"Palingan pak Bos," ucap Ayman dengan entengnya.
Nadira menatap serius bola mata Ayman. "Kurang kerjaan banget. Buka pintunya, Man," perintah Nadira.
Ayman melebarkan bibirnya yang terbungkam. Kalo orang lain bisa, kenapa harus saya? Pikirnya. Karena tak mau Nadira mengamuk, Ayman pun langsung berjalan menuju pintu dapur.
Ketika membuka pintunya, Ayman menelan air liurnya. Betapa terkejutnya dia ketika melihat dua orang laki-laki bertubuh kekar dengan kaos oblong berwarna hitam. Wajah yang sangar semakin membuat jantung Ayman tak berhenti berdetak. Iyalah, kalo berhenti mati, dong.
"Ma–maaf, kalian siapa?" tanya Ayman dengan sedikit gugup.
Dua orang berbadan kekar itu bertatapan satu sama lain, nampak seperti saling melempar pertanyaan dari Ayman.
Akhirnya, salah satu dari mereka pun mengalah. "Jadi, kami ke sini mau nagih hutang!"
Mendengar kata pria itu, Ayman terkejut. Mana mungkin toko donat ini berhutang? Apalagi dengan rentenir. Tetap berpikir positif, Ayman beranggapan bahwa salah satu karyawan di sini yang punya hutang pribadi. Bukan toko ini.
"Kalo boleh tau, siapa yang punya hutang, Om?" tanya Ayman.
"Om? Kamu pikir saya om kamu?" marah pria yang tadi.
Ayman menelan ludahnya dengan ekspresi wajah yang gurih sekali untuk dipukul. "Te–terus saya harus panggil apa?"
"Bang Togar!" jawabnya bangga sambil meletakkan kedua tangannya ke samping pinggang.
"Kalo saya Bang Popoy," jawab temannya tak kalah gagah.
Ayman menahan tawa saat bang Popoy menyebutkan namanya. Badan kekar dan tegap, wajah sangar berkumis, terlalu ganas untuk nama Popoy yang terkesan letoy. Wakakakak
"Yeh ... ngejawab aja, Bambang! Kan aku yang ditanya," marah bang Togar.
"Nama aku bukan Bambang, Mas Togar," balasnya sambil merengek dan menghentakkan kedua kakinya seakan merajuk.
Ayman tak kuat menahan tawanya yang akhirnya lepas juga. Tatapan bang Togar dan bang Popoy langsung mengarah ke Ayman. Tak terima jika ditertawakan seperti itu.
"Kenapa, kau? tanya bang Togar seperti ngajak bergelut.
"Lucu, hehe."
"Lucu?"
Ayman mengangguk.
Bang Togar dan bang Popoy kompak menatap Ayman dengan sangat serius dan perlahan melotot. Hal itu membuat kaki Ayman sedikit bergetar.
"Gak jadi lucuuuu," ucap Ayman dengan nada melengking sambil menggelengkan kepalanya, kemudian dilanjut berlari ke arah Nadira.
Melihat Ayman ngibrit seperti itu, Nadira pun merasa heran. "Kenapa sih, Man?" tanyanya.
"Ada rentenir, Mbak," bisik Ayman.
Nadira melebarkan bola matanya. "Ah, ngaco!"
"Yeh ... kalo gak percaya coba liat sana."
Ketika mendengar itu, Nadira bergegas pergi ke pintu dapur. Benar saja, dua orang pria itu membuat Nadira menelan air liurnya.
"Cantiknya," kata bang Popoy.
"Ahhh Elu, Poy! Giliran cewek cantik aja langsung meleleh," sinis bang Togar yang dilanjut dengan menyodorkan tangan kanannya.
"Kenalin, Bang Togar, pria tertampan di dunia," ucapnya sambil tersenyum sampai giginya terlihat.
Nadira yang merasa jijik langsung menelan air liur untuk yang kedua kalinya. Karena tak ingin basa-basi yang pastinya akan membuang waktu, dia pun bertanya kepada dua pria itu.
"Kalian berdua mau nagih hutang siapa?"
"Pak Sumanto!" jawab bang Togar.
Pak Sumanto? Sepengetahuan Nadira tidak ada yang namanya Sumanto di toko ini. Dengan muka masamnya, Nadira bertanya lagi, "Pak Sumanto tuh siapa?"
Bang Togar melirik bang Popoy yang memegang buku daftarnya. "Siapa, Poy?"
Sontak bang Popoy pun langsung mencari nama Pak Sumanto.
"Ini, pak Sumanto yang kumisnya cuma setengah doang, suka makan bubur ayam diaduk, warna kesukaannya pink, tinggal di jalan Duren Manis." Bang Popoy melirik ke arah Nadira.
"Semanis kamu," ucapnya tersipu malu.
Nadira tersenyum jijik. Untungnya gak sampe muntah.
"Kau nyatet sedetail itu, Poy?" tanya bang Togar heran dengan kelakuan temannya yang satu ini.
"Iya, Bang."
Dengan segala kekesalannya, bang Togar meng-kepret bang Popoy. "Pantesan buku catetannya cepet abis."
Bang Popoy hanya bisa tersenyum menyadari tingkahnya yang menurut orang lain aneh.
Padahal, dia hanya ingin menulis dengan detail agar mudah untuk mencari si tukang ngutang yang kadang tidak tahu diri. (Jangan ditiru ya ges ya, wkwk)
"Gak ada. Di sini gak ada yang namanya pak Sumanto," ucap Nadira dengan nada judes.
Nadira langsung pergi meninggalkan kedua orang itu, merasa seperti dibuang-buang waktunya.
Bang Togar dan bang Popoy pun hanya bisa mematung sambil meratapi nasib. Sudah susah-susah mencari pak Sumanto, dicuekin pula sama si Nadira. Yang sabar ya, Bang. Hidup memang tak selamanya indah. Eaa
Bukannya ikutan pergi, bang Togar dan bang Popoy justru mengintip ke dalam dapur. Melihat tumpukan donat dan proses pembuatannya, serta mencium aroma khas donat yang enak, membuat perut mereka keroncongan.
Ayman melihat kelakuan dua pria yang sedang mengintip itu. Dengan bibir tertutup rapat menahan tawa, dia mencolek lengan Nadira, lalu menunjuk ke arah bang Togar dan bang Popoy dengan matanya yang mempesona.
Nadira mulai melirik ke arah mereka berdua. Karena keasyikan mencium aroma donat-donat surga, bang Togar dan bang Popoy pun oleng hingga mereka berdua terjatuh ke lantai.
Melihat kejadian lucu itu, semua orang pun menertawai kelakuan mereka, tak terkecuali Nadira. Wanita imut itu begitu terhibur. Lepas semua rasa lelah yang dirasakannya.
Bang Togar dan bang Popoy malu bukan main. Mereka pun bangun dari jatuhnya dan ingin segera pergi meninggalkan tempat itu.
Namun, Nadira menghentikan langkah mereka. Dia mengambil sekotak donat rasa coklat kacang yang salah topping tadi, lalu diberikannya kepada dua orang pria kocak tersebut.
"Ini buat aku?" ucap bang Togar dengan senyumannya yang terlihat menggemaskan layaknya boneka mampang.
"Yeh, ini mah buat saya." Bang Popoy langsung mengambil kotak donat itu dari tangan Nadira.
Hal itu membuat bang Togar merasa jengkel. Direbut kembali kotak donat itu oleh bang Togar. Tak berhenti di situ, bang Popoy tak ingin jatahnya diambil. Dan terjadilah aksi saling merebut kotak donat.
Enak banget ya jadi donat, direbutin dua pria tampan dan berani ini, wkwk.
Nadira yang tahan dengan kegaduhan itu, langsung membuka suaranya. "Eh, udah, udah. Itu buat kalian berdua. Bagi-bagi."
"Tah, Popoy. Denger, teu? Bagi-bagi!" ucap bang Togar.
"Iya atuh bagi-bagi," balas bang Popoy dengan nada memelas.
Bang Togar dan bang Popoy pun pamit. Mereka sangat senang bisa mencicipi donat di toko donat yang terkenal ini, apalagi kalau donatnya gratis. Nikmat mana lagi yang kau dustakan, wahai manusia.
***
Tiga hari berlalu. Dengan leganya, seluruh karyawan termasuk pak Bos beristirahat di dapur kesayangan mereka dengan hanya beralaskan tikar gulung khas pengajian ibu-ibu.
Ya, semua pesanan donat telah selesai dibuat!
"Cape, guys," ucap pak Bos dengan nada sok gaul.
Ayman yang tepat berada di sampingnya menyahut, "CBL, CBL, CBL. Cape banget, loh."
Tata yang sedang mengipaskan kepalanya dengan kardus bekas, diganggu oleh Hilmi yang juga merasa gerah.
Tak lama, Nadira datang. "Langsung kirim aja nih, Bos?"
Pak Bos yang tengah larut dalam kelelahan pun merasa kasihan pada Nadira yang sedari kemarin kerja keras menuntaskan misi ini.
Tak sanggup lagi rasanya jika dia terus menguji mentalnya.
"Udah, nanti aja." Bos mengambil kardus tipis yang dipegang Hilmi, lalu kembali bersandar sambil mengipas dan memejamkan matanya.
"Loh, kok? Kapan kirimnya? Nanti ditungguin," balas Nadira.
"Enggak. Udah, santai aja."
"Santai gimana? Ini udah hampir malem, Bos."
Pak Bos tertawa kecil.
"Kok malah ketawa?" tanya Nadira makin heran.
"Sebenernya ...."