Bel pulang berbunyi.
Dari awal masuk hingga waktu istirahat, Dena selalu mengawasi gerak-gerik Galang. Seperti seorang sniper yang ingin segera menarik pelatuk senjatanya, Dena terus mengingatkan Galang untuk ikut ke bioskop.
Galang segera bangun dari kursinya dan segera berjalan cepat menghindari Dena. Dia melewati tangga lain agar tidak diketahui Dena.
"Galang?" Dena melihat Galang sudah tidak ada di kursinya.
Dena segera buru-buru pergi keluar dan menuju ke gerbang sekolah. Dia tahu tipu muslihat Galang.
"Lo pergi! Gue timpuk pakai batu kali!" teriak Dena dari kejauhan.
Seketika saja semua siswa yang berada di lobi sekolah langsung menoleh ke Dena. Galang yang mendengar suara Dena langsung diam di tempat, dia balik badan dan meringis.
Dena segera menghampiri Galang, wajahnya memperlihatkan bentuk kekecewaan.
"Gue izin tidak ikut, boleh?" pikir Galang.
"Izin? Lo kira ini absensi sekolah? Nggak! Lo harus ikut, atau …." Ada yang memanggil Dena dari belakang.
"Kak Dena! Kak!"
Dena menoleh ke belakang, dia melihat si adik kelas bernama Rafa lari terburu-buru menghampirinya.
"Eh, kamu sudah siap?" tanya Dena.
"Sudah, Kak. Aku lagi pesan taksi online, sebentar lagi tiba," ungkap Rafa.
"Oh, iya. Aku lupa, hari ini ada satu orang lagi yang akan ikut kita nonton. Ini dia," tunjuk Dena. Dia membalikkan badan dan tiba-tiba Galang menghilang.
"Galang! Dia benar-benar, yah!" Dena melihat Galang sudah berada di perempatan depan gerbang sekolah.
Dena mengambil satu batu bata yang berada di dekat pot taman. Dia segera berlari mengejar Galang.
"Galang! Stop! Atau gue lempar!" Dena melempar batu bata itu ke arah Galang.
Galang mendengar ultimatum Dena, dia segera balik badan. Sepersekian detik dia menghindari batu bata yang melayang ke arahnya.
"Hampir!"
Jantung Galang berdetak sangat cepat. Matanya melotot melihat Dena mengambil satu batu lagi.
"Stop! Atau gue lempar lagi!" teriak Dena. Tangannya sudah dalam ancang-ancang untuk melempar.
"Oke! Gue diam!" teriak Galang.
Rafa dan para siswa serta beberapa warga yang melihat kelakuan Dena hanya bisa heran.
"Lo pergi! Gue akan teriak kalau lo pernah kiss bibir gue," ancam Dena.
"Memang kita pernah melakukannya?" pikir Galang. Dia merasa bingung.
"Lo lupa? Botol teh kemasan? Itu kiss tidak langsung," ungkap Dena.
"Oh, yang kemarin? Masa? Gue baru tahu konsep kiss tidak langsung begitu?" ungkap Galang.
"Makanya jangan cuma bertelur di kamar! Sekali-kali keluar!" sindir Dena.
"Dia tahu dari mana kalau gue sering di kamar? Tapi maaf, gue bukan bertelur, tapi beranak," ungkap Galang di hati.
Dia segera menarik tangan Galang. Lalu, mereka berdua segera menghampiri Rafa.
"Sorry, ini Galang. Dia akan ikut kita ke bioskop," ungkap Dena.
"Oh, halo Kak Galang, salam kenal," ucap Rafa mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
"Cih, jangan main asal kenalan," sindir Galang dalam hati.
"Oh iya, gue Galang." Dia tersenyum dengan penuh keterpaksaan.
Taksi online pesanan Rafa sudah tiba. Rafa segera membukakan pintu tengah untuk Dena.
"Kak Galang duduk di depan, yah?" ucap Rafa.
"Apa? Baru kita kenalan, lalu gue langsung disingkirkan? Tunggu, terkesan seperti gue suka sama dia, dong?" pikir Galang.
Galang segera masuk ke dalam taksi. Setelah Dena dan Rafa masuk juga, driver segera menjalankan mobilnya.
"Kamu pesan film apa?" tanya Dena.
"Oh, horror Kak. Mudah-mudahan kakak suka," ungkap Rafa.
"Aku suka, kebetulan aku bisa lihat juga," ungkap Dena.
"Hah? Apa? Kakak punya six sense?" pikir Rafa merasa heran.
"Nggak, cuma bercanda." Dena hanya tertawa.
Selagi mendengarkan obrolan basa-basi dari adik kelas yang masih bocah, Galang memilih Mabar game kesukaannya.
"Si Galang cepat banget kaburnya, tadi katanya ada yang lihat dia dikejar-kejar sama Dena." Nabil pulang bersama Ajo menyusuri gang sempit.
"Sepertinya Galang diculik Dena," pikir Ajo. Wajahnya sangat datar.
"Ouch! Baru kenal sudah main culak-culik? Pasti heboh, nih!" pikir Nabil.
"Tapi, bukannya hari ini Dena ada janji sama si anak kelas satu? Mereka Mau ke bioskop, 'kan?" ungkap Ajo.
"Gue lupa! Benar juga! Kenapa gue baru ingat, yah?" pikir Nabil.
"Jangan terlalu dipaksa untuk pintar, kasihan otak lo tidak sanggup," sindir Ajo.
"Terima kasih sarannya, sangat memotivasi saya!" ketus Nabil.
Mereka bertiga sampai di mall yang dituju. Galang segera turun dari mobil. Dia melihat Rafa membukakan pintu untuk Dena seperti para kaum bangsawan di Eropa. Ekspresi Galang yang datar mengungkapkan ketidaksenangannya dengan cara Rafa yang terlalu overaktif terhadap Dena.
"Ayo, kak. Sebentar lagi filmnya dimulai," ajak Rafa. Dia memegang tangan Dena dan mengajaknya berjalan cepat.
"Sabar, woy! Masih dalam mode pemanasan gue! Hari ini akan banyak energi yang dibakar! Sial!" keluh Galang dalam hati.
Mereka segera naik ke lantai paling atas. Rafa segera menuju ke penukaran kode tiket.
"Lo mau makan sama minum apa?" tanya Dena.
"Popcorn ukuran jumbo dan cola yang ukuran big," ucap Galang.
"Sebentar, gue beli dulu." Dena memesan dua paket popcorn jumbo dan cola.
"Rafa! Kamu mau popcorn juga?" teriak Dena.
"Kak! Biar Rafa saja yang beli, hari ini pokoknya Rafa yang traktir," ungkap Rafa.
"Waw, ada yang jadi pahlawan kesiangan," sindir Galang pelan.
"Nggak apa-apa, lo sudah beli tiket untuk kakak, biar kakak yang traktir makannya," pinta Dena.
"Tapi nanti Rafa jadi tidak enak sama kakak, aku juga belum belikan kak Galang tiket, sebentar aku order tiket dulu." Rafa menuju ke kasir pemesanan tiket.
Dia memilih bangku di samping kiri Dena. Sedangkan Rafa sendiri duduk di sebelah kanan Dena. Rafa juga akhirnya yang membayarkan semua makanan yang dipesan Dena dan Galang.
"Dia baik dan sopan, Papa setuju kamu dengan dia," sindir Galang.
"Lucu!?" bentak Dena.
"Lucu, gue kebetulan mau ketawa," bisik Galang.
Mereka memegang popcorn dan colanya masing-masing. Lalu Rafa memandu Dena dan Galang untuk masuk ke ruang studio satu. Mereka bertiga segera duduk di kursi yang sudah ditentukan dalam tiket.
Beberapa pengunjung lainnya juga sudah berdatangan. Film akan segera dimulai dalam 2 menit.
"Terima kasih banyak loh, aku sampai speechless mau ngomong apa," ungkap Dena.
"Santai saja kak, aku tulus kok," ungkap Rafa.
"Masa? Bohong kali? Gue curiga, ini bocah cuma nyampah di kehidupannya Dena," sindir Galang.
Film dimulai, lampu studio mati seketika. Dena mulai serius melihat layar di depannya. Rafa pun mulai mengambil popcorn miliknya.
"Jangan sampai buat malu, awas teriak!" bisik Dena.
"Hah? Justru yang buat gue takut bukan setan di layar, melainkan yang duduk di samping gue," bisik Galang balik.
Dreet! Dreet!
[Kak, lo datang ke arisan keluarga?] Pesan masuk dari Katy.
"Gue lupa, arisan keluarga setengah jam lagi," ungkap Galang. Dia melihat jam di layar handphonenya.
[Nggak tahu, masih bimbang.] Pesan balasan terkirim.
"Sebentar, gue mau ganti baju di toilet, nanti gue balik lagi." Galang pergi keluar dari studio setelah bicara pada Dena.
"Astaga, itu anak!" Dena merasa kesal.