Bel pertanda pulang berbunyi nyaring layaknya sirine pemadam kebakaran. Saat terdengar, rasanya langsung ingin lari dan keluar dari gedung sekolah dan bergegas naik Transjakarta untuk pulang. Sayangnya, kali ini Galang harus menahan insting dirinya yang selalu terpanggil saat mendengar suara bel indah itu.
"Lo tidak lari pulang?" Ajo dan Galang menunggu di depan gerbang sekolah.
"Maunya begitu, tapi …." Galang menghela napas seraya mengeluh dalam dirinya.
Nabil dan Diki keluar dari gedung sekolah. Mereka berdua mengendarai motor matik yang dikendarai oleh Nabil.
"Hey, jeng! Gue sama Papa Diki pergi duluan ke restoran. Nanti gue share location, bye!" Nabil langsung pergi meninggalkan Ajo dan Galang.
Diki melambaikan tangan ke belakang sambil melihat Ajo dan Galang.
"Nyantet orang sekarang bayar berapa?" tanya Ajo.
"Ada paket murah, santet bertahan 2 Minggu. Mau?" jawab Galang.
Selanjutnya, Dena dan Zainal keluar dengan menaiki motor bebek. Galang melihat tangan Dena memegang baju Zainal bagian pinggang. Mereka juga duduk sangat berdekatan. Galang merasa langsung merasa ingin muntah saat melihat kemesraan keduanya.
"Kita duluan, yah?" Dena melemparkan senyum ke Galang. Zainal menjalankan motornya.
"Bisa gue lempar pakai nuklir, tidak?" Galang benar-benar dibuat kesal.
"Lo mau perang dunia ketiga?" Ajo memilih segera jalan.
Galang mengikutinya dari belakang. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku sweater hoodie miliknya. Ia tidak bisa berpikir jernih kecuali mengenai Dena dan Zainal. Beberapa pikiran licik mulai berkembang di dalam otak kecilnya.
"Indah sama Anis naik apa?" Ajo baru ingat dengan mereka berdua.
"Teleport, mungkin?" Galang sedang tidak bersemangat untuk menjawabnya.
"Positif thinking saja, mungkin Indah dan Anis pergi menggunakan pintu ke mana saja milik Doraemon." Ajo melihat handphone miliknya.
"Mungkin …." Galang mengeluarkan airpod miliknya. Ia mengenakan keduanya dan menyambungkannya via bluetooth.
Saat sampai di tengah jembatan kanal, Galang berhenti sejenak dan melihat ke arah matahari yang mulai tenggelam. Walau masih sekitar jam 4 sore, tapi matahari sudah mulai berbenah diri untuk kembali pulang ke tempatnya.
Ia sudah merindukan hari Sabtu dan Minggu kembali. Ingin rasanya untuk memutar jarum jam dan pergi melompati waktu dan berhenti di hari Sabtu dan Minggu.
"Lo melamun?" Ajo berhenti dan menoleh ke arah Galang.
"Gue kangen ayah, Jo." Galang tersenyum kecil. Lalu ia kembali jalan melewati Ajo dan menyeberang jalan.
Ajo tidak bisa berkata apapun. Ia melirik ke arah Galang yang sudah berada di seberang jalan. Raut wajah Galang begitu murung. Ajo merasa Galang masih belum ikhlas melepaskan kepergian ayahnya.
Dreet! Dreet!
Pesan masuk dari Nabil, isinya adalah share location restoran cepat saji. Setelah menerima lokasi rapat untuk tugas drama, Ajo segera menyeberang jalan dan menghampiri Galang.
"Kita ke ZFC, Nabil sama Diki sudah di sana," kata Ajo.
"ZFC? Kenapa bukan Mic Ronald?" Galang melihat Transjakarta sudah mendekat.
"Lo telepati sama Nabil, terus tanya kenapa pilih ZFC." Ajo masuk ke dalam Transjakarta yang diikuti oleh Galang.
Galang memilih duduk di samping jendela sebelah kiri. Ia hanya terus memandang ke arah jendela yang ada di samping kirinya. Melihat pemandangan orang-orang yang sedang melakukan aktivitas hariannya.
Di lain tempat, Nabil dan Diki sedang menata kursi dan meja untuk para anggota kelompok drama. Ia sampai bergelut dengan pelayan restoran untuk jumlah kursi yang diambil Nabil secara paksa dari meja-meja kosong disekitar mejanya.
"Mas, ini semua untuk temannya?" tanya seorang pelayan.
"Panggil saya Mbak! Iya, kenapa memangnya, Mas?" Nabil terpancing, ia merasa kesal.
"Nanti, bila temannya tidak datang, tolong dikembalikan ke tempatnya yang semula." Pelayan itu terlihat khawatir dengan tingkah Nabil yang bisa menyebabkan masalah untuknya.
"Santai, Mas! Nanti kalau kurang, saya bawa sofa saya ke sini!" sindir Nabil.
"Sabar, Bu …." Diki hanya bisa tersenyum sambil mengelus punggung Nabil yang lebar layaknya karpet.
Tidak lama berselang, Dena dan Zainal tiba. Mereka melihat Nabil dan Diki sedang duduk berdua dari kejauhan.
"Kamu mau pesan apa?" Dena dan Zainal menghampiri Nabil dan Diki.
"Sama seperti yang kamu pesan," jawab Zainal.
"Serius? Aku pesan es batu, doang. Tadi aku sudah beli air mineral di koperasi sekolah." Dena melihat wajah panik milik Zainal.
"Oh, kalau begitu aku pesan yang lain." Zainal bingung.
"Bercanda, Beb …." Dena benar-benar puas mengerjai Zainal.
"Beb?" Zainal tidak sengaja mendengarnya.
"Iya, Beb, memang kenapa?" Dena merasa bingung dengan respon Zainal.
"Nggak, cuma ini pertama kalinya kamu panggil aku dengan kata itu." Zainal merasa terbang ke Pluto.
Dena hanya bisa senyum sambil merangkul lengan Zainal dan bersandar sebentar di bahunya. Ia mulai merasa nyaman dengan keberadaan Zainal, walau sebelumnya ia merasa ragu pada hatinya.
"Bil? Yang lain belum pada datang?" Dena duduk di samping Zainal.
"Galang dan Ajo pasti lagi di Transjakarta, lalu Anis dan Indah, gue tidak tahu kabarnya." Nabil mulai merasa lapar.
"Mau pesan makanan dulu atau tunggu semua kumpul?" tanya Diki.
"Perut gue sudah berbunyi, dari tadi dia sudah 2 kali cover lagu Ariana Grande. Gue mau order makanan dulu!" Nabil pergi menuju kasir dengan menahan lapar.
Diki menoleh ke arah Zainal dan Dena. Tanpa bertanya, Dena sudah tahu maksud Diki.
"Lo pesan duluan saja, habis itu kita." Dena mengirim pesan ke Anis.
Diki langsung menghampiri Nabil yang telah berdiri di depan kasir. Zainal yang merasa harus lebih berguna memilih untuk ikut antri memesan makan untuk ia dan Dena bersama dengan Diki dan Nabil. Ia meninggalkan Dena sendirian untuk menjaga meja.
Kepala Galang mulai bergoyang saat mendengarkan musik dengan tempo cepat. Ia melihat tanda pemberhentian bus dari jendela, Galang dan Ajo bergegas bangun dan merapat ke pintu keluar.
"Dena katanya lagi jaga di meja. Kita langsung temui dia." Ajo melirik ke sana kemari mencari keberadaan Dena.
Galang melepas kedua airpod dari telinganya. Ia melihat dari kejauhan ada Dena yang sedang duduk dan fokus melihat handphone miliknya. Galang menarik kerah baju belakang Ajo, ia menunjukkan keberadaan Dena.
"Itu ada penampakan." Galang menunjuk ke arah Dena.
"Kenapa sendirian? Yang lain pada ke mana?" Ajo merasa bingung.
Akhirnya mereka berdua menghampiri Dena. Keduanya langsung mengatur posisi untuk duduk.
"Lo sendirian?" tanya Ajo.
"Yang lain lagi order makanan. Bila mau order pergi saja, nanti gue yang jaga meja." Dena tersenyum.
Mendengar itu, Ajo meletakkan tasnya, ia menarik Galang untuk ikut order makanan bersama. Saat menuju kasir, mereka berdua berpapasan dengan Diki, Nabil dan Zainal. Nampan berisi makanan terlihat dipegang oleh mereka masing-masing.
"Ada diskon?" tanya Ajo.
"Ada, paket kombo 1 dan 2." Zainal kembali ke kursinya.
Saat Ajo sedang memesan makanan, Galang melihat dari kejauhan bagaimana Zainal duduk di samping Dena dan saling bersuapan kentang goreng.
"Lo mau pesan apa?" tanya Ajo.
"Kalau ada santet, gue pesan satu." Galang merasa kesal.
"Bodo amat!" Ajo memilihkan paket kombo yang sama dengannya.
"Galang?" Tiba-tiba ada suara cewek terdengar memanggil.