Lusa besok valentine akan hadir dengan membawa kejutan, banyak obrolan antara para gadis mengenai tradisi pemberian coklat saat valentine berlangsung. Kelas menjadi sangat riuh dan tak terkendali dikarenakan para guru sedang melakukan rapat.
Galang hanya diam di kursi kesayangannya. Diam diam menyimpan energi sambil melihat beberapa kelompok-kelompok kecil yang mengobrol mengenai banyak hal.
Galang juga memandangi Dena yang sedang ikut serta dalam obrolan yang sepertinya seru. Tapi, akhirnya Galang lebih memilih membuka buku tulisnya. Dia menggambar satu gambar wajah dengan bentuk layaknya penampakan.
"Lo nggak ikut gabung?" tanya Ajo.
"Nggak, gue mau cepat pulang saja. Menunggu bel pulang ternyata seperti menunggu kepastian hubungan, lama!" ungkap Galang.
"Eh, si Dena gosipnya mau di tembak sama anak kelas satu," ucap Ajo.
"Oh, terus?" tanya Galang.
"Hah? Begitu doang reaksi lo? Coba pikirkan, Dena itu ratu di sekolah. Dia itu punya basis penggemar yang banyak. Lo tidak penasaran sama cowok yang mau menembak dia?" tanya Ajo.
"Nggak," jawab Galang.
Tiba-tiba ada rombongan anak kelas satu datang dan masuk ke dalam kelas. Keriuhan di dalam kelas berubah seperti pasar malam. Gaduh, berisik, dan terlalu banyak manusia.
Tapi tetap, Galang masih stand by duduk manis di singgasana miliknya.
"Tembak!!!"
"Tembak!!!"
"Tembak!!!"
Tiga kali teriakan terus mengulang kata yang sama. Lalu seorang lelaki dengan perawakan lumayan ganteng dan berkacamata mendekati meja Dena.
Dengan penuh percaya diri, dia mengulurkan tangannya ke depan sambil membawa satu buket bunga mawar putih berjumlah 5 tangkai.
"Sumpah ini lebih banget!" pikir Ajo.
"Ya begitulah masa remaja. Penuh dengan kelabilan hormon." Galang tidak peduli dengan aksi tembak menembak itu. Dia lebih memilih menulis sebuah puisi di buku tulisnya.
Sekilas, Dena melihat ke arah Galang. Dia tersenyum kecil hingga tidak ada yang sadar bila dia baru saja melemparkan senyum.
"Aku sayang sama kakak, aku mau kakak jadi pacarku. Mau tidak, kak?" ungkap cowok berani itu.
"Hmmm, bagaimana, yah? Kita belum terlalu dekat, terus kapan kamu sayang ke aku? Bahkan kita belum pernah jalan bersama," pikir Dena.
"Aku suka sama kakak sejak pandangan pertama," ucap cowok itu.
Sekali lagi, Dena melirik ke arah Galang. Dia sedikit kesal, disaat yang lainnya menaruh perhatian kepadanya, hanya Galang yang memalingkan wajah darinya.
"Mungkin, aku jawab saat valentine saja, bagaimana?" ungkap Dena.
"Yah, itu lama kak," ungkap cowok itu.
"Kalau nggak begini saja. Bagaimana bila kita jalan nonton di bioskop?" pikir Dena.
"Bi-bioskop?" cowok itu terkejut.
"Nanti setelah kita selesai nonton, aku pasti akan jawab," ucap Dena.
"Hmmm …." Cowok itu terus berpikir.
Dena melirik ke arah Galang kembali. Dia benar-benar penasaran dengan apa yang sedang Galang tulis. Kenapa semua kehebohan ini tidak mengusik dirinya.
"Mau?" tanya Dena.
"Iya, aku setuju," jawab cowok itu.
Setelah semua urusan selesai. Para rombongan arak-arakan kembali pulang ke habitatnya masing-masing. Banyak sekali spesies yang ikut meramaikan aksi tembak-tembakan tadi.
Bel pulang berbunyi.
"Na? Mau pulang bersama?" tanya Anang.
"Gue mau pergi ke tempat lain dulu, sorry." Dena segera mengambil ranselnya. Dia langsung mengejar Galang yang sudah keluar saat bel pulang berbunyi.
"Ya ampun, dia cepat juga. Apa mungkin dia titisan the flash?" Dena segera lari menuju ke gerbang sekolah.
"Itu kenapa Dena lari seperti sedang mengejar sesuatu?" tanya Nabil.
"Gue kurang tahu. Lo tanya sendiri sana," ungkap Ajo.
"Cuy, main PlayStation, yuk?" ajak Diki.
"Sorry gue sibuk sama hidup." Ajo pergi. Dia tidak menghiraukan Diki.
"Bil?" Diki menatap Nabil.
"Aduh, sorry. Gue mau main sama boneka chucky and annabelle." Nabil juga pergi.
Dena melihat Galang sudah berada di seberang jalan raya. Dia melihat bus transit Transjakarta juga mulai mendekat ke arah tanda "bus stop."
"Stop! Jangan naik!" Dena berteriak sangat keras.
Dia melihat bus sudah berhenti tepat di depan Galang. Dena tidak bisa melihat keberadaan Galang. Dia juga tidak tahu apakah Galang sudah di dalam bus atau tidak.
Bus kembali jalan.
Dena coba mengatur napasnya yang masih terengah-engah. Dia melirik lurus ke arah seberang.
"Galang?" Dena terkejut, ternyata Galang masih berdiri di tempatnya.
"Kenapa?" teriak Galang.
Dena tersenyum. Semangatnya tiba-tiba kembali pulih.
"Tunggu di situ! Jangan ke mana-mana!" teriak Dena.
Dia segera menyeberang.
Galang merasa bingung dengan kelakuan Dena. Dia harus menunggu sekitar 10 sampai 15 menit lagi untuk bus selanjutnya.
"Kenapa lo tidak naik ke dalam bus itu?" tanya Dena.
"Karena gue dengar suara lo," ungkap Galang. Ekspresi wajahnya terlihat datar.
"Gue punya banyak pertanyaan sama lo, tapi sekarang sebaiknya kita cari penjual es, gue haus parah!" ungkap Dena.
"Ini, gue punya teh ucuk." Galang memberikan satu botol dingin teh kemasan.
"Terima kasih, tapi kenapa tinggal setengah?" tanya Dena.
"Setengahnya kebetulan diminum sama kucing itu" tunjuk Galang.
"Hah? Serius?" pikir Dena.
"Ya nggak, dong," jawab Galang. Wajahnya begitu memelas.
Dena langsung meneguk air teh dingin di dalam botol itu. Dia menghabiskannya. Tapi hal yang justru lebih penting adalah Dena tidak menyadari bila dia baru saja melakukan ciuman tidak langsung.
"Ini, gue akhirnya kembali segar." Dena mengembalikan botolnya ke Galang.
Galang mengambil dan meremasnya. Dia sangat kesal hingga sampai melempar botol itu secara asal ke belakang.
"Marah?" tanya Dena.
"Nggak," jawab Galang.
"Yakin?" tanya Dena lagi.
"Iya!" Galang mulai benar-benar kesal.
Dena tersenyum melihat ekspresi kesal Galang.
"Ternyata saat lo marah, muka lo imut juga," ungkap Dena.
"Hah? Apa?" pikir Galang merasa heran.
Dena berdiri di samping Galang. Dia ikut menunggu bus.
"Lo tidak pulang?" tanya Galang.
"Nggak, gue mau ke tempat lain dulu," ungkap Dena.
"Ke mana?" tanya Galang.
"Rahasia." Dena tersenyum tepat di depan Galang.
Bus transit Transjakarta kembali tiba. Mereka berdua segera naik ke dalam bus. Dena dan Galang memilih duduk di 3 kursi panjang di paling belakang.
"Menurut lo, apa gue harus terima adik kelas tadi?" tanya Dena.
"Terserah, senyaman lo saja," jawab Galang.
"Kenapa? Lo mau gue benar-benar pacaran sama bocah?" pikir Dena bingung.
"Terus? Lo mau bagaimana? Kalau lo tidak suka sama dia, kenapa tidak ditolak? Kenapa harus umbar janji nonton ke bioskop segala?" pikir Galang.
"Karena gue bukan tipe orang yang cuek. Gue akan menjaga perasaan mereka yang peduli pada gue," ungkap Dena.
"Tapi lo jadi playgirl!" ungkap Galang di hati.
Galang tidak menjawab perkataan Dena. Dia diam seakan-akan menolaknya.
"Tadi gue lihat lo sedang menulis sesuatu. Lo menulis apa?" tanya Dena. Dia sangat penasaran.
"Oh, itu cuma coretan sajak doang," ungkap Galang.
"Sajak? Seperti puisi?" tanya Dena.
"Bisa dibilang begitu, tapi gue tidak yakin bila itu bisa disebut sebagai puisi," pikir Galang.
"Boleh gue lihat?" Dena mengulurkan tangannya untuk meminta buku tulis Galang.
"Maaf, itu rahasia," ucap Galang.
Dena langsung cemberut. Dia semakin penasaran dengan apa yang ditulis oleh Galang. Baru pertama kali dia bertemu dengan sosok cowok yang membuatnya kesal karena sikap masa bodoh miliknya.
Galang berdiri, dia segera mendekat ke arah pintu. Saat bus berhenti dan pintu terbuka, Galang turun.
"Kenapa lo turun?" tanya Galang.
Dena ternyata ikut turun. Dia tersenyum meringis ke arah Galang.
"Gue mau main ke rumah lo, boleh?" pinta Dena.
"Nggak." Galang langsung balik badan dan meninggalkan Dena.
"Ish …." Dena kesal.