Audisi semakin sengit, dari 100 peserta hanya terpilih 10 peserta, dan para peserta akan ikut babak ke 2 yang di laksanakan 3 hari lagi.
Putri menghela nafas panjang, dia lolos untuk ikut babak ke 2 dan rasanya tidak semudah yang dia kira.
"Tadi kamu keren banget, Jess!" puji Davina.
Putri sibuk menikmati ice cream untuk membuat perasaannya lebih nyaman setelah berkutat pada audisi yang membuat tubuhnya lelah.
"Ahhh! Dosen cantik kita juga ikut loh, nih lihat."
Lyly menunjukan video bu dosennya. Tapi video itu hilang begitu saja.
"Dosen baru kita?" tanya Kara.
Lyly memgangguk pelan, dan masih mencari video yang tadi sempat dia abadikan. Anehnya video itu terhapus sendiri.
Putri masih belum curiga dengan video yang terhapus begitu saja, mungkin Lyly memang belum menyimpannya, gerak-gerik dosen baru itu masih wajar, tidak ada hal yang aneh dengannya.
Putri langsung pulang, dia merebahkan tubuhnya yang sedikit lelah. Tidak menggubris grup teman-temannya yang sibuk memilih pakaian untuk babak berikutnya.
Hari ini dia sudah bertemu pengawal baru yang dikirim paman Nichol. Dia akan menyapanya besok.
Paman Aron, ketua panglima kerajaan. Badannya kekar dan tidak suka dengan sifat manja. Dia merasa terhormat dipilih untuk menjadi pengawal putri, perintah ini dipilih langsung oleh sang raja.
Putri membaca percakapan grup dan akhirnya tertidur.
(Mimpi putri)
"Akhirnya kau sampai di sini putri." ujar wanita tua yang membawa tongkat hitam dengan bentuk burung gagak di ujung tongkatnya.
Napas putri tersengal, dia menatap sekitar ruangan. Banyak kepala tengkorak yang berceceran, seperti tengkorak kepala hewan. Tatapannya tajam menatap penyihir yang sudah dihadapannya.
"Ahhh.. Kau sangat cantik putri, lebih cantik dari yang kukira." membalas tatapan putri. Menghentakkan tongkatnya, dan seluruh ruangan tiba-tiba tertutup.
"Di mana kau membawanya?" tanya putri dengan wajah dingin. Dia tidak heran dengan ruangan yang tiba-tiba tertutup.
Wanita itu terkekeh, berjalan mendekat ke wajah putri. Tapi tidak bisa menjangkau sang putri, karna putri sudah antek-antek memasang tameng jerat level 3, tubuhnya terlindungi.
"Kau sudah mulai mengajak bertarung? Baiklahhhhh aku juga sudah menunggumu terlalu lama. Rasakan ini!" penyihir mengangkat tongkatnya, dan cahaya hitam pekat menyelimuti tubuhnya, membungkus seluruh tubuh yang hampir tak terlihat.
Putri mengepalkam tangan dan melepaskan gelembung kecil yang membesar dengan sendirinya, wanita itu meremehkan kekuatan putri dan menertawainya. Kekuatannya mulai menyerang putri.
Gelembung itu melawan cahaya pekat yang hendak menuju ke tubuh putri, terlempar seperti cakram dan roboh, gelembung lain menyatu. Dan membentuk pusaran yang terlihat gelap seperti cahaya petir yang langsung menerobos ke cahaya gelap milik penyihir.
BAMMMMMM!! Dengungan suara akibat getaran membuat tubuh mereka terpental, cahaya itu saling menjerat, menyatu dan makin membesar.
Putri menghentakkan kaki untuk menarik cahaya miliknya, menggabungkan dengan Kilat yang kini juga mulai membesar. Penyihir mengeluarkan pusaka tombak. Berlari dan bersiap menusuk putri.
Ctarrrrrrrr!! Mereka terpental lagi, tapi putri masih berdiri gagah dan penyihir itu sedikit sempoyangan. Darah hitam keluar dari hidungnya.
"Kau tak kan menang!!" teriak wanita itu dengan murka. Dia bangkit dan mengangkat tongkatnya lagi, bersamaan dengan itu muncul laba-laba yang ukurannya lebih besar dari dirinya.
Sskkk...skk...Decitan laba-laba itu membuat putri menutup telinganya, dia mengarahkan liontin yang terpatri ditubuhnya untuk memburu laba-laba itu
Prangg!!! Sekali lagi ruangan itu makin hancur. Putri menghindar dari bangunan roboh yang hampir mengenainya.
***
Putri kaget dengan mimpi yang baru saja dia alami, dia terduduk dengan napas yang tak beraturan, memanggil pembantu untuk mengambilkan minuman.
Peluhnya menetes di pelipis, dia mengusap sebagian wajahnya yang penuh dengan keringat. Pandangannya teralihkan dengan pembantu yang menaruh segelas air putih di meja, dia langsung meneguk air dan menghabiskannya
"Ambilkan segelas lagi untukku." pinta putri kepada pembantu.
Dalam mimpinya dia melihat wanita yang merupakan penyihir licik yang sudah lama menunggu putri untuk bertarung, sayangnya wajah dan tubuhnya tidak jelas karna terbalut dress hitam panjang sampai ke mata kaki.
"Siapa yang ditahan oleh wanita yang ada di mimpiku?" tanya putri dalam hati.
Putri berjalan ke arah halaman rumahnya, duduk ditepi danau pribadi, sesekali rambutnya terbawa angin. Terlihat lelah karna baru saja mimpi buruk.
Dia mendongak ke langit, merindukan ayahanda dan ibunda tercinta, rindu kakak-kakaknya, rindu Maximus kuda kesayangannya. Tak terasa pipinya menghangat, matanya berkeringat meneteskan airmata.
Air mata putri sangat mahal harganya, air mata itu berubah seketika menjadi serbuk ajaib yang bisa mempercepat pertumbuhan flora dan fauna.
Dia mengadahkan tangannya, tes. . tes. .
Serbuk ajaib hampir memenuhi telapak tangannya, dia menaburkan ke rumput liar dan ke bunga lyly yang tumbuh di sekitar pantai. Tumbuhan itu menjulang tinggi layaknya ilalang, dan kuncup bunga lyly bermunculan. Dia teringat temanya yang juga bernama Lyly, mungkin orang tua Lyly menyukai bunga Lyly.
Merasa terlalu lama melamun, putri menelpon teman-temannya. Dia ingin makan ice cream dan macaron yang banyak hari ini. Meskipun dia bisa meminta pelayan membuatnya, tapi perasaannya yang memburuk bisa berkurang jika berkumpul dengan teman-temannya.
"Ke Sweety creamy yuk." ajak putri
"Lah tumben gabut cantik." sahut Kara
"Kangen kalian." ujar putri
"Eh tumben." jawab Lyly dan Davina kompak
"Cuss otw gaess." ucap Chyntia, sambil mengirim foto dirinya yang sudah rapi.
Putri bercermin sebentar menatap dirinya yang hanya memakai kaos oblong merek gucci dan rok coddury.
Chyntia melambaikan tangan ke arah Putri saat melihat temannya sudah di Pintu masuk, dia terlihat riang melihat teman cantik nya datang.
"Yang lain belum datang, aku aja baru sampai." Tidak merasa ditanya, Chyntia sudah menjelaskan.
Putri langsung mengambil macaron warna putih kesukaannya, tidak begitu mempermasalahkan keterlambatan Davina, Kara, dan Lyly.
"Suntuk banget muka kamu jess." ujar Chyntia, dia mengelus pipi putri yang sehalus sutra.
"Lagi mens."
Putri baru tau istilah mens dibumi, di kerajaan langit diistilahkan menjadi "Bercak tumpah merah"
"Aku ketoilet sebentar ya..." Chyntia meninggalkan putri yang masih sibuk dengan macaronnya.
Putri menatap anak-anak usia 7 tahunan yang merengek meminta coklat dan lolipop, tidak memperdulikan nasihat bundanya yang menceritakan tentang peri gigi yang mencabut gigi anak yang berlubang. Putri merindukan bundanya.
"Hallo Jessica Valeria." putri menoleh ke sumber suara.
"Bu Emma?"
"Sendirian?" bu Emma duduk disampingnya, menyentuh bahu kiri putri.
Srtttttzzz....Tangan putri serasa tersetrum, tapi hanya terasa dua detik.
"Kamu kenapa, Jess?" tatapannya tajam
"Tanganku kesemutan, Bu." jawab putri bohong. Dia melihat keluar dan teman-temannya baru saja sampai.
"Bu Emma kesini sendiri?"
"Aku sendiri."
"Tapi sekarang aku bersamamu bukan?"
Putri hanya tersenyum kecut.
"Ah aku harus pergi sekarang, keponakanku banyak yang menunggu macaron nya. Sampai jumpa di kampus jess." bu Emma berjalan ke arah pintu keluar, dan menyisakan pertanyaan bagi Jessi.
"Tadi aku yakin, sengatan di tanganku karna ulahnya. Tapi sebenarnya, siapakah bu Emma? Kenapa aku merasa dia makhluk biasa seperti teman-temanku." tanya putri dalam hati.
"Kamu udah lama nunggu?" suara Kara mengagetkan putri yang masih menatap bu Emma yang sudah tidak terlihat.
Aneh, dia ke sini tidak naik kendaraan? atau berjalan kaki lewat pintu belakang?