Satu lelaki tadi turut masuk dengan membawa beberapa botol minuman, Icha menoleh dan tekanan ketakutannya itu semakin kuat sekarang.
Apa yang akan terjadi, kenapa justru seperti ini Icha sekarang, Icha harus bisa bebas dari keduanya tapi bagaimana caranya jika ternyata pintu itu telah lebih dulu dikunci.
"Aku mau keluar, buka pintunya."
Mereka kembali tertawa, botol-botol minuman itu disimpan rapi di meja samping tempat tidur, Icha ditarik bangkit dan di dorong ke tempat tidur.
Tawa itu kembali di dengar Icha, lelaki itu berada di depan dan di belakang Icha, bersebrangan diantara tempat tidur.
Lelaki di belakang Icha membuka laci dan membawa tali dari dalam sana, Icha tidak sadar dengan hal itu karena terlalu fokus pada lelaki di depannya.
Tiba-tiba tangan Icha di tarik oleh lelaki di belakangnya, dan begitu juga dengan kakinya oleh lelaki di depannya.
Icha menjerit dengan terus berontak, tapi apa daya karena tenaga Icha tidak mampu melawan tenaga dua lelaki itu.
Tubuh Icha diangkat dan dibaringkan, kedua tangannya di ikat kuat pada tiang ranjang, Icha meringis sakit saat tali itu semakin kuat mengikat pergelangan tangannya.
Icha menjerit bahkan memohon untuk dilepaskan, tapi suara Icha seolah hanya lelucon bagi mereka, karena mereka hanya menanggapinya dengan tawa.
Selesai mengikat tangan Icha, tali itu dipotong dan gantian kaki Icha yang diikat, Icha merasa ketakutannya saat ini justru membuatnya semakin lemah.
Saat satu lelaki itu mengikat kaki Icha, lelaki lainnya tampak sibuk membuka minuman yang dibawa tadi.
Setelah semua terikat kuat, keduanya memaksa Icha untuk menenggak minuman tersebut, meski dengan paksaan tapi pada akhirnya Icha kalah dan meneguk minum tersebut.
Mereka tertawa saat melihat penderitaan Icha saat ini, Icha telah menangis, perasaannya telah kacau, Icha merasa hidupnya akan berakhir malam ini di tangan dua lelaki itu.
----
"Icha ...." jerit Dea ditengah tidurnya.
Galih seketika terbangun dan melihat Dea yang terduduk dengan bercucuran keringat, teriakan Dea mampu mengusik tidur Galih seketika.
"Ibu, Ibu kenapa?" tanya Galih.
"Icha, Icha, mana Icha?"
"Bu, sabar Bu."
"Icha ...." teriak Dea.
Dea kembali menangis saat ini, Galih langsung memeluk istrinya itu, ada apa lagi dengan Dea sekarang.
"Icha, Icha dalam bahaya, ayo cepat jemput Icha."
"Tenang Bu, kita sudah lapor polisi, Icha akan segera ditemukan."
Dea menunduk dengan terus menangis, Galih mencium kepala Dea dengan sayang, kenapa tega sekali Icha membuat ibunya seperti saat ini.
"Bu, tenang."
"Ibu mau bertemu Icha sekarang, tolong bawa Icha pulang."
"Sabar, kita sedang berusaha, Ibu berdoa agar Icha tetap ada dalam lindungan Tuhan."
Dea diam, setia pada tangisnya, mimpi Dea sangatlah buruk dan semua itu tentang Icha, dimana anak itu sekarang.
Dea yakin jika Icha sedang tidak baik-baik saja, bukan mendoakan tapi bukankah firasat seorang ibu itu kuat dan tidak pernah salah.
"Sabar Bu, tenang, kita semua sedang berusaha mencari Icha."
"Icha sendiri, dia tidak ada siapa-siapa disana, cepat jemput Icha."
"Suttt, iya sabar, besok Ayah cari Icha lagi ya, sekarang Ibu istirahat."
Dea menggeleng, Dea tidak akan bisa istirahat sebelum tenang sebelum tahu keadaan Icha di sana, Dea takut Icha celaka dan tak ada yang bisa menolongnya.
"Bu, nyebut Bu, jangan seperti ini, doa orang tua adalah yang terbaik untuk anaknya, doakan Icha agar tetap baik-baik saja saat jauh dari kita."
Dea tak berkata lagi, apa yang harus dikatakannya, Dea bukan tak berdoa tapi perasaannya terlalu kuat untuk Icha di sana, Icha pasti sedang dalam kesulitan sekarang.
----
Ditengah kegelisahan yang dirasakan kedua orang tuanya, Icha telah tak berdaya bersama dual lelaki itu, mereka telah berhasil membuat Icha meminum banyak minuman itu.
Dengan keadaan terbaring dan terikat, tentu tidak akan sulit bagit mereka membuat Icha menelan minuman itu, sekarang Icha telah kehilangan tenaganya.
Icha terlihat lemah, efek dari minuman itu pun sudah mulai mengganggu fokusnya, Icha mulai linglung dan sepertinya tidak akan lama lagi kesadarannya pasti hilang.
Icha tidak bisa berfikir sekarang, harapannya untuk mendapatkan bantuan pun tak lagi ada, Icha telah siap jika memang harus berakhir malam ini.
Icha merasakan tangan dua lelaki itu mulai meraba tubuhnya, pergerakan yang dilakukan Icha sepertinya semakin membuat dua lelaki itu menggila.
Icha tidak bisa menghindar dari sentuhan kurang ajar itu, tangisnya tak berarti apa-apa lagi dan memang sekarang tangis itu sudah tidak ada.
Icha merasakan remasan dan kecupan di setiap bagian tubuhnya, Icha telah kehilangan harga dirinya, Icha telah direndahkan malam ini.
Apa ini akibat dari perlawanan Icha pada kedua orang tuanya, apa harus Icha berfikir seperti itu sekarang.
Icha tersenyum, dengan mata yang terpejam Icha mulai menikmati setiap sentuhan itu, kepalanya semakin terasa pusing dan penglihatannya pun semakin tidak jelas.
Dua lelaki itu saling lirik dan tersenyum bersamaan, mereka yakin jika Icha mulai tenggelam dalam kebahagiaannya saat ini.
"Lepaskan ini," ucap Icha asal.
Icha menggerakan kaki dan tangannya, kenapa mereka masih saja mengikatnya saat telah seperti sekarang, Icha tidak bisa melawan mereka lagi, kenapa tidak dilepaskan saja.
"Lepaskan," ucapnya lagi.
Keduanya sepakat untuk melepaskan tali yang mengikat Icha itu, mereka membiarkan Icha bergerak setelah lama terikat.
Icha tersenyum dan bangun, Icha menekan kepalanya, pusing sekali bahkan untuk sedikit pergerakan pun Icha rasanya kesulitan sekali.
"Sudah, berbaring saja," ucap satu lelaki itu.
Icha kembali berbaring mengikuti dorongan tangan itu, keduanya perlahan melepaskan pakaian Icha, tidak ada perlawanan, Icha hanya sibuk dengan fikiran tanpa arahnya itu.
Keduanya tersenyum, tubuh Icha putih mulus, tanpa cacat sedikit pun juga.
Tangan itu kembali menggila di tubuh Icha, telinga Icha hanya bisa mencerna dengan baik suara tawa dari dua lelaki itu.
Icha merasa semakin hilang fokus saat mendengar tawa itu, seperti godaan yang tidak bisa dihindarkan, Icha menggelinjang tak karuan saat tangan itu memainkan tubuhnya.
"Ini memang masih baru," ucap salah satunya.
"Tentu saja, gue tahu."
Keduanya tersenyum, satu persatu mereka melepas pakaiannya, tidak ada yang bisa dihindarkan jika sudah seperti saat ini.
Mereka hanya bertiga saja, tidak ada yang bisa menghentikannya, wanita di hadapan mereka pun sudah tak berdaya dan hanya bisa menerima saja tanpa bisa menolak apa lagi melawan untuk lari.
Satu lelaki itu membuka lebar kaki Icha, menunjukan keintiman Icha, indah sekali, warna merah muda itu terlihat menggoda di sela warna putih yang mendominasi.
Akan sangat menyenangkan jika mereka berhasil menikmati tubuh itu sekarang juga.