Airpod murah terpasang di kedua telinga Galang, sambil duduk di samping pintu Transjakarta, ia memilih untuk memejamkan mata ditemani dengan suara musik dari handphone. Menggunakan celana training berwarna hitam panjang dan baju olahraga kebanggaan sekolahnya yang ditutupi dengan sweater hoodie berwarna abu-abu, Galang merasa lelah karena harus bangun terlalu pagi.
Dreet! Dreet!
Pesan masuk.
[Lo sudah di jalan? Gue, Nabil sama Diki sudah di velodrome.] Pesan dari Ajo.
"Menyebalkan, padahal hari ini adalah weekend. Agenda push rank gue jadi terhambat gara-gara pengambilan nilai konyol ini." Galang menggerutu. Ia memilih diam tidak membalas pesan dari Ajo.
Disepanjang perjalanan, ia hanya memandang keluar jendela. Mencoba membuat dirinya nyaman dengan kegiatan hari ini, namun hatinya sudah merasa bad mood terlebih dahulu. Ia menyembunyikan raut wajahnya dengan menggunakan topi hitam.
"Lo sudah bayar? Pak Macho ada di sana." Nabil menunjuk ke arah Pak Macho duduk.
Ajo dan Diki langsung menghampiri Pak Macho yang sedang menarik uang untuk keperluan sewa lapangan. Dengan 10000, kita bisa berlarian dengan bebas di dalam lapangan bola velodrome. Dan juga bila beruntung, bisa juga mendapat teman gandengan untuk nonton film di mall seberang velodrome.
Bus Transjakarta Galang tiba, ia segera turun sambil melepaskan kedua airpod miliknya. Galang berjalan menyusuri jembatan penyeberangan orang. Ia melihat begitu banyak manusia yang berlalu-lalang di depan gerbang velodrome dengan mengenakan beberapa seragam yang berbeda-beda.
"Pada di mana?" Galang coba melirik ke sana kemari untuk mencari keberadaan 3 teman semprulnya.
"Hai, kita bertemu lagi." Tiba-tiba Zahra datang dan menepuk punggung Galang dari belakang.
Galang langsung menoleh dan melihat Zahra dengan seksama dari atas hingga ke bawah.
"Oh, hai …." Galang tidak menunjukkan ekspresi berlebihan.
"Lagi cari Pak Macho? Dia ada di sana," tunjuk Zahra.
Galang menoleh ke arah Zahra menunjuk. Ia coba memfokuskan pandangannya, ternyata benar si guru kurang kerjaan yang mengganggu weekend Galang ada di sana.
"Thank's." Galang langsung pergi meninggalkan Zahra.
"Lah, kenapa gue ditinggal?" Zahra bingung.
Galang mengeluarkan uang miliknya, ia merangsak ke dalam barisan untuk segera melakukan absen dengan membayarkan uang tersebut. Saat namanya sudah tercantum, Galang buru-buru memisahkan diri dari sekumpulan orang yang berbaris.
"Aish, kenapa penuh dengan lautan manusia? Menyebalkan!" keluh Galang.
[Pada di mana?] Galang mengirim pesan.
[Sudah di dalam dekat dengan tikungan jalur lari estafet.] Pesan masuk dari Ajo.
Galang langsung bergegas masuk ke dalam velodrome melalui pintu masuk samping. Keadaan di dalam sungguh ramai dengan banyak siswa yang datang dari beberapa sekolah. Mulai dari tingkat sekolah dasar hingga yang di D.O sepertinya ada.
Galang coba menyingkir dengan berjalan di tepi, ia tidak ingin tersenggol oleh kebahagiaan para manusia-manusia ini. Galang hanya ingin menyelesaikan misinya hari ini untuk pengambilan nilai, lalu pulang dan rebahan di atas ranjang tersayangnya.
"Eh, manusia robot sudah datang?" sindir Nabil.
"Manusia badak, di mana manusia ikan?" sindir balik Galang.
"Diki? Dia lagi menebar jaring buat mengait beberapa ikan betina," sahut Ajo.
"Oh, semoga dia dapat cumi-cumi betina." Galang duduk sambil meminum air mineral miliknya.
"Pak Macho lama! Gue hampir nunggu sejam!" Nabil mulai jengkel.
"Sabar, mungkin Pak Macho belum balik modal, jadi dia tunggu beberapa siswa lagi di luar biar sesuai sama pengeluaran dia sewa lapangan." Ajo menyindir halus.
"Oh, benar juga." Nabil tertawa geli.
Galang melihat beberapa orang yang mulai lari mengelilingi lapangan. Ada berbagai macam ekspresi di wajah mereka. Tapi yang paling membuat Galang gagal fokus adalah saat Dena dan Zainal duduk berdua di depan Galang. Meski agak jauh sekitar 20 meter dari Galang, mereka berdua saling bersenda gurau dengan beberapa kali memegang wajah dan bergandengan tangan.
"Semakin akrab, semakin membuat gue muak!" gumam Galang dalam hati.
[Sudah datang?] Pesan masuk dari Dena.
Galang melirik ke Dena yang jauh di depannya. Matanya menunjukkan rasa jengkel, ia seperti sedang ditanya hanya untuk basa-basi.
[Sudah.] Galang membalas pesannya.
[Sekarang lagi di mana?] Dena mengirim pesan lagi.
[Kebetulan gue baru mau balik ke bulan. Waktu hidup gue di bumi sudah habis, sorry.] Galang membalas pesan Dena.
Dena tersenyum saat membaca pesan dari Galang. Ia tidak tahu bila Galang pandai melawak.
[Ajak, dong. Gue belum pernah ke bulan.] Pesan baru dari Dena.
"Terserah!" Galang mengakhiri saling balas pesan itu.
Ia melihat Pak Macho sudah tiba. Pak Macho seperti gula yang diserbu oleh sekawanan semut merah. Para siswa mendatanginya untuk memasukkan daftar namanya dalam urutan lari keliling lapangan. Galang pun bangun dan menghampiri Pak Macho bersama Ajo dan Nabil.
Setelah berjuang dalam medan perang perebutan urutan lari, akhirnya Galang, Nabil dan Ajo bersama 17 peserta lainnya bersiap untuk berlari. Tiupan dari pluit Pak Macho menandakan lari dimulai.
PRIIIIT!!!
Galang langsung bergegas lari dengan membakar energinya begitu sangat cepat. Ia tidak pedulikan posisi Nabil dan Ajo yang tertinggal di belakang. Namun, saat ia melihat di depannya ada Zainal dan Anang, semangat Galang merasa hilang.
"Lang? Lo datang?" tanya Zainal.
"Iya, lo juga, gue kira nggak datang." Galang membalas dengan sedikit menyinggung.
"Gue duluan," kata Zainal.
Ia memacu langkahnya bersama Anang. Zainal meninggalkan Galang di belakang. Zainal yang merupakan atlet bola sekolah pasti sudah terbiasa dengan kegiatan olahraga semacam ini, namun bagi Galang yang hanya seorang kutu buku, lari merupakan kegiatan yang menguras tenaga sekali.
"Cih, berasa habis bertemu di cafe, terus dengan santainya dia bilang duluan. Dikira gue tidak bisa kejar dia!" Galang mulai kesal, ia menaikkan ritme langkahnya.
Dengan sekuat tenaga Galang terus berlari berusaha mengejar Zainal dan Anang yang berada di depannya sekitar jarak 10 meter. Berusaha berpikir bahwa dirinya adalah The Flash, Galang coba mengambil arwah The Flash dan menambah laju kecepatannya.
"Uook! Capek!" Galang merasakan perutnya mulai mual.
Ia memilih menyerah mengejar Zainal dan Anang. Galang memperlambat larinya. Ia berusaha menahan rasa ingin muntah.
Saat sampai di garis finish, Galang langsung menuju ke lokasi ranselnya. Ia langsung membongkar isi ranselnya dan menenggak air mineral miliknya dengan cepat. Tenggorokan yang tadinya terasa terbakar, seiring berlalu semakin dingin dan kembali normal.
"Minum! Lang, minum!" Nabil datang dan mengambil paksa botol air mineral Galang yang sudah tersisa setengahnya. Ia menenggak semua air itu hingga tetes terakhir.
"Buang saja," ucap Galang.
Ia mengambil ranselnya dan menuju ke Pak Macho. Galang melapor untuk waktu larinya tadi. Setelah merasa semua misinya sudah selesai, ia segera menggunakan jurus kamuflase langkah seribu miliknya. Tanpa terlihat yang lain, ia segera bergerak cepat bergegas pergi keluar dari velodrome.
"Galang mana?" tanya Ajo.
"Sepertinya bunglon itu sudah ada di halte Transjakarta." Nabil menyindir halus.
"Si kupret! Cepat telepon! Rencana makan bebek kita bisa gagal, Bil!" perintah Ajo.
"Hai, guys, kita jadi makan bebeknya?" Diki datang menyapa.
"Jadi, tapi Galang sudah kabur," jawab Ajo.
"Gila! Cepat juga dia!" Diki bertepuk tangan atas bakat kaburnya Galang.
Nabil coba menelepon Galang, tapi sayangnya tidak dijawab oleh Galang. Dena yang melihat Nabil seperti sedang panik mulai mendekatinya. Ia datang menghampiri Nabil, Ajo dan Diki bersama Zainal, Anang dan geng ceweknya.
"Kenapa?" tanya Dena.
"Galang sudah lari duluan," jawab Ajo.
"Dia langsung pulang? Gila cepat banget!" Anis merasa takjub dengan kehebatan Galang.
Galang langsung menaiki jembatan penyeberangan orang dan menuju ke halte Transjakarta. Ia merasakan kaos dalamnya sudah basah kuyup oleh keringat. Galang ingin cepat-cepat duduk di dalam bus dan merasakan embusan AC bus yang seperti udara surga.
[Lo di mana? Yang lain mau pada makan bebek di dekat sini. Gue sama Zainal yang traktir.] Pesan masuk dari Dena.
Galang menghentikan langkahnya, ia mulai berpikir mengenai traktiran makan bebek ini.
"Seenaknya saja, tapi boleh juga untuk menghemat makan siang nanti." Galang putar balik ke arah velodrome.