Chereads / The Choosen Luna / Chapter 9 - Igauan Eve

Chapter 9 - Igauan Eve

Beta Sammy awalnya berjalan cepat menuju ruangan Alpha Adam yang letaknya lumayan jauh dari benteng. Namun ia memutuskan untuk merubah wujud manusianya menjadi wujud serigala. Supaya memudahkan dirinya sampai ke tempat tujuan. Para pelayan tadi dan beberapa warior yang membersamainya pun mengikuti pilihan Sammy.

Sesampai di ruangan Alpha Adam, Sammy kembali terperanjat, karena Alpha Adam mengeluarkan erangan kesakitan yang memilukan. Namun ia tak sadarkan diri, kedua netranya masih terpejam seperti keadaannya selama ini. Hanya erangan memilukan itu saja yang terdengar.

"Apa ramuan penghilang rasa sakit itu tidak berfungsi lagi?" gumam Beta Sammy setelah cukup memerhatikan apa yang terjadi pada pemimpinnya tersebut.

"Sammy... Sammy...." Samar tapi pasti. Alpha memanggil Beta Sammy yang berada di samping.

"Alpha Adam? Apakah kau sadar? Apakah kau bisa mendengar suaraku?" Sammy mendekatkan wajahnya ke wajah Alpha Adam yang terlihat masih sangar, meskipun bertahun-tahun dalam keadaan sakit.

"Ekkhhh...." Alpha Adam mengerang lagi. Sekujur tubuhnya terasa begitu ngilu dan retak.

"Luna...," desisnya pelan di tengah erangan.

"Luna?" lirih Sammy. 'Apa aku tak salah dengar?' batinnya.

Untuk pertama kalinya setelah dikhianati, Alpha Adam menyebut kata yang paling ia benci itu. Bahkan ia melarang seluruh penghuni istana dan rakyatnya untuk menyebut kata 'Luna' saking benci pada sosok wanita yang telah meninggalkannya. Menjadikan hidupnya memburuk dari hari ke hari.

"Lunaku... temukan dia," ucapnya lemah. Namun kedua netranya masih terpejam. Karena efek ramuan penghilang rasa sakit itu memang membuatnya tak bisa merasakan keadaan sekitar. Seperti seorang putri tidur.

Beta Sammy tertegun sejenak. Dia masih belum bisa berpikir jernih. Alpha Adam memintanya menemukan seorang Luna. Namun ia masih belum bisa menyimpulkan apakah Alpha Adam mengatakan hal tersebut dalam keadaan nyata atau hanya dalam halusinasi semata.

"Tuan... apakah tuan Adam ingin saya mencari seorang Luna?"

Sammy ingin memastikan. Jika Adam menjawab, maka ia tidak berhalusinasi. Namun jika hening yang ia dapati, maka Adam hanya berhalusinasi.

Namun tak disangka, Adam mengangguk dengan pelan dan penuh kelemahan. Sammy terperanjat. Mengapa hal seperti bisa terjadi.

"Ada apa Sam? Apa yang terjadi pada Alpha Adam?" tanya White Oracle saat Sammy memilih kembali ke benteng kastil setelah menemui Adam.

Sammy menghembuskan nafasnya perlahan. Pikiran logisnya belum menyatu. "Tuan Adam memintaku mencari seorang Luna," jawabnya seadanya.

"Luna? B-bagaimana bisa?" Bukan hanya Sammy, White Oracle pun sangat terkejut mendengar kabar itu.

"Apakah Alpha Adam telah sadar dari kondisinya?"

Sammy menggeleng pelan. Semangatnya terasa lemah. Baru kali ini ia ingin menolak perintah sang Alpha. Karena hanya dia seorang yang tahu bagaimana keadaan tuannya saat mate-nya tiba-tiba pergi begitu saja. Meninggalkan kebencian seluruh rakyat The Lunar Pack.

"Apa yang harus kulakukan White? Bahkan aku tak tahu Luna seperti apa yang dia inginkan?"

Tidak seperti Sammy. Keterkejutan White Oracle bukan lah karena Adam menginginkan seorang Luna. Melainkan karena ramalan tentang Luna yang terpilih itu terasa begitu dekat baginya. Bahkan ia mulai bersemangat.

"Tentu saja kau harus mematuhi perintahnya, Sam!" seru White Oracle menggebu.

Sammy menengadahkan wajah ke arah benteng tinggi kokoh itu. Ia tak bisa melihat penampakan asli White Oracle. Sehingga hanya bebatuan marmer yang mampu ia ajak bicara.

"Seandainya kau bisa keluar dari benteng itu dan kita bertukar tugas, aku lebih baik melakukannya, White."

"Aku tahu perasaanmu dan perasaan seluruh rakyat the Lunar Pack. Tapi... ini demi Alpha Adam. Kau tak bisa terus menerus memberinya ramuan pengilang rasa sakit," tukas White Oracle emosional.

Sammy mendecak lidah. Lantas pergi meninggalkan benteng kastil itu. Ia tak peduli dengan ucapan sang penjaga benteng. Perasaannya bimbang. Bahkan terkesan sama emosionalnya dengan White Oracle. Namun ia masih belum bisa menerima keputusan tuannya dengan baik. Kebencian sudah tertanam kuat dalam benaknya.

***

Beberapa hari setelah kejadian di hutan itu, Robert dan Melissa jadi lebih memperketat penjagaan mereka pada Eve. Sementara Eve sendiri masih berusaha bersikap baik-baik saja. Walau kesedihan yang kemarin ia alami sudah tidak separah beberapa waktu lalu.

Robert dan Melissa sudah tak berniat untuk melatih kekuatan Eve di hutan lagi. Mereka mencoba memikirkan sesuatu yang lain.

"Apa kita perlu membawa Eve ke hutan forks? Dimana seharusnya dia berada," ajukan Melissa. Karena Eve memang tak semestinya berlama-lama di tempat mereka. Hal tersebut bisa membahayakannya.

Robert belum bergeming. Ia memijit kening. Mencoba berpikir mengenai usul Melissa.

"Sayang? Eve harus dilatih oleh seseorang sepadan dengannya," kata Melissa lagi.

Robert menoleh pada istrinya, "ya... kau benar sayang. Hanya saja aku masih memikirkan kepada siapa nantinya ia bisa dipercayakan. Aku takut ketika seseorang tahu mengenai asal usulnya, hal itu malah lebih membuat Eve tidak aman."

"Hufft... kau ada benarnya," keluh Melissa.

"Bukan karena tak ingin menjaga Eve lagi. Namun aku sadar bagaimana kapasitas kita yang hanya manusia biasa. Tak memiliki kekuatan seperti para werewolf," tambahnya.

"Aku paham perasaanmu, sayang. Aku tahu bagaimana kau sangat menyayangi Eve," tukas Robert lantas mengusap lembut punggung tangan istrinya.

Mereka saling menatap sendu untuk beberapa saat. Menenggelamkan pikiran yang sama. Namun mendadak aktivitas mereka terhenti oleh dering telepon rumah yang terletak di ruang tengah. Sementara mereka sedang berada di halaman belakang.

"Biar aku yang mengangkatnya," seru Robert meninggalkan Melissa.

Sedangkan Melissa hanya memberi anggukan setuju pada sang suami. Ia lantas melangkah pelan menuju ruangan tempat Eve berada. Manusia werewolf yang sudah berusia puluhan tahun, bahkan lebih tua darinya itu selalu terlihat seperti seorang gadis belia nan cantik di matanya. Seorang gadis yang belum terjamah oleh kejamnya kehidupan.

Eve sedang tertidur. Dia tak banyak bicara semenjak kepergian Noah. Jika malam telah larut maka ia akan masuk ke ruangannya dan tertidur.

Melissa memperbaiki letak selimut Eve yang melorot ke kaki, menaikkannya hingga ke bawah leher gadis werewolf itu. Leher jenjang nan putih pucat Eve sangat menarik perhatian siapapun yang melihatnya. Melissa bisa menebak jika para Alpha melihatnya, maka mereka tak bisa menahan hasrat lagi pada Eve.

"Kau sangat cantik, Eve," puji Melissa tulus.

Setelah beberapa saat berada di ruangan Eve, Melissa berniat untuk beranjak dan menutup pintu ruangan tersebut. Namun sesuatu yang tak pernah ia tahu terjadi pada Eve. Sesuatu yang sama sekali tak pernah Eve ceritakan pada Melissa maupun Robert. Hanya Noah yang pernah mendengarnya.

"Tidak! Tidak! Jangan mendekat!"

"Pergi! Aku tidak mengenalmu! Jangan minta pertolonganku! Sssshhh... ssshhh...."

Eve terus berteriak dalam igauannya. Kedua netranya terpejam, namun kepalanya terus menggeleng dengan tegas dan cepat. Serta keringat dingin terus mengucur dari pelipis dan keningnya.

Melissa terkejut bukan main. Bahkan hampir tak bisa berkata-kata. Tubuh Eve menegang dan berubah dingin.

"Robert! Robert!" Melissa berlari dan berteriak mencari keberadaan suaminya.

"Ada apa sayang?"

Robert baru saja menutup telepon dan terkejut melihat sang istri yang terlihat sangat ketakutan.

***

Bersambung.