"Lepaskan dia!"
Salah satu Rogue menyeringai. Ia maju sembari memutar lehernya dan mulai mengepalkan tinju.
Robert dan Melissa datang dari arah yang tak disangka-sangka. Dugaan mereka mengenai bahaya yang kapan saja bisa menghampiri Eve terbukti benar.
"Jangan coba-coba mengganggu kami! Aku tahu kalian cuma manusia lemah yang tak berguna!" hinanya.
Sang teman yang menggendong Eve terkekeh cengengesan menanggapi ucapannya.
"Oh yea?" Robert menyeringai. Kemudian memberi aba-aba pada Melissa untuk bersiap bertarung melawan para Rogue yang suka berbuat rusuh itu.
Tujuan Robert dan Melissa hanya satu, yaitu mereka melepaskan Eve. Karena kemungkinan besar mereka tak ingin melepasnya. Meski setidaknya jika mereka melepaskannya, maka Eve bisa melarikan diri. Namun mereka tidak tahu jika kaki Eve sedang sakit.
Ternyata dugaan mereka benar, kedua Rogue itu tak mau melepaskan Eve begitu saja. Mereka rela bertarung dengan menggendong Eve di punggung. Tubuh Eve lantas ikut terpelanting kesana kemari mengikuti gerakan serangan mereka.
"Arrrghhh...." Robert terdorong cukup keras oleh pukulan Rogue yang menggendong Eve.
'Sial. Ternyata dia sangat kuat!' batinnya.
"Kau tidak apa-apa sayang?" Melissa menghampiri suaminya yang terlihat kesakitan.
Robert menggeleng tegas, lantas meminta Melissa untuk maju kembali mengikutinya melawan mereka.
Eve yang melihat Robert dan Melissa dalam kesulitan untuk menolongnya, mulai memikirkan cara agar bisa lolos dari kedua Rogue ini. Hingga terbesit dalam benak Eve untuk menggigit punggungnya dengan seluruh kekuatan yang ia miliki.
"Aaaarrrgghhh!" Rogue itu melolong keras dan refleks melepaskan tubuh Eve dari atas punggungnya.
Eve meloncat dengan cepat walau langkahnya terseok. Melissa lantas berlari mendekatinya.
"Eve!" pekik Melissa.
Eve menyeringai. Ia sedang merasa sangat puas karena telah berhasil melepaskan diri dari Rogue tersebut.
"Taring!" pekik Melissa lagi.
"Kau mengeluarkan taring, Eve!"
Seringaian Eve terhenti mendengar tutur Melissa. Taring? Sejak kapan ia memiliki taring? Eve lantas meraba deretan giginya yang memang terasa agak berbeda dari sebelumnya. Dan ya! Gigi taringnya memanjang sepersekian senti dari ukuran normal.
"Awas!" Robert yang sedang bertarung melawan Rogue satunya berteriak pada Eve saat melihat wanita itu dalam bahaya.
Eve sontak berbalik sebelum Rogue yang tadi ia gigit menyerang. Dengan satu tendangan, tiba-tiba saja tubuh Rogue itu terlempar jauh.
Melissa tercengang sekaligus senang. Eve pun tak kalah heran. Bagaimana bisa kakinya yang semula sakit tiba-tiba berubah menjadi kuat.
"Apa yang terjadi dengan tubuhku?" gumamnya.
Sementara itu Rogue yang melihat kawannya sudah tak berdaya, ia memilih mundur dan melarikan diri dari pertarungan bersama Robert. Ia bahkan hampir meninggalkan kawannya sendiri. Namun urung, karena ia memilih untuk kembali dan menuntunnya sembari berlari menjauh dari mereka.
"Bagus, Eve! Kau menemukan kekuatanmu!" seru Robert bangga.
Eve tersenyum simpul. Ia pun bangga pada dirinya sendiri.
"Oh ya, kenapa kalian kembali begitu cepat? Seharusnya tinggal dua hari bukan?"
Robert dan Melissa saling memandang satu sama lain. Namun Melissa yang memilih membuka suara, "kami mengkhawatirkanmu."
"Benar. Sebaiknya sekarang kau ikut dengan kami," seru Robert.
Eve yakin pada Robert dan Melissa. Tanpa bertanya kemana ia langsung menurut saja mengikuti mereka. Meski ia berpikir pendek jika mereka hanya akan mengantarnya kembali pulang ke rumah. Namun ternyata tidak.
'Hutan lagi?' Eve membatin sembari kedua netranya menangkap pemandangan di sekeliling. Hutan ini terlihat sangat gelap dan basah. Ia serasa tidak asing dengan suasana ini.
Mobil Jeep yang membawa mereka berjalan pelan memasuki pedalaman hutan forks. Ya, Robert dan Melissa telah yakin untuk membiarkan Eve menghuni tempat tinggalnya yang sebenarnya.
"Mulai sekarang, kau tidak akan hidup bersama kami lagi," kata Robert. Ia bisa membaca raut wajah Eve yang penuh dengan rasa penasaran.
Eve melirik Robert dan Melissa bergantian. "Aku tak mengerti. Lantas aku akan hidup dengan siapa? Apakah... aku akan sendiri?"
"Tidak, sayang. Ada seseorang yang jauh lebih hebat yang akan menjadi penjagamu," tukas Melissa.
"Benar, Eve."
"Kau tak perlu khawatir, semua ini demi kebaikanmu," tambah Robert.
Mendengar penjelasan Robert dan Melissa, Eve hanya bisa pasrah. Mau bagaimana lagi, ia benar-benar seorang diri sekarang. Dan takdir yang ia bawa sebagai seorang manusia setengah serigala membuatnya harus segera mencari tahu dan beradaptasi dengan dunia baru miliknya.
Jeep berwarna hitam milik Robert tersebut lantas berhenti di sebuah pemukiman sepi di tengah hutan forks. Langit sudah gelap. Robert meminta Melissa untu bergegas dengan cepat membawa Eve masuk ke dalam rumah dengan dinding bata merah tersebut.
Tak perlu waktu lama, pemilik rumah muncul di depan pintu saat mendengar satu kali ketukan pintu dari Melissa dan Robert. Seolah ia telah menanti kedatangan mereka.
"Hai... kau kah yang bernama Eve?"
"Kenalkan aku Belleza," ucapnya riang lantas menyalami tangan Eve yang ragu untuk menjabatnya.
"Jangan takut. Aku ini baik kok," ucapnya seolah tahu perasaan Eve.
Robert dan Melissa pun mengangguk setuju dengan ucapan Belleza.
"Dia sangat baik Eve. Karena itu kami akan menitipkan dia padamu," terang Melissa menatap Eve tersenyum.
Eve mencoba tersenyum simpul sembari menatap Belleza yang sedang sibuk menyiapkan kudapan. Sebagai tamu, bagaimapun juga ia tak boleh bersikap seperti itu pada sang pemilik rumah.
"Jangan repot, Belleza. Aku dan Melissa akan segera kembali. Banyak tugas yang tertunda, tapi kami harus segera menyelamatkan Eve," seru Robert.
"Aku tidak repot, Rob. Aku hanya ingin kalian mencicipi kudapan buatanku. Ah... ini adalah pie selai madu. Kalian pasti akan ketagihan dengan rasa madunya," seru Belleza bersemangat.
Melissa mengendikkan bahu seraya menatap Robert. Ia lantas tersenyum mendapat tawaran baik dari Belleza. Meskipun merasa aneh ketika melihat selai madu di atas pie tersebut berwarna kehitaman.
"Kau juga, kau bisa mencobanya," katanya seraya menatap Eve antusias. Gadis werewolf itu masih terlihat sungkan, sementara Robert dan Melissa sudah mulai mencoba.
"B-baik.T-tentu saja."
Eve pasrah. Ia akhirnya mengambil sepotong kudapan berbentuk aneh tersebut dari atas piring yang juga berbentuk aneh, segienam dengan pinggiran yang tajam.
Belleza terlihat sangat ramah dan menakutkan dalam waktu bersamaan pada kesan pertama bagi Eve. Dia ramah, tapi terlalu bersemangat. Entahlah pikiran Eve masih belum bisa menduga dengan baik wanita yang akan jadi 'penjaga' dirinya selanjutnya ini.
"Kau bilang ini madu kan?"
Belleza mengangguk antusias. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya ke arah Robert yang terlihat sangat menderita dengan apa yang ada di mulutnya.
"Kenapa rasanya tidak manis?" tanya Robert heran.
Melissa mengangguk setuju. Ia ingin protes, namun berusaha menahan diri sembari terus mencari celah mana pada kudapan ini yang terasa seperti madu. Sementara Eve terlihat susah payah untuk mengunyahnya.
"Oh ya?" Raut wajah Belleza berubah heran seketika.
"Seharusnya setiap lebah mengandung madu bukan?"
Eve, Robert, dan Melissa mengangguk serempak. Saat ini mereka sungguh ingin menegak sesuatu. Setidaknya air putih.
"Benar kan. Padahal aku sudah bersusah payah menghancurkan lebah-lebah itu untuk mengolesi pie ini. Aku ingat sekali perut mereka semua sangat besar!"
"WHAT???"
***
Bersambung.