Chereads / The Choosen Luna / Chapter 12 - Because I am A Witch

Chapter 12 - Because I am A Witch

Robert dan Melissa berpamitan pada si empu rumah, Belleza. Jika bisa mengeluarkan pie itu dari perut mereka, maka itu lebih baik daripada harus meminum sesuatu dari dalam rumahnya. Mereka sangat khawatir Belleza bisa saja akan memberikan minuman aneh juga.

"Eve baik-baik lah di sini, aku dan Melissa akan secepatnya berkunjung jika urusanku telah selesai, dan... sebaiknya kau saja yang memasak untuknya," bisik Robert pada Eve sebelum masuk ke dalam mobil.

Eve tersenyum. Dia tak ingin terlihat sedih harus berpisah dengan Robert dan Melissa yang telah tulus menjaganya setelah kepergian Noah.

"Belleza adalah orang yang baik. Hanya saja...." Melissa menggantung kalimatnya, lalu melirik ke arah Belleza yang kelihatan semakin dekat menuju mereka.

"Sepertinya aku tahu, Mel. Aku pasti bisa mengatasinya kok," tukas Eve.

"Baiklah sayang, aku harus pergi. Aku pasti akan sangat merindukanmu," ujar Melissa lantas memeluk Eve dengan erat.

"Ekhemm. Sudahlah, kalian bisa pulang. Aku pasti akan menjaga Eve dengan baik. Bahkan jauh lebih baik daripada kalian," seru Belleza yang terlihat sungkan menyaksikan adegan hari di depannya.

"Baiklah, tolong jaga dia, Belleza," kata Melissa setelah melepaskan pelukannya pada Eve.

"Ya, sudah pasti."

Belleza melambaikan tangannya penuh semangat ketika mobil Jeep yang dinaiki Robert dan Melissa mulai meninggalkan halaman rumahnya. Sementara Eve hanya menatap kosong. Suasana hutan ini membuatnya takut, namun sangat penasaran di saat yang sama.

***

Matahari baru saja terbit ketika Eve terbangun di tempat barunya. Biasanya jika di rumah Robert, Melissa lah yang membangunkannya agar bangun lebih awal. Namun di rumah Belleza, semua berbeda. Seperti pagi ini, ia sama sekali tak menemukan sosok Belleza di rumah dengan banyak hiasan dan pernak pernik aneh tersebut.

Eve memegangi perutnya. 'Aku sangat lapar. Apa yang harus kulakukan? Aku tidak berani menyentuh apapun tanpa izin dari Belleza,' gumamnya.

Namun entah mengapa kaki Eve malah melangkah ke ruangan berukuran empat kali empat meter di samping ruang tidur Eve. Ruangan ini terlihat seperti dapur di dunia manusia. Namun sedikit aneh. Karena tidak ada kompor atau wastafel. Hanya ada sebuah tungku besar terbuat dari batu bata dan meja panjang di tengah ruangan.

"Apa Belleza memasak dengan tungku?" gumamnya. Setahu Eve, tungku biasa digunakan untuk perapian ketika musim dingin tiba. Namun mengingat jika dia sedang berada di tengah hutan, Eve mulai membenarkan dugaannya sendiri.

Eve lantas melirik deretan toples berukuran sekepal tangan orang dewasa dengan desain memanjang di atas meja. Toples-toples kaca berwarna gelap itu membangunkan jiwa penasarannya.

"Umm... mari kita lihat, apakah ini bahan-bahan untuk memasak?"

Eve sepertinya mulai betah di tempat Belleza, karena ia menemukan hal-hal unik yang selama ini hampir tak pernah ia temui di dunia manusia.

Namun ternyata, zonk! Eve tak menemukan apapun di dalamnya.

"Lalu selama ini Belleza...." Gumamannya terhenti ketika mendengar suara pintu dibuka dengan cukup kasar. Ditambah suara grasak grusuk dan obrolan yang terdengar setengah berbisik.

Eve kemudian bergegas ke asal suara. Ia menduga jika itu Belleza yang datang dengan seseorang. Dan... benar saja. Namun....

"What???"

"Oh, no! Mereka mengotori penglihatanku," pekik Eve di balik tembok yang menghubungkan ke ruang tamu.

"Ahh...." Lenguhan Belleza terdengar sangat kencang.

"Bagaimana bisa mereka bercinta di ruang tamu?" pekik Eve pada dirinya sendiri.

"Babe, sepertinya ada yang mengintip!"

"Huhh... siapa maksudmu, honey? Tidak ada!" bantah Belleza. Ia kesal karena aktifitasnya mendadak jadi terhenti.

"Aku bisa mengendus feromonnya!" Pria setengah serigala itu memajukan hidung dan bibirnya ke depan. Ia bisa mencium keberadaan Eve.

Belleza sontak tersadar. Ia lupa tentang keberadaan Eve di rumahnya.

"No, Alexander. Tidak ada siapapun di sini. Ah... mungkin itu feromonku?" goda Belleza mengalihkan perhatian Alexander, werewolf berwarna brown itu.

"Tidak, Belle. Feromon ini berbeda dengan milikmu. Feromon ini sangat kuat! Baru kali ini aku merasakannya!" bantah Alexander.

"Ah... benarkah? Jadi maksudmu kau mencium feromon serigala yang lain?" Belleza mulai memainkan sandiwara. Dia tak ingin Alex tahu dulu mengenai Eve.

Alex terkesiap. "No! Tentu saja tidak sayang," serunya. Ia tak ingin Belleza marah. Sudah hampir tiga bulan mereka terpisah. Bagaimana mungkin ia akan merusak suasana ini. Walaupun penciumannya benar-benar serasa tertusuk karena feromon yang dikeluarkan Eve.

Bellez berhasil. Ia mengulum senyum kemenangan. Mereka lantas melanjutkan aktivitas mating yang tadi sempat terhenti karena kemunculan Eve.

"Gila! Robert dan Melissa bahkan tak pernah melakukan hal menjijikkan itu di luar kamar," gerutunya.

"Atau aku memang tidak mengetahuinya?" Eve mengendikkan bahu. Lantas bergidik ngeri dan kembali ke dapur aneh milik Belleza.

"Jadi sampai kapan aku harus di dalam sini?" Eve memegangi perutnya yang kelaparan sembari terduduk di kursi meja panjang itu.

***

"Hey bangunlah!"

"Eve!" Belleza berseru setengah berbisik pada Eve yang ketiduran karena tak tahu harus melakukan apa sedari tadi.

Eve terkesiap. Kepalanya terasa berkunang karena masih belum sepenuhnya sadar.

"Ini, makan lah! Maafkan aku karena lupa menyiapkan sarapan." Belleza menyodorkan satu porsi salad ke depan Eve. Entah kapan ia membuatnya.

"Tidak apa-apa. Maafkan aku juga karena mencoba mencari sesuatu untuk dimakan di dapurmu."

"Jadi... kau sudah makan?" Kedua mata Belleza berubah berbinar.

Eve menggeleng pelan. "Aku tidak menemukan apapun di dalam sini," katanya lemah. Ditambah lagi di depannya ada seporsi salad. Makanan yang paling tidak ia sukai.

"Astaga!" Belleza menepuk jidatnya dengan kasar.

Ia lantas menggerakkan sebelah tangan ke seluruh ruangan dapur. Jika tidak salah lihat, Eve melihat serpihan abu berwarna hijau tosca kebiruan yang terbang di sekitar. Yang seketika membuat takjub dirinya.

"Sekarang coba kau buka salah satu toples itu," pinta Belleza menunjuk deretan toples kaca yang tadi sempat dibuka Eve, namun kosong tak berisi.

Eve manut saja. Dan ternyata penuh! Eve sampai membuka seluruh toples kaca itu saking tak percaya pada apa yang dilihatnya sekarang.

"Wow! Aku terkesima," puji Eve.

"Tentu saja. Itu sudah keahlianku," seru Belleza bangga.

"Sekarang kau bisa menggunakan seluruh bahan makanan ini untuk memasak apapun sesukamu."

"Oh ya? Terimakasih Belleza." Eve mengangguk riang. Ia tak pernah seriang ini setelah kepergian Noah.

Meskipun selama tinggal bersama Noah, hanya pria tua itu yang menyiapkan makanan untuknya, namun Noah tak pernah tahu jika ia sering memasak sendiri dan memakan masakannya sendiri. Semua ia lakukan demi menghargai usaha Noah yang selalu ingin mengurusinya. Bahkan walau hanya urusan makanan.

"Bagaimana kau melakukannya?" Akhirnya pertanyaan itu keluar juga dari mulut Eve.

"Can you guess it?" Belleza meyilangkan kedua tangan di atas perut. Lantas mengeringkan matanya genit.

Eve tak bisa memikirkan apapun. Cacing-cacing di perutnya sudah terlalu muak dan berisik sejak tadi. Jadi otaknya tak bisa diajak berpikir dengan baik untuk saat ini.

"Just tell me, Belleza." Eve menyerah.

Belleza menertawakan kepasrahan Eve. Namun seketika wajahnya berubah menjadi sangat serius. Sorot matanya berubah tajam dan suasana di sekitar mereka menjadi gelap nan dingin.

"Of course because i am a witch!"

Kedua manik Eve membulat sempurna. Rasa laparnya seketika hilang dan berubah menjadi rasa takut yang teramat sangat.

***

Bersambung.