Chapter 5 - Chapter 5

Berlanjut.

"Mungkin kau salah lihat, Sayang. Tidak ada yang aneh di langit, kau bisa lihat sendiri bukan, bintang-bintang tetap ada di sana? Kau itu kelelahan, jadi pikiranmu mulai berimajinasi, dan sebenarnya yang kau lihat itu tidaklah benar," ucap Agatha menenangkan putrinya yang gelisah.

Alika berdalih, bahwa dia tidak melihat satupun bintang di langit. Akan tetapi, setelah Agatha datang, maka saat itu juga para bintang seolah kembali ke posisinya masing-masing.

Agatha terlihat menyibukkan dirinya dengan merapikan benda-benda yang ada di meja, dan seperti enggan menatap Alika. Dia tidak lagi melihat langit, setelah tahu tidak ada yang aneh di sana. Sedangkan, Alika, masih yakin dengan yang dilihatnya tadi.

"Aku tidak mungkin berbohong pada Ibu. Sungguh, aku tidak melihat bintang tadi, tapi mengapa setelah Ibu datang, seolah bintang-bintang itu kembali ke tempatnya? Apa benar mataku yang salah lihat?"

Alika menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sementara Agatha yang mendengar pernyataan tersebut, mulai bergetar tubuhnya. Kendati demikian, dia berusaha untuk tetap tenang, walau punggungnya mengeluarkan keringat yang sangat deras.

Alika terus memerhatikan perilaku Ibunya, yang seolah sedang menyibukkan diri. Namun, yang dilakukannya seperti tidak beraturan. Tatapan Ibunya begitu kosong yang membuat Alika tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya.

"Ibu baik-baik saja bukan? Mengapa aku merasa Ibu seperti gugup, dan seolah sedang menyembunyikan sesuatu dariku?"

Sesungguhnya Alika sudah menyadarinya sejak tadi, tetapi dia enggan bertanya. Namun, setelah diperhatikan terus menerus, Alika melihat tangan Ibunya yang bergetar.

"Tidak. Tidak ada yang sedang Ibu sembunyikan darimu, Sayang."

Agatha buru-buru berdiri tegak. Pandangannya segera tertuju pada Alika, yang sejak tadi memasang wajah kebingungan.

"Ini sudah malam, sebaiknya kau tidur, Sayang," ucap Agatha sambil mengelus rambut Alika.

Gadis itu tampak bingung. Masih ada banyak pertanyaan yang mengusik pikirannya. Namun, dia sendiri tidak bisa mengungkapkan isi pikirannya sekarang.

"Kau masih sakit, jangan berpikir terlalu keras. Sebaiknya kau istirahat dan besok, kau juga harus ke sekolah bukan?"

Alika mengangguk pelan, tetapi tidak ada yang bisa gadis itu ucapkan, selain menuruti perkataan Ibunya.

"Aku sayang Ibu."

Buru-buru Alika memeluk Ibunya, "Ibu juga sayang kamu, Alika." Agatha membalas dekapan hangat putrinya dengan sangat lembut.

Dia mengelus surai Alika, sambil berkata dalam hatinya, "Untuk sekarang maafkan Ibu karena tidak bisa memberitahukannya padamu, Sayang. Akan tetapi, jika waktunya sudah tepat, maka Ibu akan menjelaskan semuanya."

Agatha mengelah napas panjang, sebelum akhirnya dia melepaskan pelukannya. "Sudah, sebaiknya kamu tidur sekarang. Jangan berpikir terlalu keras, atau kau akan sakit lagi," pesan Agatha, sambil mencubit hidung serta pipi Alika.

Gadis itu tersenyum hangat, "Baiklah, aku akan istirahat, tapi Ibu juga harus istirahat. Aku tidak ingin melihat Ibu sakit," ucapnya sambil menggoyangkan salah satu jari telunjuknya.

"Siap, anak manis," jawab Agatha mengejek. "Sudah cepat tidur!" paksanya, sambil menarik tubuh Alika ke tempat tidur.

Gadis itu akhirnya merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Agatha menyelimuti putri satu-satunya itu. Selanjutnya mengecup kening Alika dengan lembut.

"Selamat malam, Sayang. Mimpi indah," ucapnya sambil berjalan meninggalkan Alika.

Perlahan rasa kantuk mulai menyerang dirinya. Terlihat Alika mulai menutup matanya. Namun, begitu Alika masih bisa melihat bayang-bayang Ibunya dari kejauhan.

Agatha mematikan lampu kamar putrinya, setelah itu menutup pintu dan meninggalkan ruangan tersebut.

Setelah jauh dari Alika, barulah Agatha bisa bernapas lega. Sejak tadi, dirinya seperti menahan napas dan menjaga setiap perkataannya, agar Alika tidak curiga.

Wanita yang kini berusia empat puluh tahun itu berlari menuju kamarnya. Dengan napas yang terengah-engah, Agatha menutup pintu dan menguncinya.

Tubuhnya seketika itu juga bergetar hebat. Keringat bercucur deras di sekujur tubuhnya. Agatha buru-buru mengambil air minum yang ada di meja.

Dia menuangkan air ke dalam gelas, setelah itu menenggaknya sampai habis. Tubuhnya yang bergetar, membuat air minumannya tumpah dan membasahi pakaiannya.

"Ibu mengapa bintangnya tidak terlihat?"

Kata-kata itu terus terbayang-bayang di benaknya. Kejadian para bintang yang tidak terlihat di langit, bukanlah hal yang bohong. Sesungguhnya yang dilihat Alika benar adanya, para bintang itu benar-benar tidak terlihat di langit.

Namun, dengan kekuatan yang Agatha miliki, dia berhasil menciptakan Ilusi Bintang di langit, yang pada akhirnya memunculkan kembali bintang-bintang yang sebelumnya menghilang.

"Ini adalah malam Purnama Biru, mengapa aku sampai lupa?" sesal Agatha, sambil menyeka keringatnya.

Malam Purnama Biru, sesungguhnya fenomena di mana Cahaya Bulan berwarna biru terang dan memancarkan kekuatan yang sangat hebat, disaat itulah para Bangsa Miracle mendapatkan kekuatannya.

Dapat diartikan, ketika peristiwa Bulan Purnama Biru terjadi, saat itu juga Bangsa Miracle akan berkumpul, dan menyerap kekuatan dari Bulan. Selama proses penyerapan kekuatan itulah, Bintang-bintang tidak terlihat di langit.

Itu sebabnya Alika tidak dapat menemukan Bintang-bintang di langit, dikarenakan Bangsa Miracle sedang menyerap kekuatan dari Bulan. Namun, Agatha tidak bisa menjelaskan itu semua sekarang pada putrinya, karena akan menimbulkan pertanyaan besar dari gadis itu.

Fenomena Bulan Purnama Biru terjadi setiap lima ratus tahun sekali, tentu hal ini tidak bisa dijelaskan dengan nalar manusia. Andaipun Agatha harus menjelaskannya, maka dirinya harus mencari kata-kata yang tepat untuk dipahami oleh Alika.

"Andai aku tidak melihatnya tadi, entah apa yang akan terjadi nantinya."

Agatha memikirkan akibat dari fenomena Bulan Purnama Biru ini, sebab Alika memiliki garis keturunan Bangsa Miracle, yang membuat putrinya itu dapat menyerap kekuatan Bulan.

Namun, tubuh Alika belum bisa menyerap kekuatan dari Bulan dengan kemampuannya, itu sebabnya Agatha buru-buru memerintahkan putrinya itu untuk tidur.

"Aku tidak bisa membayangkan bagaimana, jika tubuhnya itu menyerap kekuatan dari Bulan? Aku tidak bisa membayangkannya. Sungguh tidak bisa dibayangkan."

Agatha menggeleng-gelengkan kepalanya, sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan.

Alika memang terlihat seperti gadis biasa pada umumnya, yang memiliki sifat manja dan suka bermain. Namun, sesungguhnya di dalam tubuhnya mengalir deras darah keturunan bangsa Miracle.

Darah alami itulah, yang bisa saja menyerap kekuatan bulan andai Alika memandang Bulan lebih lama lagi. Agatha, takut Alika belum siap menerima kekuatan tersebut, ditambah Immortality yang tertanam di tubuhnya belum aktif, sampai detik ini.

"Entah sampai kapan aku bisa menyembunyikan ini semua? Cepat atau lambat, Alika pasti mengetahuinya, tapi sebelum itu terjadi semoga saja, tubuhnya itu sudah kuat untuk menerima semua kekuatan yang ada."

Tidak ada hal yang bisa Agatha lakukan sekarang. Dia hanya berharap, jika waktunya tiba dirinya bercerita, maka saat itu Alika sudah bisa mengendalikan kekuatan yang selama ini tersembunyi di dalam tubuhnya.

***

Ratusan tahun yang lalu, Agatha adalah seorang Ratu dari kerajaan Aqua yang berada di Planet Airraksa, letaknya jutaan kilometer cahaya dari Bumi. Dia hidup bahagia bersama seorang pria bernama Arthur.

Kehidupan keduanya tidak pernah mengalami masalah. Selama menjalani bahtera rumah tangga, sudah banyak halangan dan rintangan yang telah mereka lalui, tetapi itu semua bisa diatasi bersama-sama.

Namun, suatu ketika saat keduanya berbincang santai seperti biasanya, saat itu juga pertengkaran hebat terjadi.

Arthur mengatakan agar bayi yang ada di dalam kandungan istrinya itu dilenyapkan saja, sebab di dalam tubuh bayi itu tertanam Immortality.

Immortality sendiri adalah kekuatan yang sangat besar yang ada di planet Airraksa. Kekuatan yang hanya muncul 5000 tahun sekali. Itu sebabnya, pemilik tubuh Immortality sangatlah spesial.

Namun, Arthur tidak ingin bayi itu lahir ke dunia. Alasannya karena, Raja Orion dari bangsa Shiners ingin menguasai kekuatan Immortality itu.

Raja Orion telah menyiapkan hampir enam puluh ribu pasukan untuk menyerang bangsa Aqua, hal tersebut yang membuat Arthur mengambil keputusan nekat tersebut.

****