Mendengar jawaban laki-laki itu, Ayman pun bingung. 'Tadi bilangnya Fauzi, sekarang kok Arhan?' batin Ayman. Emang bener-bener dah ini orang.
"Lah? Tadi Mas bilang namanya Fauzi, kenapa sekarang jadi Arhan?" tanya Ayman gregetan.
Namun, laki-laki itu hanya tersenyum. Ingin rasanya Ayman pergi ke kandang kuda dan melemparkan semua kuda yang ada di sana ke laki-laki tersebut sampai tewas di tempat.
Hilmi yang sedari tadi tidak tahu apapun hanya bisa melongo melihat kedua orang di depannya. Wajah Ayman yang sudah malas dan tidak ingin basa-basi lagi pun langsung meninggalkan mereka untuk kembali bekerja.
"Jadi yang bener namanya siapa, Mas? tanya Hilmi yang masih penasaran.
"Saipul!" kesal Ayman dari kejauhan.
Laki-laki itu tertawa tanpa beban. Entah kenapa, Hilmi memerhatikan gerak-geriknya seperti orang yang hilang akal. Dari gaya tertawanya pun sangat berbeda dari orang biasa.
"Satu tambah satu berapa, Mas?" Hilmi mengetes kejiwaan laki-laki itu.
"Dua," jawabnya datar.
'Oke, masih waras ini orang,' batin Hilmi seraya mengangguk kecil.
Laki-laki itu pun bertanya tentang tugasnya di sini. Hilmi bingung ingin menjawab apa, dan akhirnya dia menyerahkannya pada Ayman.
Ayman menugaskan laki-laki itu untuk membantunya di bagian pembuatan adonan.
Dengan penuh semangat seperti anak sekolahan yang baru saja mendengar bunyi bel pulang sekolah, laki-laki itu menghampiri Ayman. Membuka karung berisi terigu berprotein sedang, lalu memasukkannya ke dalam mikser.
Ketika mikser donat itu dinyalakan, suaranya pun terdengar oleh karyawan, meskipun tidak terlalu bising memang.
Karena melihat Ayman yang sudah kembali bekerja, satu per satu karyawan yang sedang istirahat pun berdatangan ke dapur untuk melanjutkan tugasnya masing-masing.
Nadira memantau dari kejauhan, memang luar biasa karyawan di sini. Tidak heran jika toko ini sukses dan terkenal, karyawannya saja sangat bertanggungjawab dan pekerja keras.
Tak lama, pak Bos pun datang dan kembali membantu karyawan-karyawan kesayangannya itu. Tak terkecuali Nadira, sebagai asisten manager, dia juga sangat patut diteladani.
Beberapa jam telah berlalu, kini donat yang sudah terkumpul sekitar 6000 donat. Masih tersisa 4000 donat lagi yang belum dibuat.
Ternyata, semua berjalan lebih cepat dari yang diperkirakan. Mengetahui hanya tersisa 4000 donat lagi, senyum kebahagiaan sekaligus rasa lega pun menyelimuti semua karyawan.
Bos yang sudah terlalu lelah bekerja, izin pergi ke atas untuk beristirahat.
"Kalian lanjut kerja, ya! Saya istirahat dulu sebentar, encok nih pinggang lama-lama, aduh." Pak Bos langsung meninggalkan dapur seraya memegang pinggangnya yang sudah berumur itu.
Demi menjaga stamina, salah satu karyawan mengusulkan agar semua karyawan bekerja dengan santai. Sudah tinggal sedikit lagi untuk mencapai target, pikirnya.
Nadira si pengambil keputusan lalu menyetujuinya. Dia juga sudah lelah dan tak sanggup lagi rasanya untuk bekerja dalam tempo yang cepat.
Perlahan tapi pasti. Mulai dari pembuat adonan, pencetak adonan, sampai bagian penggorengan mulai bekerja dengan santai. Ada yang sambil bergurau untuk melepas lelah selama menjalankan misi yang sangat membagongkan ini.
"Jon! Tau gak apa bedanya donat bomboloni sama kamu?" tanya Tata yang sedang memipihkan satu kilo adonan donat.
Tanpa melirik teman di sampingnya itu, Jono membalas, "Sama-sama manis." Senyum Jono hingga giginya terlihat.
"Yeh ... perbedaan, dodol!"
"Emang apa, Beb?"
"Sama sama botak!" Tata tertawa puas diiringi dengan tawa teman-teman di sekitarnya.
Jono melirik Tata dengan sinis. "Itu juga persamaan, Ta!"
Tata meledek dengan lidahnya yang menjulur ke arah Jono.
Buk! Buk! Buk!
Ayman memukul-mukul miksernya.
"Kenapa, Man?" tanya Nadira dari kejauhan.
"Rusak, Mbak! Miksernya gak jalan!" jawab Ayman seraya mengelap keringat dari dahinya.
Nadira pun panik. "Semua miksernya, Man?"
"Cuma satu, sih, Mbak!"
Untung saja hanya satu mikser yang bermasalah, jika semuanya, gawat urusannya. Setelah dicek, ternyata memang mesinnya yang rusak.
Jika satu mesin bisa menguleni hingga 1 kilo adonan, berarti satu mikser saja sudah sangat berarti. Nadira pun dengan segera memamggil tukang servis. Namun, tukang servis yang Nadira hubungi sedang liburan di Bali bersama pujaan hati.
Nadira menepuk jidatnya. Entah apa yang harus dia lakukan di tengah kondisi seperti ini.
Hingga tiba-tiba, laki-laki aneh yang menjadi karyawan sementara mulai mendekati mikser yang rusak itu. "Mbak, saya bantu benerin, boleh?" tawarnya.
Dengan penuh kepercayaan sekaligus karena kepepet, Nadira pun mengizinkannya.
Dengan peralatan seadanya, Fauzi atau Arhan, ya siapalah itu namanya, dengan cekatan memeriksa kerusakan pada mikser itu.
"Mbak!" teriak Rara layaknya toa masjid hingga membuat semua karyawan menoleh ke arahnya.
"Kenapa, sih, Ra? Santai aja kali, kayak abis ngeliat kudanil makan orang aja," balas Nadira.
"Ini lebih bikin kaget, Mbak!"
"Iya, iya ... kenapa?"
"Donatnya salah topping," ucap Rara pelan dan lemas.
Nadira berusaha untuk tetap tenang dan santai. "Emang berapa donat yang salah topping?"
Rara menunjukkan jari telunjuk dan tengahnya dengan cepat.
"Oh, cuma dua. Gapapa, nanti buat cemilan aja."
"Dua ribu, Mbak!" ucap Rara.
"Hah!"
Semua karyawan yang sedari tadi mendengar dialog mereka berdua pun langsung panik. Bagaimana bisa donat sebanyak itu salah dikasih topping?
Karena masih tak percaya, Nadira segera merebut buku catatan yang dipegang Rara. Terlihat jelas bahwa pelanggan tidak memesan donat yang diberi topping coklat dan kacang. Sangat disayangkan, bagaimana bisa mereka begitu ceroboh?
Nadira pun pusing tujuh keliling. Mikser yang rusak, ditambah lagi ada dua ribu donat yang salah topping. Ingin menyerah saja rasanya.
Karena terlalu lelah dan banyak pikiran, tak terasa air mata Nadira menetes. Semua karyawan yang biasanya melihat Nadira tegas, penuh ambisi, dan kuat, kini hanya bisa memandanginya dalam diam.
Hilmi yang selalu berpikir positif dan tidak mudah loyo, bangun dari tempat duduknya dan menghampiri Nadira.
"Gapapa, Mbak. Kita udah berusaha semaksimal mungkin. Terusin aja, ya. Masalah mencapai target atau enggaknya, pasti pelanggan akan apresiasi usaha kita, kok," ucap Hilmi dengan bijak.
Nadira menarik napasnya panjang, lalu menghembuskannya dengan perlahan. 'Ayo, Nad. Demi Mamah, kamu pasti bisa," batin Nadira.
Wanita imut itu berterima kasih pada Hilmi. Dia mengatur ulang strategi dan menyuruh karyawan agar bekerja lebih keras lagi. Ayman sebagai pimpinan dapur, membangkitkan semangat para karyawan dengan yel-yel ngaconya.
"Semangat pejuang donat! Tetap semangat dan optimis sepanjang hari! Marilah kita bikin donat, bersama Ayman yang manis ini!"
"Huuuuuuuu!" Semua karyawan mengejeknya seraya menunjukkan ibu jari yang diputar terbalik.
Ayman berhasil mencairkan suasana. Tampak senyuman kecil mulai terlukis di bibir Nadira. Diam-diam Hilmi memandanginya, tak tersadar dia pun ikut tersenyum. Senyuman Nadira begitu tulus, selain manis dan menyejukkan hati, aura positif selalu terpancar dari wajah cerahnya.
Tok! Tok! Tok!
Terdengar suara pintu dapur yang diketuk dengan sangat keras. Hal itu membuat suasana dapur yang tadinya riuh menjadi sangat tenang.
Ada apa di baliknya? Siapa yang berani-beraninya mengetuk pintu dapur sekeras itu?