Chereads / Aku Menyesali Kehancuran Ku / Chapter 3 - Bab3. Tidak Bisa Tenang

Chapter 3 - Bab3. Tidak Bisa Tenang

Dea masih saja menangis sampai saat ini karena kepergian Icha dari rumah, Dea tidak bisa lagi berfikir baik atas keadaannya saat ini.

Dea teramat mengkhawatirkan Icha yang sekarang entah dimana keberadaannya, semua orang disana sudah mengetahui kepergian Icha dari rumah.

Dan diantara mereka tidak ada satu pun yang melihat saat Icha meninggalkan rumah, mereka yakin kalau Icha memang sudah sampai ke Kota yang ditujunya saat ini.

Tapi Dea tidak bisa terima dengan keyakinan itu, Dea masih saja takut kalau ternyata Icha terlantung dijalanan saat ini.

Tak ada siapa pun yang menemaninya, Icha hanya pergi sendirian, siapa yang akan menjaga Icha disana sedangkan Galih dan Dea ada di Kampung.

"Coba saja lapor polisi, mungkin kalau polisi bisa lebih membantu kalian."

"Tidak bisa, Icha baru saja pergi, bagaimana bisa langsung buat laporan?"

Mereka mengangguk, benar juga apa yang dikatakan Galih, laporan akan diterima dalam 1x24 jam saja.

"Cari Icha sekarang."

Galih menoleh dan mengusap air mata Dea yang tak kujung reda, entah harus bagaimana lagi membuat Dea tenang, atau setidaknya tak lagi menangis.

Keadaan Dea yang seperti itu, justru membuat Galih jadi panik tak karuan, Dea harusnya bisa lebih tenang agar bisa sedikit membantu pencarian Icha.

Kampung mereka memang besar, tapi tak akan sulit jika hanya untuk mencari Icha.

Jika memang tak ada yang melihat Icha, mungkin memang benar kalau Icha sudah ada di Kota yang diimpikannya selama ini.

"Cari Icha, Ayah."

"Iya ini kan lagi diusahakan, Ibu jangan seperti ini makanya."

"Cari Icha, tolong bantu cari dan temukan Icha, bawa Icha pulang lagi ke rumah ini."

Ucap Dea pada mereka yang ada dihalaman rumahnya, tak ada yang bisa menjawab dan meyakinkan Dea.

Mereka semua tidak tahu keberadaan Icha sekarang, dan tidak tahu juga harus mencari Icha kemana, jika ternyata orang tuanya sendiri pun tidak tahu dimana anaknya itu berada.

"Tolong cari Icha."

"Tenang Bu, kita akan cari Icha, Ibu lebih baik berdoa agar Icha tetap dalam lindungan Tuhan."

Tak ada lagi kata yang terlontar dari mulu Dea, Galih sangat berharap kalau Dea bisa tenang dan tak lagi menangis.

"Lalu apa sekarang Pak, disini saya yakin kalau Icha memang sudah meninggalkan Kampung ini."

"Mungkin memang benar Pak, saya akan tunggu sampai nanti saya bisa melapor ke kantor polisi."

"Kalau seperti itu, sekarang kami pamit dulu, nanti kalau memang ada apa-apa atau kalau memang butuh bantuan, tinggal panggil saja."

"Baik, terimakasih banyak karena telah membantu kami."

"Sama-sama, yang tenang saja."

Mereka lantas pergi meninggalkan Galih dan Dea disana, mungkin memang seharusnya melapor polisi.

Mereka tidak akan bisa menemukan Icha begitu saja, keberadaan Icha tidak ada satu pun yang mengetahui.

Berbeda dengan polisi, mereka bisa mengabarkan kesetiap Kota untuk membantu mencari Icha.

Mungkin dengan begitu masalah akan cepat selesai, Icha akan cepat ditemukan dan orang tuanya disini juga bisa kembali tenang.

"Kita masuk ya, Bu."

"Tidak, cari Icha sekarang."

"Bu."

"Cari Icha sekarang."

"Kita tunggu sampai nanti malam ya, siapa tahu saja Icha berubah fikiran dan akan pulang dengan sendirinya."

"Tidak, Icha sekarang berbeda, Icha begitu keras kepala, Icha tidak akan berubah fikiran, kita yang harus jemput Icha sekarang untuk pulang."

"Iya sabar dulu, kita juga tidak bisa asal pergi saja bu, kalau sama-sama tanpa tujuan, hasilnya juga tidak akan memuaskan."

Galih lantas membantu Dea untuk bangkit dan membawanya kembali memasuki rumah, Galih juga harus berfikir untuk langkahnya sekarang.

"Ibu minum dulu ya."

Galih memberikan gelas minum pada Dea, Dea juga tidak menolaknya.

Mungkin Dea juga telah lelah menangis sejak kemarin malam, dan sudah pasti membutuhkan minum juga.

"Kemana Icha pergi?"

"Iya sabar, nanti kita cari tahu, Icha sudah cukup dewasa untuk bisa menjaga diri, Bu."

"Tapi tidak untuk di Kota, Icha gak cocok tinggal di Kota mana pun, apa lagi jika hanya seorang diri."

"Iya, kalau memang ketemu, kita akan bawa Icha pulang lagi kesini ya, sekarang Ibu tenang dulu jangan nangis terus menerus."

Dea tak menjawab, bagaimana Dea bisa tenang jika Dea tidak tahu bagaimana keadaan putrinya itu saat ini.

Apakah Icha sudah makan .... Apakan tempat tidurnya itu nyaman .... Apakah orang-orangnya memperlakukan Icha dengan baik.

Pertanyaan itu terus saja menekan fikrian Dea, dan sampai detik ini pertanyaan itu tak kunjung juga mendapatkan jawaban.

Lalu bagaimana caranya Dea bisa tenang, Dea akan tenang jika bisa melihat Icha ada di hadapannya sekarang.

Dea akan tenang saat bisa memeluk Icha dengan erat dan tentunya nyata, Icha adalah satu-satunya harta yang mereka miliki.

Bagaimana caranya Dea bisa tenang saat harta paling berharganya itu hilang, Icha tidak boleh pergi dan sudah berkali-kali Dea mengatakan hal itu.

"Ibu makan dulu ya, biar kuat."

Dea menggeleng tanpa berkata apa pun, tidak perlu makan, kalau memang ingin kuat saat ini, hanya sosok Icha yang dibutuhkan oleh Dea.

Dea akan kuat jika bisa melihat Icha sekarang, tidak perlu makan lagi.

"Bu."

"Ayah makan saja dulu, nanti saja Ibu belum lapar sekarang."

"Tidak mungkin ibu tidak lapar, kemarin kita makan sama-sama dan sekarang juga kita sama-sama belum makan."

Dea memejamkan matanya sesaat, berisik sekali Galih ini, tidak bisakah Galih mengerti kalau Dea tidak nafsu makan saat ini.

kenapa harus memaksa seperti itu, kalau memang Galih mau makan, ya tinggal makan saja.

"Makan dulu ya, temani Ayah."

"Ibu temani Ayah, tapi Ibu tidak mau makan."

Galih menghembuskan nafasnya pasrah, Dea memang tidak mau mendengarkan perkataan Galih.

Bahkan untuk sekedar makan pun, Dea tak mau menurutinya, padahal setiap kali makan mereka selalu sama-sama.

Jam laparnya selalu sama, dan bagaimana mungkin sekarang Dea berkata belum lapar, sedangkan Galih sudah merasa sangat lapar.

Sudah pasti kalau Dea sedang berbohong saat ini, mereka memang selalu sama-sama.

"Bu, bisa dengar Ayah kan, makan ya."

"Tidak, tidak lapar."

"Jangan berbohong, Ibu harus tetap sehat agar bisa mencari Icha."

"Ibu sehat, sekarang kita cari Icha saja."

"Tapi Ayah lapar."

Dea tak lagi menjawab, kalimatnya terus saja diputar-putar.

"Makanlah sana, cepat selesaikan dan kita cari Icha langsung setelah selesai makan."

Galih tak menjawab, sudah berkali-kali dikatakan kalau tidak tahu kemana mereka harus mencari Icha sekarang.

Mereka memang membutuhkam bantuan yang lebih pasti, dan itu adalah bantuan pihak kepolisian

Sekarang mereka hanya harus menunggu sampai waktunya tiba, untuk bisa melaporkan kepergian Icha