Arsen melihat liontin dengan berlian sebesar biji kacang polong, berwarna biru tua. Dia memungut liontin yang terjatuh di tanah semalam, dan dia yakin liontin ini pasti milik gadis cantik yang baru dikecupnya.
"Gila lu Sen! Kantin heboh gara-gara lu!" Arsen yang sedang melihat liontin cantik di genggamannya tak menghiraukan ucapan Robert tentang berita heboh yang dibuatnya di kantin.
"Bodo amat." komentarnya.
Teman-temannya masih tak mengerti dengan jalan pikiran Arsen yang mencium gadis sembarangan apalagi mahasiswi baru. Aneh bagi mereka karena Arsen bahkan jarang sekali mau disentuh gadis lain kecuali Clara adiknya dan mantan kekasihnya.
Tiba-tiba dia berdiri dari kursinya dan pergi meninggalkan gengnya, Robert berusaha mengejarnya tapi ditahan oleh Sam.
"Biarkan dia pergi. Gue yakin dia mencari gadis itu." Robert mengerti ucapan Sam dan kembali ke tempat duduknya.
Arsen berlari ke gedung kampus dan tak menghiraukan puluhan mata yang menatapnya, tentu saja kehebohan yang dia buat pasti sudah tersebar di seluruh fakultasnya, apalagi banyak postingan dimana dia mencium gadis yang bahkan dia sendiri tidak tahu namanya.
Arsen mengusap keringat di dahinya, berusaha mengatur nafas dan menyadari bahwa yang dia lakukan kepada gadis itu adalah tidak sengaja. Dia yang biasanya tidak pernah merasa bersalah terlihat ingin meluruskan kejadian di kantin. Langkahnya terhenti di halaman kampus fakultasnya.
Dia mendekati beberapa gadis yang tengah berkumpul di bangku halaman.
"Kamu tahu gadis yang kucium tadi pagi nggak?" tanyanya tanpa basi basi.
Gadis didepannya menoleh kekiri kekanan dan berusaha meyakinkan diri bahwa seniornya sedang bertanya padanya.
"Kamu tahu insiden di kantin utama kan?" Arsen mengganti pertanyaannya dengan ekspresi yang terlihat memaksa.
Teman-teman gadis itu berbisik sebentar, seperti memberi tahu tentang insiden kantin yang heboh tadi.
"Sepertinya dia mahasiswi fakultas of Law." sahut gadis yang ditanya Arsen, sepertinya dia tidak begitu mengetahui berita terbaru di kampusnya. Arsen pergi tanpa mengucapkan terimakasih.
Arsen menelfon Sam dan tersambung.
"Lu di mana?"
"Masih ngumpul. Kenapa?"
"Temani gue ke fakultas hukum."
"Ha?" Sam terdengar kaget karena temannya memang jarang sekali mampir ke fakultas lain kecuali hanya manggung untuk pembukaan acara kampus.
Arsen masih terdiam duduk di bangku halaman fakultasnya, memasukkan liontin milik gadis itu ke saku celananya.
Dia menunggu Sam, dan mendongak kearah langit. Dia bergumam sendiri, dan memutar video dirinya yang mencium gadis itu.
"Aneh. Reaksi gadis ini tak terkejut sama sekali." ucapnya dalam hati.
Tentu saja aneh bagi Arsen, Arsen yang selalu diminati banyak gadis untuk mengajaknya berkencan merasa gadis ini sangat tidak terganggu dengan perbuatannya.
Bahkan video itu mungkin sudah tersebar di fakultasnya, mungkin saja sudah trending dan kini nama Arsen menjadi topik utama yang paling dibicarakan.
"Apa gadis ini tidak peduli dengan apa yang telah kulakukan padanya?"
***
"Kenapa kak Arsen bisa menciummu, Jes? Dia bilang membalas perbuatanmu, memangnya apa yang sebelumnya kamu perbuat padanya?"
Pertanyaan panjang Davina membuat sang putri menghela nafas, bahkan teman-temannya kini sudah mendekatkan kursi mereka. Penasaran dengan jawaban sang putri.
"Hanya kecelakaan kecil." sahut putri.
"Kamu tahu? Berita tadi di kantin langsung jadi topik hangat di kampus."
Putri menopang dagu dengan kedua tangannya, tersenyum lebar dan menatap satu persatu teman-temannya.
"Kalian mirip banget sama detektif yang sedang menanyai informannya."
Putri tidak peduli dengan kabar yang menyebar, bahkan semua tatapan seluruh isi kelas fokus kepadanya. Berbisik-bisik, dan mengocehkan sesuatu.
"Jess! Arsen dan Sam memasuki halaman gedung kita!" teriak salah satu temannya dari luar, teman-teman putri langsung berhamburan keluar, mendongak kebawah. Mengikuti langkah kemana perginya Arsen dan Sam.
Kara mendekati putri yang tetap santai dengan novelnya, masih tidak peduli.
Dan benar, Arsen memasuki kelas putri, suasana langsung hening. Seolah sedang menonton drama romance.
"Namamu siapa?" tanya Arsen, tatapannya terpusat pada gadis yang mendongak sedikit kepadanya.
"Hue minta maaf atas perilaku gue tadi pagi." imbuhnya.
Putri masih diam.
Arsen mengulurkan tangannya, sebagai tanda permohonan maaf.
"It is okay. Bukankah kita sudah impas?" seru putri.
Ekspresi Arsen berubah, Sam di sampingnya pun heran dengan gadis di depannya. Baru kali ini Arsen terlihat seperti diabaikan.
"Ahh. Kamu menemukan liontinku bukan? bisa kuambil sekarang?"
Kini tatapan mereka bertemu. Arsen mengeluarkan liontin itu.
Sstt.. baru saja putri ingin mengambilnya, tapi telapak tangan arsen sudah tertutup lagi.
"Kamu harus memberi tahu namamu dulu." tawarnya.
"Kalau aku menolak?"
"Liontinmu tidak akan kukembalikan."
"Ambil saja." jawabnya pasrah.
Putri keluar meninggalkan Arsen yang masih berdiri di kursinya.
"Hei!"
Putri tetap berjalan, dia paling malas dengan sikap basa basi.
"Siapa nama gadis itu?" Arsen menatap seluruh isi ruangan yang sedari tadi menonton pertunjukan menarik Arsen dan Jessica.
"Jessica Valeria Valent."
Salah satu mahasiswa memberi tahunya, dan dia keluar mengejar gadis itu dengan sam yang mengekorinya ke belakang.
Hilang lagi? Pikir arsen.
Tidak ada 5 menit gadis itu sudah hilang dari pandangannya, matanya mengedar ke seluruh gedung, bahkan Arsen menunggu di toilet wanita, barangkali gadis itu sedang ke toilet, pikirnya.
"Kita kembali saja, sebentar lagi kelas akan dimulai Arsen." ajak Sam.
Arsen tidak menggubris ucapan temannya, dia langsung meninggalkan sam yang berjalan menuruni tangga, dan entah mengapa Arsen malah menuju atap kampus.
Dia menaiki tangga menuju atap kampus gedung Fakultas of law, dan melihat Sam dari kejauhan.
Sam tidak melihat Arsen mengikutinya, dan memutuskan untuk kembali ke gedung fakultasnnya. Mungkin saja Arsen mencari gadis itu lagi. Arsen tidak akan berhenti untuk mendapatkan sesuatu, dia pasti ingin permohonan maafnya diterima.
Arsen menyisir seluruh halaman di atap, hanya ada bongkahan kayu, potongan steroform,dan barang-barang yang tidak lagi dibutuhkan. Pandangannya terhenti pada gadis itu, Jessica Valeria Valent, yang tengah duduk di pinggir atap, dan menatap langit. Apa dia tidak takut jatuh?
Apa yang dia lakukan disini ? Pikirnya.
Baru saja arsen hendak menghampiri gadis itu. Splassh! Tangan gadis itu terangkat ke udara, dan awan disekitar kampus tiba-tiba berwarna hitam.
Apa yang dia lakukan? Tentu saja ini membuatnya terkejut, apakah gadis ini pesulap? Tapi dia tidak pernah melihat pesulap bisa membuat seluruh langit mendung seketika, dia hanya sering melihat pesulap menghilang, menyalakan api, tubuhnya berpindah. Tidak membuat langit menghitam seperti ini.
Arsen mendongak langit yang kembali biru tanpa awan. Gadis itu membalikan badan dan terdiam saat melihat arsen.
"Bagaimana bisa kamu tiba-tiba muncul disini. Heh?" Wajah putri menggeram. Menarik tangan Arsen dan
.. Brakk!!
Arsen menelan ludah, badannya sudah dihadang sang putri, bahkan genggamannya sangat kuat. Dia tidak bisa bergerak sama sekali.
"Sebenarnya kau siapa?" seru Arsen.
"Aku bukan siapa-siapa." Tatapan mereka bertemu. Ahh ..suara desahan putri membuat cengkramannya mengendur.
Putri melepaskan cengkramannya, sia-sia juga. Pria ini sudah melihat semuanya.
"Kaaa...kaaauuuu pesulap?" ucapan arsen terdengar gugup, siapa yang tidak gugup melihat kejadian aneh yang terpampang jelas didepannya.
Pesulap? Batin putri. Kosa kata yang baru saja dia dengar, tapi dari ketakutan pria ini dia menduga pesulap adalah orang yang memiliki kekuatan. Sepertinya lucu juga mengerjai pria ini.
"Liontin yang kamu bawa." gumam putri.
Dengan keadaan panik Arsen langsung mengeluarkan liontin yang masih dikantong celananya.
"Tidak. Aku tidak butuh itu." sergah putri.
"Liontin itu..mengikuti pembawanya. Dan kamu orang kedua yang sudah menyentuh liontin itu. Aku bisa memberimu waktu untuk tidak terikat dengan liontin itu, tapi dengan satu syarat." ucap putri bohong.
Ekspresinya datar dan serius, tentu saja siapapun orangnya akan percaya begitu saja dengan yang dia katakan dan setelah melihat kejadian tadi.
"Apa yang harus ku lakukan?" tanya Arsen.
Wajah putri mendekat, dan berbisik ke telinga Arsen.
"Jangan memberi tahu siapapun tentangku, apa yang kamu lihat hari ini anggap saja tak pernah terjadi." ucap putri.