion mencibir Arthur, dan mengatakan kalau pasukan Arthur tidaklah kuat, yang hanya berisi sekelompok pecundang, tentu tidak memiliki kemampuan.

Lain dengan pasukan yang dibawanya, berjumlah enam puluh ribu pasukan. Orion berpikir, pasukannya ini sudah lebih cukup untuk membuat istana Aqua rata menjadi tumpukan tanah.

"Tutup mulutmu raja biadab! Rakyat Aqua tidaklah selemah yang kau pikirkan. Kami rela berjuang untuk mempertahankan tanah air kami dan membawa kedamaian bagi dunia ini. Kami tidak akan takut untuk melawan raja biadab seperti dirimu, Orion!"

Kini giliran Zeus yang berseru lantang. Pemuda itu tidak peduli kalau yang diriny hina adalah Raja dari bangsa Shiners, yaitu Orion.

Enam puluh ribu pasukan, sama sekali tidak membuat Zeus gentar, sebaliknya dia merasa tertantang dan semangat yang ada di dalam dada, semakin membara. Membuat setiap tetes darahnya mendidih.

Orion yang mendapat kata-kata seperti itu, langsung melihat siapa yang sudah berani menantang dirinya.

Dia melihat seorang pemuda yang telah lengkap dengan zirah besi di tubuhnya, serta pedang yang tersarung di pinggangnya, membuat Orion menaruh rasa kagum pada pemuda itu.

"Besar juga nyalimu anak muda. Ternyata kau memiliki seorang ksatria yang gagah berani juga rupanya, Arthur. Tidak kusangka, perkataannya sungguh patut untuk diacungi jempol. Bagus anak muda."

Demikian Orion memujinya. Namun, itu semua tidak membuat Zeus menurunkan kewaspadaannya. Sama sekali dia tidak boleh terlena akan pujian, apa lagi itu keluar dai mulut, seseorang yang tidak memiliki hati seperti Orion.

Arthur terlihat membusungkan dadanya di sana. Senyuman sedikit terlihat dari bibirnya yang tebal. Namun, itu semua tidak membuatnya besar kepala dan menanggap bahwa perang telah usai.

"Kau lihat sendiri bukan, Orion. Ksatria yang ada di pihakku, nyatanya lebih pemberani dibandingkan dirimu yang seorang pecundang. Lihat saja, hanya untuk menyerang sebuah kerajaan kecil, kau mengerahkan begitu banyak pasukan. Apa itu yang dinamakan seorang pecundang? Hahaha," ejek Arthur dengan nada yang keras.

"Kau bisa lihat, pasukan yang kau bawa? Apa itu tidak membuktikan bahwa dirimu takut, kalau kau tidak bisa mengalahkan bangsaku dengan kekuatanmu? Hahaha, sungguh Raja yang pecundang," lanjutnya yang semakin menyindir Orion.

Seketika kemarahan Orion memuncak. Bagaimana tidak merasa mendidih darahnya ketika mendengar ejekan tersebut?

Terlihat Orion mengepalkan kedua tangannya. Sinar cahaya berwarna oranye seketika menghias di matanya.

Zeus yang menyaksikan dari atas benteng istana, tersenyum tipis. Perubahan yang terlihat pada Orion, sama sekali tidak membuat Zeus takut. Sebaliknya, ada perasaan kasihan pada Raja dari bangsa Shiners tersebut.