Saat pagi datang, Icha terbangun dengan kepala yang masih saja pusing.
Icha duduk dan melihat sekitar, Icha masih di tempat yang sama, sesaat Icha diam menormalkan keadaannya sendiri.
Icha melihat botol minuman itu berbaris rapi di meja, Icha mengernyit dan teringat dengan apa yang terjadi semalam.
Icha seketika melihat dirinya sendiri, apa yang telah terjadi, Icha ingat jika semalam dua lelaki itu mempermainkannya.
Icha menyilangkan tangannya di pundak, apa benar Icha telah kehilangan semuanya, Icha tidak bisa mengingat apa yang terjadi setelah ikatan itu di lepas.
Icha mengepalkan kedua tangannya, kurang ajar sekali mereka semua, Icha ingat dengan Jessy dan teman-temannya, mereka pasti sengaja menjebak Icha di tempat tersebut.
"Brengsek!" bentak Icha.
Wajah dan matanya seketika memanas, apa Icha telah kehilangan kehormatannya, Icha tidak bisa mengingat apa pun juga.
Tapi pakaiannya masih rapi, dan itu berarti tidak terjadi apa pun pada Icha semalam, mereka tidak menodai Icha.
Pintu terbuka dan itu membuat Icha kaget, Icha melihat dua orang lagi menghampirinya, meski itu bukan lelaki yang kemarin malam.
"Ada apa lagi, jangan mendekat." jerit Icha.
"Apa yang lo lalukan disini, pulang sana tempatnya sudah tutup."
Icha diam, tutup, lalu kemana mereka semua, Icha benar-benar ditinggalkan di tempat itu.
"Kenapa diam, cepat sana pergi."
"Siapa kalian?"
"Siapa kalian, lo yang siapa, ngapain masih ada disini, gak akan ada yang datang karena tempat ini buka hanya malam saja."
Icha kembali diam, apa yang harus difikirkan olehnya sekarang, Icha tidak bisa berfikir dengan baik karena kepalanya yang masih terasa sangat pusing.
"Pulang sana," ucap satu lelaki sambil menarik Icha.
Icha turun dan terjatuh di lantai, mereka saling lirik dan mengangkat kedua bahunya sekilas.
"Jangan percaya sama orang yang tidak lo kenal dengan baik, lo hanya akan celaka saja."
Icha menoleh melihat mereka yang pergi begitu saja, siapa mereka dan apa maksud kedatangannya, kalau memang tempatnya tutup lantas sedang apa mereka berdua.
Icha menggeleng dan perlahan bangkit, Icha harus pulang sekarang dan beristirahat di rumahnya saja.
"Awas kalian, aku akan buat perhitungan dengan kalian semua."
Icha meraih tasnya dan memeriksa isinya, masih lengkap, tidak ada yang berkurang, Icha lantas berjalan keluar kamar.
"Kepala ku pusing sekali, kenapa lama efek minuman itu, Jessy tidak punya perasaan, bisa sekali dia meninggalkan aku disini.:
Tempatnya sepi, baguslah Icha jadi bisa berjalan dengan leluasa disana tanpa ada yang menghalangi seperti semalam.
"Jangan datang lagi kesini, lo tidak cocok dengan tempat seperti ini."
Icha menoleh dan melihat lelaki yang tadi menariknya.
"Cari tempat lain, jangan buat celaka diri lo sendiri."
"Apa peduli mu?"
"Tidak ada, hanya mengingatkan saja, lo harus bersyukur masih ada yang peduli dan mau mengingatkan lo, gak semua langkah yang lo ambil adalah yang terbaik, jadi sebaiknya lo lebih pintar lagi untuk semua hal."
lelaki itu tersenyum dan menghilang di balik tembok.
Icha mendelik dan melanjutkan langkahnya, kenapa tidak membantu Icha berjalan keluar, atau mungkin mengantarkan Icha pulang.
"Malah ceramah, siapa juga yang butuh ceramah, kepala sudah pusing tak karuan seperti ini malah harus mendengarkan ceramah, menjengkelkan sekali."
Icha keluar dan melihat sekitar, akhirnya Icha bisa menghirup udara segar, meski memang sudah berfolusi juga.
Icha berhenti dipinggir jalan menunggu taxi yang lewat, kepalanya masih saja belum membaik, banyak orang yang menatapnya aneh saat ini.
Icha tak peduli dengan itu, karena untuk ribut Icha tidak memiliki kekuatan, lebih baik Icha diam saja dan fokus untuk perjalanan pulangnya.
"Mereka semua keterlaluan, lihat saja aku tidak akan kejar mereka kemana pun juga."
Icha melambaikan tangannya untuk menghentikan taxi, Icha lantas memasukinya dan meminta diantarkan ke rumahnya dengan cepat.
Icha tidak tahan dengan pusing di kepalanya, Icha ingin tidur sekarang agar bisa cepat kembali baik.
----
"Sudah pulang?"
"Sudah."
"Baguslah, lagian ngapain sudah siang masih ada disini."
"Namanya juga salah alamat, pasti ada yang membawanya kesini, dan sengaja ditinggalkan."
"Bodoh berarti."
"Kok bodoh."
"Ya iyalah, kenapa mau saja diajak ke tempat seperti ini, mana mungkin kalau gak tahu ini tempat apa."
Keduanya menggeleng, mereka memang tinggal di sana dan mereka juga bekerja di sana, mereka diperbolehkan tinggal di tempat itu sekalian merawat tempat tersebut.
Mereka tidak keberatan, karena memang tidak memiliki tempat tinggal di kota tersebut, mereka perantau dan akan repot jika harus pulang pergi ke kampung halamannya.
"Ya sudahlah, lagi pula orangnya juga sudah pergi, dilihat saja kalau memang nanti datang lagi kesini berarti bukan salah alamat."
"Bisa jadi."
Keduanya tersenyum dan mengangguk, biar saja lupakan tentang wanita itu, mereka masih memiliki kesibukan lagi selain dari pada memikirkan wanita itu.
"Eh, tapi serius kan dia pergi, gak pingsan di jalan?"
"Eh kenapa, khawatir banget kayaknya?"
"Ya tanya saja, tadi kan lo tarik dia sampai jatuh, itu tandanya dia masih gak berdaya."
"Kenapa gak diantar pulang saja tadi?"
Ia bergidik, mana bisa seperti itu, nanti yang ada malah ada fikiran buruk tentangnya.
"Sudahlah, biarkan saja yang penting sudah keluar dari sini, jadi tidak perlu difikirkan lagi, kalau memang pingsan di luar pasti ada yang bantu."
"Ya iya memang, ya sudahlah biarkan saja."
"Ya memang biarkan saja, memangnya kenapa juga harus difikirkan."
Keduanya menggeleng, dua berteman itu terlihat kompak dalam segala hal, mereka memilih tempat tersebut untuk bekerja karena tergiur dengan gajinya yang besar.
Mereka tidak memikirkan hal yang lainnya, yang terpenting mereka bisa mendapatkan uang banyak tanpa waktu lama.
----
Taxi berhenti, Icha langsung membayar tagihannya dan turun, Icha berjalan dengan seloyongan tak jelas, sopir taxi tampak menggeleng melihat Icha yang seperti itu.
"Anak muda jaman sekarang, kelakuannya selalu seperti itu, apa tidak ada cara lain untuk berbahagia, kasihan sekali bagaimana dengan perasaan orang tuanya."
Ia lantas melajukan taxinya meninggalkan tempat Icha, tugasnya untuk mengantarkan penumpang telah selesai, dan sekarang ia akan mencari penumpang lain untuk menambah penghasilannya.
Icha memasuki rumah dan langsung ke kamarnya, Icha melempar tasnya begitu saja dan menjatuhkan tubuhnya ke kasir.
Kedua matanya terpejam seperti enggan untuk terbuka lagi, Icha hanya ingin tidur saat ini tanpa ada gangguan.
Saat bangun nanti, Icha akan fikirkan seperti apa keharusannya, dan yang pasti Icha akan mencari wanita-wanita itu.
Icha tidak akan biarkan mereka bebas begitu saja, mereka telah mencelakai Icha dengan sengaja, bagaimana bisa Icha membiarkan mereka pergi begitu saja.