Chereads / Aku Menyesali Kehancuran Ku / Chapter 9 - Bab9. Ribut

Chapter 9 - Bab9. Ribut

Sore hari Icha telah lebih baik lagi, Icha sudah selesai mandi dan berdandan, sekarang penampilannya sudah oke lagi seperti sebelum mabuk.

Icha membuka ponselnya dan membaca pesan masuk di sana, senyumannya terlihat saat pesan itu ternyata sesuai dengan keinginannya.

Icha meraih tasnya dan berlalu keluar kamarnya, perutnya terasa sangat lapar, dan Icha ingin segera makan.

"Mana lagi taxi, belum datang juga."

Icha duduk di kursi luar rumahnya, taxi online yang dipesannya ternyata belum datang, dan Icha masih harus menunggunya.

Fikirannya kembali memutar kejadiam malam itu, kenapa harus seperti itu, Icha tidak ingin ada yang merusak masa depannya dengan tidak hormat.

Icha menggeleng, sekarang Icha akan membalas semua yang telah terjadi padanya, mereka telah dengan sengaja mencelakai Icha malam itu.

Tid tid .... Icha menoleh dan langsung memasuki taxi tersebut.

"Pak, cepat jalannya ya."

"Baik, Bu."

Icha mengangguk, bagus saja kalau seperti itu, Icha akan segera sampai dan menemui mereka semua, perasaan Icha sangat marah pada mereka sekarang.

Setelah melewati perjalanan yang cukup panjang, Icha telah sampai di tempat tujuannya, Icha melihat mereka sedang tertawa di sana.

"Terimakasih, Pak."

Icha keluar setelah membayar tagihannya, langkahnya terayun cepat menghampiri mereka yang begitu bahagia.

Tanpa permisi dan tanpa kata apa pun, Icha dengan kuat menjambak rambut Jessi, Icha menariknya hingga wanita itu terjengkang bersamaan dengan kursinya yang terjatuh.

"Kurang kamu, berani sekali kamu membarikan aku pada lelaki gila itu, apa maksud kamu?" bentak Icha.

Teman Jessi berusaha memisahkan mereka berdua, tapi sulit, dan kini telah banyak orang yang melihat keributan mereka berdua.

"Jawab, kamu fikir kamu siapa, berani sekali melakukan itu sama aku?"

"Lepas dulu, Cha." ucap Audy.

"Diam, kalian sama saja gilanya."

Icha semakin menarik rambut Jessi, tak peduli dengan rintihannya itu, yang jelas Icha ingin Jessi merasakan sakit yang luar biasa.

"Aku tidak seperti kalian semua, aku tidak murahan seperti kalian, kenapa kalian harus memberikan aku pada lelaki gila itu."

"Sss aah."

Jessi menarik tangan Icha, membuat Icha jatuh tersungkur di kakinya.

"Kurang lo ya, berani lo lakukan ini sama gue."

Jessi bangkit dan balik menjambak Icha, mereka berusaha menenangkan Jessi, rasanya tidak ada guna jika mereka ribut sekarang.

"Jes, Jes, cukup jangan seperti ini." ucap Audy.

"Dia kurang ajar, dia tidak seharusnya melakukan ini sama gue."

"Jes, cukup, kita bisa diusir kalau terus seperti ini."

Jessi melepaskan Icha dan merapikan penampilannya sendiri, matanya beredar melihat mereka yang menontonnya saat ini.

"Apa lo semua, ngapain nonton gue seperti itu, hah?"

Jessi membentak mereka semua yang telah dengan sengaja menontonnya.

"Jes, sudah."

"Diam lo."

Jessi kembali menatap Icha yang masih di lantai sana, tatapan mereka beradu, ini perlakukan yang sangat buruk, Icha telah salah memilih musuh jika seperti ini.

Jessi tidak akan biarkan Icha hidup tenang, Icha telah mempermalukannya dengan sengaja.

"Lo dengar gue baik-baik."

Jessi jongkok dan kembali menjambak Icha, ringisan Icha tak dipedulikannya sama sekali, Jessi juga menepis tangan Icha yang berusaha melepaskan tangannya dari rambut itu.

"Lo dengar gue, apa yang lo katakan itu semua salah, lo fikir apa yang terjadi sama lo semalam?" tanya Jessi dengan suara rendah.

"Kenapa masih tanya, itu ulah kamu sendiri, kenapa malah tanya sama aku!" bentak Icha.

"Berhenti membentak gue."

Jessi menguatkan jambakannya, membuat mata Icha terpejam kuat, satu-satunya orang yang berani membentak Jessi adalah wanita kampung itu.

"Lo dengar ini, gak ada yang terjadi sama lo, mereka tidak mengotori kehormatan lo, lo baik-baik saja sampai sekarang, lo masih terhormat sekarang."

Icha kembali membuka matanya, kalimat Jessi tentu membuatnya senang, tapi Icha tidak bisa percaya begitu saja dengan semua itu.

"Apa lagi sekarang, masih berani lo kurang ajar sama gue?"

"Lepas, lepas aku bilang."

Jessi melepaskan jembakannya dengan sedikit dorongan, Jessi bangkit dan melirik mereka bergantian.

"Bawa dia."

Mereka mengangguk, dengan cepat mereka menarik Icha bangkit.

"Lepas, aku tidak mau ikut kalian lagi."

"Lo diam," ucap Jessi seraya mencengkram pipi Icha.

"Lo akan menyesal telah berani bersikap seperti tadi terhadap gue, lo akan tahu kalau lo gak dinodai mereka semua, lo akan tahu akibat dari perlakuan lo ke gue setelah ini."

Jessi berjalan lebih dulu, Icha ditarik mereka mengikuti Jessi, meski Icha berontak, tapi tak bisa membebaskannya sama sekali.

Mereka mendorong Icha memasuki mobil, setelah semua masuk, Jessi melajukan mobilnya cepat.

"Kalian mau bawa aku kemana, aku mau turun, berhenti."

Mereka tak peduli dengan ucapan Icha, selama Icha ada di mobil itu, maka tidak ada yang perlu difikirkan.

"Berhenti, tolong berhenti, aku tidak mau lagi ikut kalian, berhenti."

"Tutup mulutnya," ucap Jessi.

Audy mengangguk dan langsung membekap mulut Icha dengan kain kecil miliknya, Icha mulai panik dan takut dengan apa yang akan dilakukan mereka semua.

Mereka menahan Icha agar tidak melakukan pergerakan apa pun juga, Jessi menambah cepat laju mobilnya, semakin cepat akan semakin baik.

Jessi memarikir mobilnya cepat, untunglah parkiran itu sedikit kosong sehingga tidak sulit untuk Jessi parkir.

"Bawa dia keluar," ucap Jessi yang kemudian keluar.

Mereka membawa Icha keluar tanpa membuka bekapannya, Icha melihat sekitar, itu adalah rumah sakit, kenapa mereka membawa Icha ke rumah sakit.

Jessi berjalan dan begitu juga dengan mereka, Icha masih berusaha berontak, tapi tidak bisa.

"Om," panggil Jessi.

Lelaki yang berseragam dokter itu menoleh dan tersenyum, mereka menghampirinya bersamaan.

"Jessi, ada apa?" tanyanya.

"Om lagi sibuk?"

"Tidak, hanya ada satu pasien saja."

"Jessi bawa pasien, tolong periksa dia dengan benar, pastikan apa dia masih perawan atau tidak sekarang."

Icha mengernyit dan menatap dokter itu, rupanya dokter itu juga balik menatap Icha.

"Tidak masalah, ayo bawa."

Icha menggeleng, dan menahan kakinya agar tak melangkah saat mereka menariknya lagi.

Jessi menghela nafasnya, dan turut menarik Icha hingga wanita itu tak bisa bertahan lagi di tempatnya.

"Hanya pemeriksaan itu?" tanya dokter.

"Iya, periksa dengan benar, dan katakan hasilnya pada dia dengan jelas."

"Mari masuk."

Audy dengan sengaja mendorong Icha hingga tersungkur ke dalam ruangan, pintu itu di tutup, mereka mmebiarkan Icha bersama dokter itu di dalam sana.

"Lo yakin, Jes?" tanya Sintia.

"Lo diam, gak usah banyak bicara."

Audy menyukut Sintia dan memintanya agar diam saja, jujur mereka memang tidak tahu apa yang terjadi pada Icha malam itu, tapi sepertinya Jessi yakin jika Icha memang tidak sempat dinodai mereka.