"Kita bertemu lagi."
Zahra baru saja datang bersama temannya, ia ikut mengantri di belakang Ajo dan Galang. Zahra masih mengenakan seragam sekolah. Ia tidak langsung pulang ke rumah.
"Yo …."
Galang hanya menyapa pendek. Ia mulai merasa bila Zahra punya kekuatan magis yang bisa tahu keberadaannya.
"Gue duluan," ucap Galang.
Ia membantu Ajo membawa makanannya. Mereka segera kembali ke meja. Dari kejauhan terlihat Indah dan Anis sudah datang dan duduk di kursi kosong yang tersisa.
"Gue kira lo berdua nyasar," pikir Ajo.
"Tadi ban bocor, nambal dulu," jawab Indah.
Galang dan Ajo duduk. Dari ujung meja satunya, Dena menyuapi Zainal sepotong kentang goreng yang dicocol dengan saus. Senyuman dan tawa kecil menghiasi keduanya.
Hati Galang terasa terbakar, tanpa disadari ia makan kentang miliknya dengan begitu cepat. Ajo yang berada di samping Galang mulai merasa ada yang aneh dengan temannya ini.
"Sambil makan, kita share ide mau drama seperti apa? Mulai dari konsep ceritanya," kata Dena.
"Gue lebih suka kita ambil konsep cerita klasik tentang putri dongeng tapi dikemas modern. Misal, Cinderella dan ponsel, jadi yang tertinggal di pesta dansa adalah ponsel, bukan sepatu kaca."
Nabil menggigit ayam goreng tepung renyah miliknya. Kedua tangannya begitu berminyak dan sedikit ada saus yang menempel.
"Ki, menurut lo bagaimana?" tanya Dena.
"Gue suka yang simpel, tentang kehidupan sehari-hari saja, itu juga menarik."
Diki menyuap nasi putih yang dicampur dengan potongan ayam dan saus sambal.
"Jo?" Dena melirik Ajo.
"Gue ikut saja, yang penting dialog gue jangan terlalu banyak, gue tidak bisa akting."
Ajo baru saja menghabiskan satu bungkus nasi dengan sangat cepat.
"Lang? Lo bagaimana?" Dena memperhatikan wajah Galang, matanya sayup dan tidak bergairah.
Galang tidak mendengar ucapan Dena, ia malah asyik memakan makanannya.
"Galang?" Dena memanggilnya lagi.
"Hah?" Galang baru sadar dan mendengar panggilan Dena.
"Lo mau drama seperti apa?" tanya Dena.
"Apa saja, yang penting gue bisa dapat nilai memuaskan," jawab Galang.
Zahra bersama temannya mengarah ke meja Galang, ia melihat Galang dan lainnya sedang duduk dan menikmati makannya. Ia melihat meja kosong tepat di belakang Galang, dengan cepat Zahra mendudukinya bersama temannya. Mereka berdua saling duduk membelakangi satu sama lain.
"Kamu mau apa?" tanya Dena.
"Aku ikut kamu saja," jawab Zainal.
"Aduh, tolong jangan terlalu romantis, para jomblo di sini merasa tertinggal, please," sindir Nabil.
Dena dan Zainal meminta maaf, senyuman kecil terlihat di bibir mereka. Namun, pandangan Dena yang sebenarnya mengarah ke Galang. Ia melihat Galang begitu dekat dengan gadis yang berada di belakang dirinya.
"Lo lagi meeting kelompok drama?" tanya Zahra.
"Em, lo bagaimana?" Galang bertanya balik.
"Gue belum sempat, yang lain pada sibuk, mungkin saat weekend nanti baru bisa kumpul," ungkap Zahra.
"Oh, gitu …."
Galang bangun dan membuang semua sisa makanan ke kotak besi yang merupakan tempat sampah di sudut restoran. Ia segera pergi ke wastafel untuk mencuci tangan. Zahra mengikuti Galang, ia bahkan memegang bahu Galang dan saling berbincang di sepanjang jalan. Dena yang melihat itu merasa penasaran dengan sosok gadis itu.
"Aku ke kamar mandi sebentar, yah?" Zainal bangun dan pergi.
"Dena, lo tahu cewek yang sok akrab sama Galang siapa?" bisik Nabil.
"Gue juga penasaran, sepertinya lengket banget kayak perangko," pikir Dena.
"Lo pada ghibah?" sindir Diki.
"Bukan ghibah, tapi menyelidiki." Nabil melanjutkan lagi obrolan rahasianya dengan Dena.
"Dari kapan lambe turah sang ratu ghibah jadi detektif?" Diki kembali menyindir.
"Sejak gue tutup mulut lo pakai kentang cocol sambal!" Nabil sangat risih, ia memasukkan tiga fried fries ke mulut Diki.
Indah, Anis dan Ajo telah selesai, mereka segera bangun dan menuju ke wastafel untuk ikut cuci tangan. Mereka bertiga berpapasan dengan Galang dan Zahra yang baru kembali dari wastafel.
"Dekat banget, mereka teman?" tanya Indah.
"Gue tidak tahu, tapi sepertinya mungkin?" pikir Ajo.
"Kok, mereka terasa seperti sudah kenal lama, yah?" Anis merasa ada yang aneh.
"Lebih baik tanya ke orangnya langsung, biar terasa seperti di labrak," sindir Ajo.
"Lo kira Galang selingkuh, begitu?" Indah tertawa geli.
Udara mulai terasa dingin, angin pun mulai bertiup begitu cepat. Awan di langit sudah mengabu menutupi seluruh area langit, sepertinya hujan akan segera turun.
"Gue duluan, sudah mendung sekali." Zahra bangun dari kursi bersama temannya.
"Gue ikut, bisa bahaya bila hujan." Tiba-tiba Galang mengambil ransel miliknya.
"Lo mau ke mana?" tanya Nabil.
"Pulang, mau hujan, gue juga perlu masukkan jemuran, soalnya Mama lagi pergi," jawab Galang.
Galang pergi bersama Zahra dan temannya. Ia seperti tidak begitu peduli dengan kelompok dramanya, atau lebih tepatnya tidak ingin melihat kemesraan Dena dan Zainal.
"Galang mana?" tanya Ajo.
"Pulang bersama gebetan barunya," sahut Nabil.
"Ish, tuh, 'kan! Gue bilang juga apa!" Anis merasa kesal.
"Ya, sudah. Sekarang kita lanjut saja meetingnya," ucap Indah.
Galang dan Zahra sampai di tanda biru pemberhentian bus. Zahra merasa bingung, kenapa Galang tidak menyeberang jalan, ia malah berdiri di sampingnya.
"Arah rumah kita beda, lo naik Transjakarta ke arah sekolah dan gue ke arah makam, 'kan?" pikir Zahra.
"Iya, tapi gue mau ke Buaran Plaza untuk belanja. Banyak yang sudah habis di rumah, jadi gue perlu stok lagi. Mumpung lagi diluar, jadi sekalian." Galang memperlihatkan sebuah pesan dari Mamanya yang memintanya untuk belanja.
"Ternyata kita jodoh." Zahra tersenyum.
"Hah?" Galang bingung.
"Gue juga mau beli sesuatu di Buaran Plaza, jadi kita sekalian bareng ke sana."
Zahra melihat bus Transjakarta tiba. Galang yang merasa terkejut bila Zahra juga ternyata ingin belanja sesuatu langsung merasa senang. Mereka segera masuk ke dalam bus saat pintu terbuka.
"Entah kenapa otak gue buntu, ide tidak muncul, malah gue justru penasaran dengan cewek yang pulang bersama Galang," ungkap Nabil.
"Otak lo nyasar? Pakai segala bilang buntu, coba mikir lebih keras lagi, kalau perlu paksa!" sindir Diki.
"Ini bukan jaman penjajahan, yeh! Otak gue bukan anggota Romusha!" Nabil kesal.
"Meetingnya kita akhiri saja, gue takut otak kita pada kebakar." Dena bangun dan pergi ke wastafel.
Raut wajahnya sangat datar, kepalanya tertunduk ke arah bawah. Zainal merasa Dena merasa kecewa akan sesuatu.
"Ternyata gosipnya benar, Dena dan Zainal sudah pacaran?" Zahra menoleh ke arah Galang.
Galang tidak merespon apapun, ia memilih untuk diam. Menanggapi persoalan tentang Dena dan Zainal hanya menambah hatinya sakit.
"Gue lihat mereka berdua sangat cocok, menurut lo, bagaimana?" tanya Zahra.
"Biasa saja, tidak ada yang spesial." Galang benar-benar jengkel.
Zahra melihat raut wajah Galang, ada sesuatu yang disembunyikan olehnya, tapi ia tidak tahu apa itu.
"Hujan …."
Hujan turun disaat bus Transjakarta berhenti di tanda pemberhentian bus. Zahra bingung harus bagaimana, ia tidak membawa payung ataupun mengenakan sweater.