Chereads / Donat Jamur / Chapter 25 - Sepi di Tengah Keramaian

Chapter 25 - Sepi di Tengah Keramaian

Nadira memegang erat perutnya dengan kedua tangan. Memejamkan matanya, menahan rasa sakit yang ada dalam perutnya.

"Mbak? Kenapa?" tanya Hilmi khawatir.

"Duh ... udah tau perut saya sakit. Pake ditanya lagi," jawab Nadira kesal.

Hilmi pun semakin panik, dia tidak tahu harus berbuat apa. Karena ingin memberikan pertolongan yang tepat untuk Nadira, dia bertanya pada Nadira untuk memastikannya.

"Mbak butuh apa? Mau saya ambilin air hangat? Atau obat? Mbak sakit mag?"

Mendengar tawaran yang diberikan Hilmi padanya, pikiran jahil Nadira pun kambuh lagi. 'Toh, enggak terlalu sakit juga. Kerjain, ah,' batin Nadira kejam.

"Iya, air anget ya, Mi. Tapi airnya yang di tukang nasi uduk mbok Popon." Nadira pura-pura kesakitan dan menahan tawa agar sandiwaranya berhasil.

Mbok Popon memang berbeda dari tukang nasi uduk kebanyakan. Dia hanya menjual nasi uduk ketika hari sudah hampir malam.

Soal rasa nasi uduknya jangan diragukan lagi. Meskipun terlihat horror jika dilihat dari jam jualnya yaitu pada saat malam hari, rasa nasi uduk mbok Popon mampu mengalahkan rasa nasi uduk di restoran bintang sepuluh.

Enak, murah, yang jual pun ramah. Cocok untuk dijadikan menu makan malam. Ayo beli, dijamin enggak nyesel. Eh ... kok malah promo. Tenang, author gak di-endorse ya, Guys! Wkwk

"Loh, di dalem kan juga ada air hangat, Mbak. Lebih deket, lebih cepet." Hilmi bingung dengan permintaan Nadira yang terlihat aneh.

"Duh, bawel! Niat nolongin gak, sih?" ucap Nadira terlihat kesal sambil sekilas melirik tajam ke arah Hilmi.

Ya, walaupun hanya berpura-pura dan bertujuan untuk menjahili Hilmi, tapi Nadira paling tidak suka jika perintah dan keinginannya dibantah.

Dia adalah sosok wanita yang keras kepala. Tidak ada satu pun orang yang dia izinkan untuk menasehati keinginannya. Nadira hanya mau menuruti nasehat yang dia percaya dapat menjadikannya jadi lebih baik lagi.

Karena kasihan melihat Nadira yang kesakitan, Hilmi pun bergegas ke tempat mbok Popon jualan nasi uduk. 'Minta air hangat, tapi harus di tukang nasi uduk. Dasar, mbak Nadira,' batin Hilmi tersiksa.

Hal itu membuat Nadira menahan tawanya hingga membuat lubang hidungnya kembang-kempis. Ketika dirasa Hilmi sudah pergi lumayan jauh, Nadira pun melepas tawanya meskipun hanya dengan senyuman yang masih nampak tertahan.

Beberapa menit berlalu, Hilmi datang membawakan gelas berisi air hangat dan satu plastik teh tawar hangat.

Karena melihat kesempatan lagi untuk menjahili Hilmi, dia pun melampiaskan kejahilannya lagi.

"Loh? Saya kan cuma minta air anget. Kenapa kamu beliin teh anget juga? Sengaja, ya? Mau bikin saya keluar uang lagi?" kata Nadira dengan nada sedikit meninggi, dan tidak lupa lubang hidung yang kembang-kempis ikut menyertainya.

Mendengar Nadira bicara seperti itu, Hilmi hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Enggak kok, Mbak. Ini saya yang beliin buat Mbak. Enggak usah bayar," jawab Hilmi dengan sopan dan hati-hati sambil senyum tiga jari.

Nadira melirik teh yang ada di tangan Hilmi, lalu melirik pria itu dengan tatapan yang sangat sinis.

"Kamu mau merendahkan saya? Kamu pikir saya enggak mampu gitu beli teh tawar pake uang saya sendiri?" Kejahilan Nadira semakin menggebu-gebu.

Mendengar kata-kata Nadira yang sangat absurd, Hilmi hanya bisa menelan air liurnya perlahan. Berpikir kritis untuk menemukan solusi agar bisa menanggapi sikap atasannya itu.

"Balikin aja deh, sana! Enggak jadi. Udah enggak mood saya," ucap Nadira dengan tegas lalu pergi meninggalkan Hilmi.

Hanya terdiam dan mematung. Dunia seakan berhenti berputar. Ingin rasanya Hilmi menggetok kepala atasannya itu, tapi khawatir kalau nanti gajinya dipotong.

Akhirnya, Hilmi memutuskan untuk meminum sendiri air dan teh hangat yang dibelinya tadi.

Namun, ketika baru saja ingin meminumnya, Nadira datang dan langsung mengambil gelas berisi air hangat itu dari tangan Hilmi, membuat Hilmi terkejut dan tidak jadi meminumnya.

Tak lupa juga, plastik yang berisi teh hangat pun diambil juga. Kemudian, Nadira menuangkan air hangat ke dalam plastik itu.

Sambil menatap wajah Hilmi yang terlihat planga plongo, Nadira memberikan gelas yang sudah kosong itu.

"Saya haus. Makasih minumannya," ucap Nadira dengan elegan dan langsung kembali ke dalam toko.

"Mbak." Hilmi menghentikan langkah Nadira, membuat Nadira berbalik ke arahnya.

"Kenapa?"

"Teh hangatnya jadi enggak enak atuh kebanyakan air," ucap Hilmi polos.

Nadira pun memerhatikan teh di genggaman tangannya itu yang sudah memudar, tak lagi berwarna coklat kekuningan, namun hampir berwarna putih transparan.

Dengan sedikit hembusan napas, Nadira berkata dengan tenangnya, "Nanti saya tambahin teh sama gula di dapur." Nadira pun pergi meninggalkan Hilmi sambil memegang perutnya yang sedang sakit.

Anggukan kecil dari Hilmi menandakan bahwa dia mengerti, sekaligus menahan dendam yang sudah lama terpendam.

Hari sudah hampir larut malam. Semua pesanan donat sudah terkirim. Karena melihat pegawainya yang akhir-akhir ini bekerja keras sampai lembur, pak Bos berniat untuk mentraktir mereka.

Makan malam dengan nasi uduk paling enak ala mbok Popon dan minuman es teh yang menyegarkan. Para karyawan terlihat sangat bersemangat dengan traktiran kali ini.

"Mbak Nad! Kok gak makan? Enggak laper emangnya?," tanya Ayman yang penasaran. "Kalo gak mau, jatahnya buat saya aja, gimana?"

Melihat Ayman yang serakah hingga ingin mengambil jatah Nadira, pak Bos mencubit punggung tangan sebelah kanannya.

"Aww!" Ayman menjerit dan refleks mengusap punggung tangannya. "Sakit, Bos," lirih Ayman.

Walaupun tahu kalau Ayman hanya ingin meledek Nadira, tapi pak Bos tetap ingin terlihat seakan-akan membela Nadira.

"Sekali lagi kamu ledek anak saya, saya geprek tangan kamu ya, Man!" marah pak Bos dengan ekspresi becanda.

"Yahahahh, jadi empuk dong tangan saya, Bos," ucap Ayman lirih dan masih mengusap tangannya sambil memasang ekspresi ngambek.

Semua teman-temannya yang melihat kelakuan owner dan kepala koki itu pun langsung tertawa terbahak-bahak. Entah apa yang membuat mereka tertawa, soalnya menurut author lawakan pak Bos garing.

Garing, kriuk, kres! Pak Bos~

Awokwoak

Berbeda dengan Nadira yang hanya tersenyum kecil, seperti senyuman yang dipaksakan. Ya, sepertinya Nadira satu kubu dengan author, wkwk.

Ketika pak Bos menyebut Nadira sebagai anaknya, Nadira merasa tersentuh dan sangat bersyukur memiliki bos yang ramah dan kekeluargaan. Pak Bos adalah atasan sekaligus sosok ayah bagi Nadira yang selalu mendukung dan menyayanginya. Yang di mana, semua itu tak dia dapatkan dalam keluarganya.

Di tengah keramaian itu, Hilmi yang juga ikut tertawa pun tak sengaja melihat ke arah Nadira yang juga menjadi peran utama dalam lawakan pak Bos yang garing itu.

Melihat Nadira yang hanya tersenyum kecil, Hilmi sangat merasakan perubahan aura Nadira sejak kemarin. Tanpa disadari, dia memandangnya begitu lama, dan pada akhirnya Ayman melihat situasi itu.

"Cieee! Bos, masa Hilmi ngeliatin Mbak Nadira terus dari tadi!"