Chereads / I AM YASMIN TABITHA / Chapter 2 - I AM YASMIN TABITHA

Chapter 2 - I AM YASMIN TABITHA

Yasmin langsung memalingkan pandangannya agar Rangga tidak melihatnya. Dan Yasmin mulai berjalan kaki menuju cafe di sebrang jalan yang sedang membutuhkan pelayan. Dia berharap akan mendapatkan hasil yang baik kali ini.

Setelah sampai di depan cafe, dia membaca papan pengumuman di depan pintu cafe yang bertuliskan "Dibutuhkan!!! pelayan wanita". Pikirnya ternyata Dini benar memang ada lowongan kerja di cafe ini. Melihat gerak gerik Rara yang mencurigakan akhirnya pemilik cafe keluar dan menegur Yasmin.

"Permisi, ada yang bisa saya bantu?" tanya Ibu paruh baya dengan setelah baju tuniknya.

"Maaf mengganggu bu, sebetulnya saya sedang butuh pekerjaan," jawab Yasmin sopan.

"Kebetulan sekali, saya sedang mencari pelayan wanita kalau kamu mau, kamu bisa kerja membantu saya di cafe ini."

"Tentu saja bu, saya mau," jawab Yasmin penuh semangat dan senyum bahagia.

"Perkenalkan Saya Anisa, Saya pemilik cafe ini. Mulai besok kamu boleh bekerja," kata Ibu Anisa sambil menjabat tangan Yasmin.

"Saya Yasmin Tabitha, terimaksih banyak bu. Bu apa perlu besok saya membawa CV atau sejenis surat lamaran kerja?"

"Oh tidak perlu. Kamu langsung kerja saja. Kamu mahasiswa kampus negeri ini yah?"

"Baru mau daftar Bu. Tapi saya perlu biaya untuk kuliah jadi saya sangat butuh pekerjaan. Sekali lagi terimakasih karena Ibu Anisa sudah berbaik hati mau memberikan saya pekerjaan."

***

Sampai di rumah, Yasmin mendapati ibunya yang sedang sibuk menyetrika baju milik tetangganya. Ibu Yasmin bekerja sebagai buruh cuci dan setrika, jadi setiap hari ibunya sibuk menyuci dan menyetrika baju milik orang lain. Sementara ayahnya bekerja sebagai tukang ojeg di pasar dekat rumahnya. Penghasilannya tidak tentu, jadi orangtuanya tidak mampu untuk membiayai Yasmin kuliah. Yasmin adalah anak semata wayang, yang sangat keras kepala dan selalu bekerja keras agar impian-impiannya bisa terwujud.

"Assalamualaikum bu," ucap Yasmin sambil mengecup tangan ibunya.

"Walikumsalam," jawab ibunya.

"Ya ampun kerjaan ibu banyak banget, pasti ibu cape yah," kata Yasmin sambil memijat punggung ibunya.

"Ngga kok. Ibu kan sudah terbiasa kerja berat seperti ini."

"Tapi Yasmin tidak sekuat ibu. Hmm makannya Yasmin maunya kerja santai tapi dapat banyak uang bu," kata Yasmin sambil berhayal.

"Semua orang juga pasti inginnya begitu. Gimana ujiannya? lancar?" tanya ibu sambil mencabut colokam setrikaan dan fokus menatap wajah anak semata wayangnya itu.

"Gagal bu. Aku datang terlambat, jadi aku tidak boleh ikut ujian."

"Jadi? kamu tidak daftar kuliah?"

"Daftar dong bu. Pokoknya gimana pun caranya aku akan berjuang agar aku bisa kuliah, jadi sarjana dan mengangkat derajat ibu dan ayah. Pokoknya aku bakalan jadi orang sukses dan banyak uang di kemudian hari. Doain yah bu!" ucapnya sambil memeluk erat tubuh ibunya yang semakin hari semakin menua.

"Kamu tuh kalau menghayal suka ketinggian. Tiap hari kita bisa makan saja, ibu bersyukur sekali," jawab Ibunya sambil tertawa meledek.

"Ih kok ibu gitu ngomongnya. Sudah deh mending ibu doain saja biar semua impian Yasmin bisa terwujud, jangan malah meledek dan menertawakanku," tuturnya sambil memonyongkan bibir.

"Iya ibu minta maaf yah. Pasti ibu akan doakan yang terbaik untuk kamu, tetap semangat! Ibu yakin sekali kamu pasti bisa wujudkan semua mimpi-mimpi kamu," jawab ibu sambil membelai rambut Yasmin yang terkuncir rapih.

"Ibu tenang saja, mulai besok aku sudah mulai bekerja."

"Kerja dimana? halal kan kerjanya? jangan sampai kamu menghalalkan segala cara untuk meraih mimpi-mimpi kamu, nanti yanga ada malah tidak berkah."

"Iya ibu tenang saja! Aku paham kok. Aku kerja di cafe dekat kampus. Ibu tau tidak? pemiliknya bernama Ibu Anis, dia baik sekali."

Setelah Yasmin puas bercerita dengan ibunya, dia pamit masuk ke dalam kamar mungilnya yang berukuran 2x2 meter. Di kamarnya hanya ada satu kasur lantai berukuran single serta lemari plastik kecil dengan empat laci. Lemari itu berisi bajunya dan buku-buku koleksinya. Dia tidak memiliki banyak baju jadi dia tidak perlu lemari yang besar untuk meletakan baju koleksinya. Meski kamarnya kecil, tapi dia sangat nyaman sekali.

Di kamar ini lah Yasmin bisa mendapat ide-ide yang luar biasa yang selalu dia tulis menjadi cerita yang menarik. Ya. Yasmin hobi sekali menulis. Baginya menulis adalah obat penghilang penat, jenuh dan lelah. Dia berharap suatu hari nanti dia bisa mendapatkan uang yang banyak dari semua karya-karya tulisnya.

Sayangnya, karena keadaan Yasmin hanya bisa menulis di buku tulis. Dia tidak punya laptop ataupun ponsel canggih yang bisa menghubungkannya dengan dunia sosmed. Ponsel yang dimilikinya hanya bisa untuk kirim pesan dan menelpon saja. Tapi dia tidak pernah malu dengan keadaannya.

***

Saat Yasmin melakukan pendaftaran kuliah di ruang administrasi, dia tidak sengaja menemukan ponsel canggih yang mahal harganya di kursi tunggu. Dia mengambilnya dan berusaha mencari pemiliknya. Sayangnya sudah tidak ada siapa-siapa di ruangan itu. Jadi dia keluar ruangan dan meletakan ponsel mahal itu kedalam tas jinjingnya.

Sudah lama Yasmin ingin sekali memiliki ponsel canggih seperti itu dan kali ini Tuhan benar-benar mengujinya. Dia ingin sekali ponsel itu menjadi miliknya, namun sesaat dia teringat pesan ibunya untuk tidak menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Akhirnya, Yasmin mengeluarkan kembali ponsel canggih itu dan berusaha mencari tahu pemiliknya.

Saat sedang menekan layar sentuh ponsel untuk melihat wallpaper pemilik ponsel, tiba-tiba saja dia dikagetkan dengan teriakan kencang menusuk telinganya.

"Woy! maling! itu ponsel aku, sini kembalikan!" teriaknya sambil merampas ponsel canggih itu dari genggaman tangan Yasmin.

"Ya ampun! kamu?"

"Oh jadi kamu malingnya! Pantas sih kamu kan miskin pasti butuh banyak uang untuk bayar kuliah," kata Rangga sambil menyilangkan kedua tangannya berlagak sombong.

"Jaga yah ucapan kamu! saya bukan maling, saya tidak mencuri. Saya menemukan ponsel itu di kursi tunggu ruang administrasi dan saya berniat mengembalikan kepada pemiliknya. Saya memang miskin tapi saya tidak akan mengambil barang yang bukan milik saya, " geram Yasmin sambil berkaca-kaca.

Melihatnya berkaca-kaca batin Rangga seperti tersentuh dan merasa kasihan. Pikirnya, kali ini dia benar-benar keterlaluan. Rangga merasa kasihan melihat Yasmin, namun angkuhnya dia tetap gengsi untuk meminta maaf dan mengucapkan terimakasih karena Yasmin sudah menemukan ponselnya yang hilang.

Rangga sebenarnya jatuh hati pada Yasmin sejak pandangan pertama, hanya saja dia gengsi untuk mengatakannya. Jadi dia selalu saja mengganggu hidup Yasmin dengan cara mencari gara-gara agar mereka berdua bertengkar. Rangga adalah anak broken home, jadi dia kurang kasih sayang dari kedua orangtuanya terutama ayahnya. Ayahnya pergi meninggalkan Rangga dan ibunya sewaktu kecil demi wanita lain.