Robert Jackson tinggal bersama istrinya, Melissa Jackson. Pria paruh baya itu sontak segera meminta Noah dan Eve untuk segera masuk ke dalam rumah mereka. Mengingat langit di luar sana sudah hampir gelap. Awas dari segala sesuatu yang bisa membahayakan keselamatan Eve.
"Perjalanan tadi pasti sangat melelahkan. Kalian harus mencoba toast buatanku," ucap Melissa bersemangat. Langsung menyambut kedua tamunya dan meminta mereka ikut makan malam.
Wanita cantik dengan rambut pirang bergelombang itu sangat sibuk bolak balik dari meja dapur ke meja makan. Membawa bermacam jenis masakan dan cemilan untuk Noah dan Eve.
"Eve, aku sangat yakin kau pasti akan betah tinggal di sini. Melissa sangat hobi memasak dan mencoba resep baru. Selain itu rasanya juga selalu lezat," seru Robert yang juga terlihat bersemangat.
"Ah... jangan pikirkan perkataan Robert, dia suka berlebihan." Melissa menepis udara di hadapannya.
"Tapi benar, kau pasti akan betah tinggal di sini," sambungnya.
Eve mengulas senyum di wajah sembari memperhatikan tingkah pasangan suami istri yang belum dikaruniai keturunan itu. Semua pertanyaan yang tadi memenuhi pikirannya terlupakan sesaat.
'Mereka terlihat seperti pasangan yang menyenangkan,' batin Eve.
"Uhukkk... uhukkk."
Semua pasang mata yang ada di ruangan itu menoleh pada asal suara batuk barusan. Menjeda aktifitas mereka sejenak.
"Dad? Kau baik-baik saja?"
Eve cukup terkejut dan mendadak sangat khawatir. Noah memegang dadanya yang terasa sesak karena batuknya tiba-tiba tak bisa dihentikan.
"Apa kau ingin istirahat saja, Noah? Biar Melissa segera siapkan kamar sebentar."
Tanpa menunggu persetujuan Noah, Robert meminta Melissa bergegas menuju salah satu kamar kosong di lantai satu. Menyiapkan semua keperluan yang kira-kira akan dibutuhkan Noah ketika menempati ruangan itu.
"Jangan repot-repot, Robert. Aku baik-baik saja. Uhukkk... uhukkk." Noah bersusah payah mencegah Robert disela batuknya yang tak henti terdengar.
"Tidak. Ayo, lekas ke kamar."
Meskipun berusaha untuk menolak, tetap saja Noah tak bisa menghentikan Robert saat menuntunnya berjalan. Sementara Eve dengan penuh kecemasan mengikuti langkah mereka.
"Dad...." Eve meringis ketika tubuh yang sekarang dengan jelas terlihat lemah itu terbaring tak berdaya di atas ranjang.
Sesaat setelah Robert dan Melissa meminta Noah untuk meminum obat pereda batuk, pria tua itu sekarang memejamkan mata karena efek obat yang membuat ngantuk. Eve hanya menghabiskan sepotong toast buatan Melissa, keadaan Noah menyita seluruh perhatiannya.
"Eve...," ucap Melissa lembut. "Dia pasti akan baik-baik saja ketika terbangun besok, tenang ya," lanjutnya.
"Seumur hidup tinggal bersamanya, aku tak pernah melihatnya sakit," desis Eve.
Melissa mengusap punggung Eve dengan lembut, lantas tersenyum pada gadis belia itu. "Itu artinya dia tak ingin membuatmu khawatir, Eve. Dia ingin selalu memastikan kau baik-baik saja dan tak merepotkanmu," ucapnya.
Eve terdiam. Teringat bagaimana tadi ia sempat kesal pada Noah. Membuat penyesalan mengusik perasaannya.
"Eve, ada sesuatu yang perlu kau ketahui," ucap Robert tiba-tiba.
"Honey, apakah kau tidak terlalu terburu-buru?"
"Tidak, sayang. Eve harus segera mengetahuinya."
Mendengar jawaban Robert, Melissa lantas menatap Eve. Mengangguk pada Eve yang perlahan kembali mengingat kalimat Noah tentang pertanyaannya sebelum masuk ke dalam rumah ini.
"Tidakkah kau merasa aneh ketika Noah semakin hari semakin renta. Sementara dirimu seolah tetap terlihat muda seperti sekarang?"
Robert sengaja mengajukan pertanyaan yang setidaknya bisa membangkitkan sendiri ingatan yang ada di dalam kepala Eve. Selain untuk menghindari shock yang bisa saja membuatnya terkejut dengan identitas dirinya yang sebenarnya.
"Pardon me? Aku tak paham maksud dari pertanyaanmu, Robert." Kepala Eve mendadak berdenyut. Seperti ada sesuatu di dalam sana yang memberontak ingin keluar.
"Kurasa efek ramuan itu sangat kuat," celetuk Melissa.
"Bisa jadi. Tapi sepertinya semua terjadi karena Noah terlalu sering memberikannya," tukas Robert.
"Ramuan? Ramuan apa? Aku benar-benar tak paham maksud kalian. Bisakah kalian jelaskan dengan lebih detail?" Eve tak tahan lagi dengan denyut di kepalanya. Kini serasa semua berputar di sebuah lorong sempit.
Robert dan Melissa saling menatap. Sesungguhnya usia Eve lebih tua sepuluh tahun dari mereka. Saat pertama kali bertemu Noah saat itu, mereka baru saja menerima tugas sebagai watcher dari salah satu pack kecil di dalam hutan forks. The Archer pack.
Robert dan Melissa yang telah terpilih dengan mudah mengenali Eve yang terlihat berbeda dari spesies manusia lainnya. Namun segala gerak geriknya sama sekali tak menunjukkan bahwa ia adalah seorang manusia setengah serigala. Ternyata hal tersebut dikarenakan ramuan penghilang ingatan yang diberikan Noah padanya. Bahkan bukan hanya ingatan, Eve pun sampai tak bisa mengalami perubahan ke wujud serigala.
Hanya ada satu cara agar efek ramuan itu hilang, yaitu dengan menekan perasaan dan ingatan Eve sendiri. Dan ini lah yang saat ini sedang Robert dan Melissa coba lakukan. Mereka tak ingin jika Eve berspekulasi bahwa apa yang dikatakan mereka nanti hanya omong kosong baginya.
BAMMM.
Semua kenangan dan ingatan yang pernah ia lewati bersama Noah kemudian berputar dengan sendiri. Rumah-rumah yang pernah ia tinggali, sekolah-sekolah dan teman-teman sebayanya yang terus berganti. Noah semakin hari semakin renta, bahkan Eve melihatnya sakit seperti sekarang. Namun semua kembali seolah baik-baik saja dan ia mengulang semua kejadian yang sama di tempat-tempat berbeda. Tubuhnya sama sekali tak berubah. Tetap sama dan tak pernah mengalami tanda-tanda penuaan seperti yang dialami Noah.
"Apakah kau sudah mengingat semuanya sekarang?" Robert memastikan setelah Melissa membaringkan tubuh Eve yang kesakitan di sofa.
"Sabarlah, sayang. Tunggu dia sadar sepenuhnya," peringat Melissa. Dia tak sanggup mendengar erangan Eve lagi. Kedengarannya sungguh sangat memilukan.
Robert mengusap wajah. Eve harus segera diselamatkan dan segera mendapatkan perlindungan. Jika tidak, ia sangat khawatir jika feromonnya akan terhendus Rogue jahat yang bisa saja berkeliaran di dekat daerah sana.
"Eve?" Melissa menggenggam tangan Eve yang seketika mencengkeram lengannya.
"S-sebenarnya siapa aku Melissa?" tutur Eve menatap nanar bergantian ke arah Robert dan Melissa.
"Kau harus siap dengan semua ini, Eve. Kau harus kuat dengan garis takdir di tanganmu," tukas Melissa.
Eve mencoba duduk meskipun kepalanya masih terasa berdenyut. "Katakan padaku, takdir apa yang sebenarnya kumiliki?" pacunya. Eve sudah tidak tahan dengan teka teki yang seolah sedang dipermainkan di depan matanya.
Robert menghela nafas perlahan, lantas menatap Eve dengan seksama. "Kau bukan manusia biasa, Eve. Kau tidak sama seperti ayahmu. Kau adalah seorang manusia setengah serigala!" tegas Robert.
"S-serigala?"
Eve tercengang. Bahkan satu cakar dan taring pun tak pernah ia temukan di dalam tubuhnya. Bagaimana ia bisa menjadi manusia serigala.
Robert dan Melissa mengangguk bersamaan. Tugas pertama mereka telah selesai dengan baik. Setidaknya Eve tak merasa shock berlebihan karena baru mengetahui fakta tentang dirinya.
"Lalu apa yang harus kulakukan sekarang? Apa yang akan terjadi denganku?"
***
Bersambung.