Chereads / The Choosen Luna / Chapter 13 - Kebencian Sammy

Chapter 13 - Kebencian Sammy

Belleza tergelak melihat Eve memasang ekpresi ketakutan, setelah sebelumnya ia terlihat sangat semringah. Namun kemudian ia lekas menghentikan tawanya ketika seketika teringat jika masih ada Alexander yang sedang tidur di dalam kamarnya.

"Kau pasti bertanya-tanya mengapa Robert dan Melissa tega menitipkanmu pada seorang penyihir seperti aku?" cecar Belleza dengan kedua mata berbinar. Seolah menemukan mangsa yang lezat. "Benar kan?"

"T-tidak. Tentu saja tidak," gegas Eve menjawab. Meski sebenarnya dalam hati ia membatin, 'tentu saja aku bertanya-tanya. Mengapa perlu menanyakannya?'

Belleza mengembangkan senyumannya lebar. Seolah tidak ada celah di antara pipi dan bibirnya. Sangat menyeramkan bagi Eve.

'Apakah sekarang dia akan membawaku ke neraka?' batin Eve.

Senyum mengerikan itu juga berubah seketika. Menjadi wajah Belleza sebelum ia memperkenalkan diri sebagai seorang penyihir.

"Jangan menyimpan rasa takutmu, Eve. Meskipun berbohong, siapapun yang melihatmu pasti akan tahu. Karena kau tak bisa menyembunyikan ekpresi itu," cecar Belleza.

"Mari kita buang rasa takutmu setelah kau sarapan." Belleza tersenyum genit sembari mengerlingkan sebelah matanya. Lantas berbalik dari hadapan Eve yang masih menatap tak percaya jika ia tengah berada di sarang seorang penyihir.

"Aku akan mengurus Alex. Sebaiknya kau diam saja di dalam sini selama Alex masih di sini," katanya lantas berlalu.

Eve terduduk lemas. Pikirannya berkecamuk tak menentu. Namun cacing-cacing di dalam perutnya juga semakin ribut.

"Damn! Aku lapar! Aku bisa pikirkan penyihir itu nanti!" ketusnya.

***

Alex mengerang saat Eve mengelus rambut tebalnya. Ia tertidur dalam wujud serigala bertubuh tinggi besar berwarna brown. Memenuhi rangjang king size milik Belleza.

Setelah mengetahui di hadapannya adalah sang kekasih, Alex mengubah wujudnya menjadi manusia. "Kau mau melakukannya lagi?" godanya.

"Kau masih sanggup?" cecar Belleza menatap tak percaya. "Barusan kita mating hampir sepuluh kali."

Alex terkekeh geli. Tentu saja ia tak sanggup. Ia hanya berniat menggoda Belleza. Meski sepuluh kali tak cukup baginya dibanding harus menahan rindu selama berbulan-bulan.

"Apakah masih ada pertarungan di pack-mu?" tanya Belleza. Ekspresinya berubah sedih.

"Iya sayang," tukas Alex. Ia lantas meraih kepala Belleza lalu menyandarkan di bahu kekarnya.

"Entah pack mana yang terus menerus mengirim bala bantuan kepada The Black Pack. Dia seperti memiliki sekutu sehingga berbulan-bulan kami sempat kewalahan mengatasinya."

"Lalu mengapa kau berani menemuiku?"

"Aku rindu. Itu saja," tutur Alex melembut.

"Tapi aku harus segera kembali," sambungnya. Meski berat diucapkan, Alex tak ingin terus menerus menuruti keinginannya sendiri.

"Berapa lama?"

Alex mengangkat kedua bahu. "Entahlah. Jika bisa secepatnya. Aku pasti kembali secepatnya."

Belleza tak bergeming. Ia sudah biasa ditinggal pergi oleh Alex. Jadi ia takkan mempermasalahkan kepergian Alex kali ini, tentu saja. Hanya saja keberadaan Eve memenuhi pikirannya. Ia harus melatih gadis itu sebelum Alex mengetahui keberadaannya.

"Kau belum ingin tinggal di istana Half Moon Pack lagi?" Pertanyaan Alex yang selalu dihidari Belleza meluncur keluar lagi dari bibirnya.

Belleza mengangkat kepalanya dari bahu Alex. Wajahnya berubah murung. "Bisakah kau tidak membicarakan hal ini, Alex?"

"Aku ingin kau selalu ada di dekatku. Apalagi jika suasana genting seperti ini. Tidakkah kau tahu bagaimana aku sangat khawatir saat kau tidak ada?"

"Bahkan hingga detik ini kau tak bisa mengerti apa yang sebenarnya kurasakan, Alex." Belleza beringsut dari duduknya.

"Tak bisakah kau melupakannya?"

Belleza menatap Alex tajam, "Alex kau tahu...."

"Aku tahu tapi kau keterlaluan!"

"Setidaknya demi aku!"

"Lupakanlah semua kejadian itu demi aku!" seru Alex emosi.

Belleza menunduk dalam. Kemarahan Alex berkali-kali sudah dihadapinya. Mereka terus berselisih setiap kali Alex pulang menemuinya. Tapi ia tetap belum bisa mengambil keputusan.

"Maafkan aku," lirih Belleza.

Alex mendengkus kesal. Ia lantas menyambar pakaiannya yang tergeletak di atas ranjang. Ia bosan mendengar permintaan maaf sang kekasih.

"Aku akan kembali!" tegasnya.

Sebelum pergi, Alex tak lupa mengecup kening Belleza sebagai tanda perpisahan mereka. Meskipun marah, ia masih bisa memperlihatkan kepada Belleza jika ia menyayanginya.

"Alex...," desis Belleza dalam lara.

***

Setelah berhasil memasak sesuatu untuk dimakan, Eve sangat terkejut ketika tiba-tiba ia menemukan Belleza telah berada di belakangnya, duduk di bangku meja panjang di tengah ruang dapur.

Wajahnya ditekuk. Dia terlihat sangat murung dan menyedihkan.

'Ada apa dengannya?' batin Eve. Ia ingin bertanya lebih lanjut, namun Belleza terlihat tidak bisa diganggu.

Eve lantas meletakkan piring dengan enam potong cornbread yang baru dibuatnya di atas meja, berhadapan dengan Belleza. Setidaknya cornbread bisa membuat perutnya lebih kenyang untuk beberapa jam ke depan. Makanan ini juga adalah makanan terakhir yang ia nikmati bersama Noah. Ketika memikirkan itu, Eve langsung membuatnya.

"Kau mau?" tawarnya.

Belleza tak bergeming. Ia hanya menonton Eve memasukkan potongan demi potongan cornbread ke mulutnya.

"Kita tidak jadi berlatih hari ini. Aku akan hibernasi selama beberapa hari di kamarku," ucap Belleza tiba-tiba.

"H-hibernasi?"

Belleza mengangguk lemah. Tatapannya nanar dan kosong. "Kau! Lakukanlah apa yang kau mau di rumahku. Dan jangan berharap bisa kabur!" tegasnya lagi.

Belum sempat Eve mengiyakan, Belleza sudah beranjak keluar dari dapur. Langkah kakinya bergerak gontai namun dengan langkah besar. Sehingga menimbulkan suara berdebam di lantai.

"Aku tahu dia pasti memantrai seluruh pintu," lirih Eve.

"Huhh... dia sungguh di luar dugaan. Moodnya berubah-ubah dalam tempo yang singkat. Apakah semua penyihir melakukan hibernasi seperti beruang?"

Eve menggeleng tak mengerti. Ia kemudian mengedarkan pandangan ke seluruh dapur. Tempat gelap yang hanya disinari cahaya lampu tempel ini mungkin bisa menjadi tempatnya untuk bereksperimen. Tapi dia tentu akan merasa bosan dan lelah jika hidup sendiri, tanpa keluar rumah.

"Apa aku perlu hibernasi juga?"

***

Sudah hampir satu bulan setelah Adam memberikan perintah kepada Sammy untuk mencari seorang Luna yang ia yakini bisa menyembuhkan penyakitnya. Namun Beta itu sama sekali tak bergerak untuk menjalankan perintah sang Alpha. Ia memiliki banyak pertimbangan. Terutama mengenai keselamatan Adam sendiri.

"Mengapa kau belum pergi mencarinya?"

Meskipun telah diberikan ramuan penghilang rasa sakit, sekarang Adam bisa merasakan keberadaan Sammy. Seolah ramuan itu telah kehilangan beberapa fungsi. Namun ia tetap meminta agar Sammy memberikan untuknya. Paling tidak, ia bisa beristirahat tanpa harus mengerang kesakitan begitu lama.

"Maafkan saya, tuan. Saya tidak bisa meninggalkan tuan sendirian di sini," jawab Sammy penuh keyakinan jika alasannya ini memang benar.

"Sejak kapan kau belajar mengecewakanku? Atau... aku memang tidak pantas meminta bantuanmu." Adam mengerang keras setelah mengucapkan kalimat itu.

Sammy tertunduk dalam. Jika dahulu saat Adam masih segar bugar, ia pasti sudah diamuknya karena tak menjalankan perintah. Namun hal itu tak pernah terjadi karena ia memang selalu menjalankan perintah sang Alpha.

"B-baiklah, tuan. Saya akan segera menjalankan perintah tuan!" kata Sammy akhirnya.

"Luna sialan. Apa dia berada sekitar sini?" umpatnya dalam diam. Sammy benar-benar membenci mahluk yang paling diinginkan sang Alpha.

"Aku berjanji, kau tak akan pernah kuampuni jika kita bertemu nanti. Kau harus membayar semua yang telah kau perbuat untuk Alpha Adam dan The Lunar Pack!"

***

Bersambung.