"Apa tubuhmu tak pernah bereaksi untuk berubah menjadi serigala?"
Eve menggeleng ragu. Ia tidak yakin akan jawabannya sendiri. Namun ia pun tahu tubuhnya memang tak pernah mengalami reaksi ingin berubah wujud.
"Baiklah. Kau memang murni seorang Luna, Eve," ucap Belleza.
"Maksudmu?"
"Iyahh, kau murni diciptakan untuk seorang alpha. Aku tak tahu kapan saat yang tepat tubuhmu akan bereaksi menjadi wujud serigala."
"Emm... sebenarnya kau tak perlu latihan untuk hal itu. Karena pada akhirnya kau akan berubah dengan sendirinya. Namun... entah kapan." Belleza mengucap malas. Perasaannya masih kesal. Suasana istana ini membuatnya bosan. Ia tak bisa seenaknya menggunakan kekuatan sihir yang ia miliki. Kecuali ketika diijinkan.
"Lalu sekarang apa yang akan kita lakukan?"
Belleza mendengkus kesal. "Mood-ku berubah. Kita tunggu Alex saja. Lagipula dia sudah berjanji akan melatihmu," katanya lantas duduk di atas ranting pohon. Terbang meninggalkan Eve di bawah sana.
Eve ingin protes mengapa ia ditinggalkan sendirian, namun tiba-tiba tubuhnya telah berada di atas ranting juga. Bersisian dengan Belleza.
"K-kau barusan...."
"Ssssttt! Ini rahasia di antara kita berdua. Bersikap lah seolah kau merangkak naik dengan kaki serigalamu," putus Belleza. Wajahnya benar-benar tak enak untuk dipandang. Binar matanya berubah suram.
"Kalau ada yang lihat bagaimana?" tanya Eve khawatir.
"Santai saja. Jangan pernah bersikap bodoh dan lugu di tempat seperti ini. Kalau tidak, hidupmu akan berakhir menyedihkan!"
"Aku yakin kau tak sebodoh saat berada di dunia manusia. Benar kan?" cecar Belleza.
Eve mengembuskan nafas berat. Belleza benar. Ia hanya masih gugup dengan alam baru yang terasa sangat asing baginya. Benar-benar di luar batas nalarnya saat masih sebagai seorang Eve Lousia Noah, gadis manis Noah yang tak takut apapun, namun patuh pada sang Daddy.
"Kau benar. Seharusnya aku tak bersikap bodoh dan lugu. Bukankah rasanya sama saja? Aku hanya berpindah rumah," sindir Eve pada dirinya sendiri.
"Bravo! I love it! Pertahankan itu Eve, jika kau ingin bertahan hidup!" seru Belleza seraya menepuk pundak Eve.
Tubuh Eve hampir ambruk, namun sigap ditahan Belleza yang lantas tertawa renyah. Sementara Eve hanya mengulum senyum tipis sebab lumayan terkejut. Sepertinya nasihat yang diucapkan Belleza barusan jauh lebih berguna baginya daripada latihan-latihan kasar yang akan ia hadapi nanti.
***
"Hhhhhh... hhhhh...." Nafas Alex tersengal sembari menekuk kedua lutut sebagai tempat bertumpu kedua tangan.
"Lumayan, Eve. Sebagai werewolf baru, kekuatanmu cukup stabil. Kau juga memiliki tenaga yang bagus untuk bertahan saat menghadapi serangan musuh," puji Alex setelah merasa nafasnya lumayan stabil.
Eve yang juga sedang mengatur nafas karena kelelahan dengan agenda latihannya pagi ini, hanya mengangguk paham sebagai tanggapan atas pujian Alex. Walau hanya bertarung melawan Alex sendiri, ia merasa cukup kewalahan menandinginya. Sangat berbeda ketika ia berlatih bersama Robert dan Melissa beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Belleza yang hanya menonton di balik ranting pohon akhirnya berlari turun. Kali ini bukan dengan kekuatan sihirnya, melainkan turun dengan keempat kaki serigala miliknya.
"Kau sudah selesai?" tanyanya genit pada Alex. Entah mood buruknya telah hilang atau bagaimana, Eve menatap tak mengerti.
Alex yang semula terlihat kelelahan kini mengulum senyum. "Apa yang kau inginkan sayang?"
Belleza menggigit bibir bawahnya, "apalagi? Tentu saja aku ingin bertarung denganmu."
"Oh ya? Haruskah kita bertarung siang-siang begini?"
Belleza mengangguk genit mendengar pertanyaan Alex. Sementara Eve merasakan mual di sekujur tubuh, sebab mendengar kedua werewolf tersebut saling memberi kode.
Alex sudah tak tahan dengan ekspresi Belleza yang sangat menggoda. Saat ini situasi mereka sama-sama in heat. Ia hampir mating di tempat itu juga, namun segera disadarkan oleh Belleza. Mereka lantas melesat jauh meninggalkan Eve sendirian di sana.
"Hufft... baguslah. Hampir saja mereka mengotori kesucian penglihatanku," rutuk Eve seraya bersiap melepaskan pakaian petarung yang ia kenakan.
Eve mengira jika di tempat latihan ini hanya ada dirinya saja saat ini. Sehingga tanpa berpikir panjang, ia melepaskan pakaian berlapis baja yang sangat berat itu dari tubuh indahnya. Membuat dua tonjolan besar di dadanya terpampang sangat nyata. Keduanya benar-benar tak pernah tersentuh oleh tangan seorang pria. Terlihat begitu ranum dan menyegarkan.
Eve melihat awas ke seluruh tempat latihan sebelum akhirnya kedua netra cantiknya berhenti pada sebuah air terjun yang mengalir dengan deras. Ia bahkan tak mendengar gemericiknya. Benar-benar mengalir dengan tenang.
"Sepertinya akan sangat menyenangkan bila menenangkan tubuh dan pikiran di bawah sana," gumamnya lantas mengembangkan senyum.
Tanpa ragu ia akhirnya menyambar pakaian yang ia kenakan tadi, kemudian bergegas membawanya berlari menuruni air terjun tersebut.
Byyuuuurrrr.
Tubuh Eve sempurna masuk ke dalam kolam air terjun. Kedalamannya tidak begitu jauh dari darat, namun juga tidak begitu dangkal.
"Aahhhh...."
Kepala Eve baru saja keluar dari dalam air sembari mengembuskan perasaan lega dan menyenangkan. Tubuhnya serasa kembali segar tanpa beban setelah sekian lama menahan pilu karena kehilangan Noah. Situasi di sini sedikit membuatnya kembali merasakan kehidupan seperti saat ia masih menganggap diri seorang manusia biasa.
"Ekhemm...." Suara deheman seseorang seketika mengangetkan Eve.
"Bagaimana? Apakah sesegar itu berada di dalam sana?"
"A-alpha J-Jordan?" seru Eve terbata.
"M-maafkan saya. S-saya hanya ingin membersihkan tubuh sebentar." Eve tertunduk takut sekaligus malu, sebab ia bertemu dengan sang alpha dalam keadaan seperti ini.
"Kau takut padaku?" Jordan mengulum senyum melihat ekspresi Eve.
Ia sudah sering melihat ekspresi menghamba itu dari seluruh werewolf di Half Moon Pack. Namun entah mengapa ekspresi Eve terlihat sangat menggemaskan baginya.
"Tidak apa-apa. Kau boleh mengangkat wajahmu di hadapanku," ucapnya lagi.
Walau dalam aturan yang sebenarnya, werewolf biasa tak diperkenankan untuk melihat secara langsung wajah sang alpha, kecuali dari kejauhan. Begitu lah pesan yang dikatakan Belleza dan Alex padanya sebelum mereka menghadap pagi tadi.
"M-maafkan saya tuan, bukankah saya tidak diperkenankan untuk melihat wajah tuan?" Eve memastikan. Ia belum berani mengangkat wajahnya kembali.
Jordan kembali mengulum senyum. Rahang tegasnya mengendur lembut. "Kau ingin membantah perintah seorang alpha?" serunya pura-pura mengancam.
Eve tak punya pilihan lain, ia akhirnya memberanikan diri menatap sang alpha yang berdiri tegak di pinggir kolam air terjun. Kedua kaki jenjangnya memijak di atas sebuah batu besar.
'Kau sangat cantik,' batin Jordan.
Bagaimana tidak, sebenarnya ia telah memperhatikan Eve sejak masih berlatih bersama Alex dan Belleza beberapa saat lalu. Bahkan tanpa sengaja dan tak terduga ia telah menyaksikan tubuh indah Eve tanpa sehelai benang terpampang sempurna. Karena itu, ketika melihat Eve berlari pergi, ia nekat menyusul. Hingga menemukannya di tempat ini.
'Maafkan aku Magdalena sayang.'
Eve telah menjerat Jordan ke dalam sebuah hasrat yang terlarang.
***
Bersambung.