Eve sangat terkejut. Robert tak mungkin berbuat seperti ini padanya. Sehingga dengan kekuatan yang tersisa, Eve mencoba untuk terus melepaskan diri dari sekapan pria yang belum diketahui adalah siapa.
Namun sayang, semakin Eve mencoba untuk melepaskan diri, semakin kuat kedua tangan kekarnya menahan tubuh Eve. Entah apa yang diinginkan pria ini. Dalam situasi seperti ini, Eve kemudian memohon dan berdoa semoga pria ini tak berbuat macam-macam padanya.
Eve yang tak bisa melepaskan diri kini diseret pria itu menuju ke dalam hutan. Namun beruntung, Robert datang di saat yang tepat. Ia masih melihat bayangan Eve sebelum lenyap dibawa pria itu.
"Hey! Siapa kau?" seru Robert dengan suara lantang.
Ia lantas berlari mengejar Eve yang hanya mampu meronta-ronta, berharap bisa melepaskan diri.
"Arrrghhh... pengganggu!" rutuk pria tadi tanpa peduli kehadiran Robert. Ia terus saja menyeret tubuh Eve ke dalam hutan.
"Honey! Ada apa?" Melissa datang setelah mendengar teriakan Robert barusan.
"Eve diculik, Melissa. Kita harus segera mengejarnya!"
"Diculik? Oleh siapa?"
"Jangan bilang jika itu Rogue?" seru Melissa panik.
"Entahlah. Kuharap bukan," tukas Robert. Kedua netranya terus menatap awas pada bayangan hitam yang terlihat semakin dekat. Melissa pun mengikuti langkah suaminya untuk terus ikut mengejar.
Sementara itu, Eve mulai paham bagaimana harus menggagalkan rencana jahat pria ini. Dengan sekuat tenaga, ia berusaha menekan tungkai kaki di tanah. Agar langkah pria itu semakin berat untuk berlari menjauh dari kejaran Robert dan Melissa.
"Hey! Apa yang kau lakukan?" rutuk pria itu lagi. "Sialan!" umpatnya.
Langkahnya semakin berat. Beruntung tingginya hampir sama dengan tinggi Eve. Jadi itu cukup menguntungkan bagi Eve.
Tahu jika pria sedikit kewalahan, Eve tak membuang kesempatan itu untuk memukul perut pria tersebut dengan kedua sikunya. Hingga membuat pegangannya di leher Eve mengendor.
Bersamaan dengan itu, Robert dan Melissa tiba. Tanpa menunggu nanti, mereka lantas menyerang pria tadi. Sehingga berhasil membuatnya melepaskan Eve.
Robert terlibat perkelahian yang lumayan sengit dengannya. Sementara Melissa segera melindungi Eve. Tak butuh waktu lama, pria itu lari terbirit-birit kabur dari perkelahian bersama Robert.
"Siapa dia?" tanya Melissa langsung, setelah Robert datang menghampiri mereka.
"Pria jahat. Namun dia bukan Rogue, dan kita harus tetap waspada. Dunia luar ternyata masih cukup berbahaya untuk keselamatan Eve," seru Robert dengan suara masih terengah.
"Jadi bagaimana? Tidak mungkin kita akan melatih Eve di luar lagi. Akan berbahaya jika seperti ini," tukas Melissa. Wajahnya masih menapakkan kepanikan.
"Kita bisa pikirkan nanti. Sebaiknya sekarang kita bawa Eve pulang," kata Robert lantas meminta Eve dan Melissa untuk berjalan di depannya. Sementara ia di belakang. Mengawasi keadaan sekitar.
***
Leher Eve mengalami sedikit kemerahan akibat sekapan tangan kekar pria aneh tadi. Namun tidak begitu parah. Sehingga Melissa hanya mengoleskan sedikit salep untuk menghilangkan luka.
"Tidur lah, Eve," ucap Melissa seraya menatap Eve lembut.
"Terimakasih, Melissa," lirih Eve sedikit melengkungkan bibirnya.
Jiwa keibuan Melissa benar-benar membuat Eve merasa nyaman berada di rumah itu. Noah tak salah membiarkannya tinggal bersama mereka.
Wanita paruh baya yang hingga saat ini masih merindukan seorang anak itu melangkah keluar ke kamar miliknya dan Robert. Ia melihat suaminya kelihatan sedang berpikir tentang suatu hal. Melissa menduga jika ini mengenai Eve.
"Istirahat lah, sayang. Besok kita pikirkan semuanya lagi," tutur Melissa lantas melingkarkan tangannya ke pinggang Robert. Memeluk pria itu dari belakang.
Raut wajah Robert yang semula ditekuk tadi kini berubah tersenyum. Melissa selalu bisa membuatnya merasa tenang di tengah kegelisahan. Ia lantas berbalik dan balas memeluk kekasih hatinya itu.
"Bagaimana cara istrihat yang baik sayang?" rayu Robert. Tangannya mulai bergerak ke tubuh bagian atas Melissa.
"Sssshhh... sabarlah. Aku pasti akan memberitahumu," desis Melissa. Ia mulai membalas serangan suaminya.
***
Di pedalaman hutan forks, adalah sebuah pack yang dahulu sangat berkuasa di antara pack-pack lain di seluruh wilayah itu. Namun semenjak kejadian ratusan tahun silam... saat mate dari alpha mereka tiba-tiba menghilang entah kemana, membuat pack tersebut perlahan melemah. Dikarenakan pemimpin mereka juga tiba-tiba merasakan kesakitan tiada henti hingga hari ini.
Namun beruntung, walau semakin melemah, pack mereka masih berdiri tegak. Walau beberapa kali mengalami serangan dari pack lain yang memusuhi mereka. Itu semua karena kekuatan penjaga benteng kastil mereka yang tak kasat mata. Ia bisa menyerang musuh dari arah yang tak disangka-sangka.
"Bagaimana keadaan Alpha Adam Grey?"
Hanya suara yang terdengar. Seperti suara sorang wanita berusia cukup matang. Namun Beta Sammy tahu darimana asal suara itu. White Oracle. Ya, penjaga benteng the Lunar Pack sedang berbicara padanya.
"Kau masih berharap dia akan sembuh?" Beta Sammy malah balik bertanya.
"Aku masih percaya pada ramalan itu, Sammy. The Moon Goddess pasti akan mengirim seorang Luna terpilih untuk The Lunar Pack," jawabnya tegas.
Beta Sammy menyeringai. Sudah hampir dua ratus tahun ia menunggu. Namun hingga kini Luna yang diramalkan bisa mengembalikan kondisi Alpha mereka tak kunjung ada kabarnya. Kabar burung pun tak pernah ia dengar sekalipun.
"Sebentar lagi ramuan penenang rasa sakit Alpha Adam akan segera habis. Aku harus pergi ke puncak gunung untuk mencari untuknya lagi." Beta Sammy menyerah untuk membahas The Choosen Luna yang selalu dipercaya White Oracle.
"Huffft... kasihan sekali Alpha Adam. Seharusnya dia bisa berdiri bersama kita saat ini. Mencengkeram kekuasaan yang dulu selalu ia lakukan," ujar White Oracle mengenang masa lalu mereka ketika Alpha Adam belum menemukan mate-nya.
"Jangan bahas itu. Aku tidak bisa melupakan kebencianku pada Luna sialan itu," kesal Beta Sammy.
"Ah, maaf. Aku juga sangat membencinya."
Mereka lantas kembali ke dalam suasana hening seperti sebelum White Oracle menanyakan keadaan Alpha Adam tadi. Beta Sammy yang tenggelam dalam pikiran entahnya dan White Oracle yang selalu awas jika saja mereka kedatangan musuh.
"Beta Sammy! Beta Sammy!"
Dua orang pelayan berlari tergopoh ke arah Beta Sammy yang sedang duduk di balkon benteng kastil. Wajah keduanya menampakkan kecemasan.
Beta Sammy dan White Oracle sontak terkejut dengan teriakan mereka yang memang terdengar tidak terlalu keras. Seolah terdengar setengah berteriak.
"Ada apa? Mengapa kalian berteriak tidak karuan seperti ini?" tanya Beta Sammy. Wajahnya tampak menegang.
Begitupun dengan White Oracle yang semakin awas dengan sekitar. Khawatir jika dua pelayan itu melapor mengenai keberadaan musuh.
Dua pelayan itu mengatur nafas karena tersengal menaiki ratusan anak tangga menuju balkon benteng ini. Tempat kesukaan Alpha Adam sebelum mengidap sakit.
"Alpha Adam, Beta!" seru salah satu dari mereka.
Beta Sammy cukup terperangah. "Ada apa dengan Alpha Adam?"
***
Bersambung.