Eve terbangun dengan wajah pucat pasi dan berkeringat dingin. Melissa memberinya segelas air putih. Dan Eve meminumnya dengan penuh tanya. 'Mengapa Melissa dan Robert tiba-tiba di sini? Mungkinkah mereka tahu apa yang aku alami tadi?' batinnya.
"Kau baik-baik saja, Eve?" Melissa bertanya. Menatap lekat wajah pucat di depannya.
Eve mengangguk ragu. Ia tentu tidak sedang baik-baik saja. Hampir tiap malam ia bermimpi tentang hal yang sama. Yakni gerombolan serigala yang tiba-tiba menyerangnya, kemudian diakhiri dengan lenguhan menyedihkan yang meminta pertolongannya. Selalu berulang seperti itu.
Melissa menatap Robert yang duduk di kursi meja rias. Pria itu menyilangkan kedua tangan di atas perut sembari menatap serius pada Eve. Karena ia tahu Eve sedang berbohong.
"Kami mendengar semuanya," kata Robert memulai pembicaraan.
"Iya, Eve. Kau tak perlu berpura-pura baik-baik saja," tambah Melissa. Namun ia mencoba bersikap lembut seperti biasa.
Eve mengangkat wajah yang tadi tertunduk. Ia tertangkap basah telah berbohong. Namun ia punya alasan sendiri mengenai hal itu.
"Maaf. Aku hanya tak ingin membuat kalian khawatir," kata Eve apa adanya.
Melissa menghembuskan nafas perlahan. Kemudian mengusap punggung Eve yang ramping. Tulang-tulangnya terasa kokoh dan kuat. Tentu saja, ia berbeda dari dirinya dan Robert.
"Justru kami jadi lebih khawatir jika kau menyembunyikan semuanya, sayang," tukas Melissa.
Eve tak bergeming. Ia paham perasaan kecewa Melissa dan Robert. Namun mereka tentu tak paham apa yang ia rasakan. Gejolak yang tiba-tiba dan membuatnya harus menerima semua, yang kata Noah dan mereka adalah takdir.
"Jadi... maukah kau menceritakan semuanya Eve?" Robert mengambil sikap cepat. Ia tak bisa berlama-lama melihat suasana mellow di hadapan.
Eve mengangkat wajah perlahan. Mengambil nefas sebentar, kemudian mulai menceritakan semua mimpi yang ia alami. Bahkan sejak kejadian di hutan forks beberapa bulan lalu, saat Jack ingin mengajaknya berkencan. Entah bagaimana keadaan Jack sekarang. Eve tak punya waktu untuk memikirkannya.
"Ini sudah waktunya, Eve. Takdir yang menunggumu selama ini telah tiba," kata Robert. Suaranya mengubah suasana menjadi tegang.
Eve mengusap wajah yang tadinya penuh peluh. Ia belum benar-benar siap dengan 'takdir' yang dimaksud mereka semua. Bahkan melihat wujud serigalanya pun ia belum pernah. Yang bisa ia rasakan saat ini hanyalah ketakutan. Sebuah rasa takut yang selalu ia coba sembunyikan dari Robert dan Melissa.
"Apa aku tidak memiliki kemungkinan untuk menghindar dari takdir yang kalian maksud?"
Robert menggeleng lemah dengan tatapan nanar padanya. Sementara Melissa mengusap kembali pundak Eve.
Eve tersenyum menyeriangai. "Tidakkah aku bisa jadi manusia biasa seperti kalian? Seperti Daddy saja?" Ia merasa putus asa.
"Tidak, Eve. Takdirmu adalah menjadi seorang manusia serigala seperti ibumu. Dan kau seorang Luna," tukas Robert.
"Luna?" Sebutan itu baru pertama kali Eve dengar.
"Iya, kau adalah seorang Luna yang ditakdirkan untuk menjadi mate seorang Alpha. Namun kau adalah seorang Luna yang terpilih," jelas Robert.
"Maksudnya?" Eve menelengkan kepala. Ia sungguh belum bisa mencerna semua yang Robert utarakan.
Robert mengembuskan nafas perlahan. Ia harus memberitahu Eve semuanya. Mungkin itu adalah cara baginya untuk benar-benar bisa memikirkan dirinya sendiri. Dan tak lagi kehilangan arah dan harapan hidup, karena ia tak memiliki siapa-siapa lagi di dunia ini.
"Bukan hanya satu Alpha, melainkan seluruh Alpha akan berkeinginan untuk menjadikanmu seorang mate mereka!"
Eve membuka sedikit mulut tak percaya. "Jadi... selama ini... maksud dari mimpi yang kualami adalah itu?" ujarnya.
Robert dan Melissa mengangguk kompak sembari menatap Eve dengan tatapan entah.
"Mimpi yang terus menerus berulang itu seolah memberitahukan kepadamu jika takdirmu telah tiba, Eve. Oleh karena itu aku dan Melissa hari ini berani mengungkapkan semuanya padamu."
"Kau harus mengetahui semuanya. Kau tak akan bisa lari dari takdirmu," tegas Robert.
Eve menggeleng tak percaya. Ia merasa entah. Ia tak frustasi mendengarnya. Namun semua ini terasa aneh. Selama ini ia hanya merasa hidupnya sebagai manusia biasa adalah yang terbaik. Menjadi bayi, anak-anak, remaja, kemudian dewasa, lantas menikah, memiliki anak, kemudian meninggal dalam usia renta seperti Noah. Sesederhana itu. Meski ia tak pernah tahu jika ia telah mengulang masa remaja beberapa kali dengan teman-teman dan di tempat-tempat yang berbeda.
Tak ada lagi yang diungkapkan Robert dan Melissa. Mereka telah mempersiapkan semua keperluan yang dibutuhkan Eve. Mau tidak mau Eve harus mereka bawa ke hutan forks.
Namun sebelum itu, mereka ditugaskan untuk mengurus suatu hal oleh pimpinan Half Moon Pack, sebuah pack dengan kelompok sedang. Robert dan Melissa harus keluar kota sekitar tiga hari ke depan. Jadi Eve harus seorang diri untuk sementara waktu.
Eve merasa bosan tinggal sendiri di dalam rumah tersebut. Dia ingin melakukan sesuatu. Namun apa, ia tak tahu. Oleh karena itu ia memilih keluar untuk berjalan-jalan sebentar di sekitar kompleks perumahan yang ditempati Robert dan Mellissa.
Eve mengenakan mantel hijau gelap yang diberikan Melissa beberapa hari lalu saat mereka pergi berlatih ke hutan. Lantas melilitkan syal tebal di leher hingga menutup bibirnya. Sementara rambut kemerahannya dibiar tergerai tertiup angin musim gugur.
Eve berjalan mengikuti jalan setapak kompleks tanpa tahu arah tujuannya. Hingga ia tak sadar telah jauh dari rumah pasangan itu. Jalan setapak yang tadinya sangat lengang tanpa ada seorang pun yang melintas, kecuali mobil, perlahan berubah menjadi jalanan utama dengan lalu lalang manusia yang cukup banyak.
Eve sadar jika saat ini ia berada di jalan raya. Namun tak menyadari langkahnya yang begitu jauh dari rumah Robert dan Melissa.
"Apa aku perlu duduk dan beristirahat sebentar?" gumamnya saat melihat sebuah taman kecil dengan deretan kursi panjang.
Eve memutuskan duduk si salah satu kursi panjang. Setelah duduk ia baru merasakan pegal di kedua kakinya. "Apa aku berjalan terlalu jauh?" gumamnya lagi.
Eve lantas memijat-mijat betis yang terasa pegal. Hingga tanpa ia sadari ada sepasang Rogue yang telah mengintainya sejak berjalan beberapa saat yang lalu. Mereka bisa mencium feromon Eve yang tak meminum ramuan penghilang feromon. Tentu saja, mana mungkin Eve memperhatikan hal tersebut.
Sebagai Luna yang 'terkutuk', feromonnya benar-benar bisa diendus oleh werewolf manapun. Dan akan menjadi semakin kuat jika ia bertemu dengan seorang Alpha. Sebab feromon yang keluar dari dalam tubuh Eve berbeda dengan Luna lainnya.
Kedua Rogue itu saling bersitatap. Mereka sudah siap untuk menangkap Eve dan menjadikannya sandera.
"Hey! Siapa kalian?"
"Lepaskan! Lepaskan aku!" Eve meronta ketika kedua lengannya tiba-tiba dicengkeram mereka.
Eve yang sedang kesakitan pada betis kakinya tak berdaya untuk melawan ketika salah satu dari mereka mengangkat tubuhnya ke atas. Menggendongnya dengan sebelah tangan tanpa beban walaupun Eve terus mencoba meronta.
***
Bersambung.